Kajian Mahupiki, KPK Tidak Cermat Terkait Kasus KTP EL

Kajian Mahupiki, KPK Tidak Cermat Terkait Kasus KTP EL

JAKARTA - Kasus KTP Elektronik (KTP el) yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menjadi bola liar. Pasalnya, dengan berbekal surat dakwaan, lembaga antirasuah tersebut memunculkan kegaduhan politik di Indonesia.

Menurut Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih, penanganan korupsi ini provokatif. "Sebelum bergulir persidangan, KPK justru mengatakan perkara ini melibatkan orang-orang berpengaruh dan berimbas pada kestabilan politik," kata Yenti dalam Focus Group Discussion yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (MAHUPIKI) Cabang DKI Jakarta, Senin (22/5/2017).

Yenti juga mengomentari gemuknya surat dakwaan yang dibuat jaksa KPK tak lazim. Ketidaklaziman yang dimaksud yakni menyebutkan nama penerima dana tetapi belum ada bukti sesuai status tersangka. Kondisi tersebut menurut Pasal 4 UU No.31 tahun 1999 tidaklah tepat.

"Bagaimanapun, surat dakwaan adalah akta autentik. Dimana surat tersebut berisi nama-nama yang menurut penyidik dan JPU sudah jadi tersangka," tegasnya.

Senada dengan Yenti, mantan Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen menyatakan kelemahan surat dakwaan kasus KTP el adalah  tidak cermat dan kurang lengkap. "Klasifikasi perbuatan tidak jelas. Dakwaan lemah," ujar Halius.

Ia menambahkan, sejatinya surat dakwaan harus fokus pada perbuatan terdakwa 1 dan 2, sesuai Pasal 143 KUHAP. Sehingga, kata dia, terhindar dari makna bias dan tidak asal menyebut sekelompok orang.

Menurut Ketua MAHUPIKI DKI Jakarta, Jamin Ginting, rencananya kesimpulan atau masukkan dari FGD terkait kasus KTP-EL akan disampaikan atau direkomendasikan kepada pihak KPK. 

“Kami ingin memastikan proses dan prosedur hukum dalam kasus KTP-El dijalankan dengan baik dan benar. Hasil diskusi kami sampaikan kepada KPK dan masyarakat bisa mengetahuinya melalui media massa,” beber Jamin.

Dikatakannya, MAHUPIKI dan terutama MAHUPIKI DKI Jakarta mendukung penuh KPK untuk menyelesaikan kasus KTP-El. “Sejak awal, kami mendorong dan mendukung penuh KPK untuk memproses kasus KTP-El. Kami mengharapkan kasus ini diselesaikan dengan tuntas dan yang lebih penting diselesaikan dengan profesional,” ungkap Jamin. 

Jamin kemudian merinci frase profesional. “Profesionalisme berarti menyelesaikan kasus atas dasar KUHP, undang-undang yang berlaku, mengikuti KUHAP. Contoh profesionalisme antara lain, jika menetapkan seseorang sebagai tersangka harus cukup bukti dan tidak berdasarkan “katanya-katanya”. Jika tidak cukup bukti, jangan dibuat-buat atau direkayasa. Itu kami ingatkan betul!”

Dirinya menegaskan bahwa surat dakwaan kasus KTP el terkesan adanya tekanan politik. Ia berharap KPK jangan sampai gegabah dan menghilangkan kewibawaannya lantaran tidak cermat menyusun dakwaan.

Bahkan, kata dia, Ketua Umum MAHUPIKI, Prof Romli Atmasasmita berpendapat senada. “Prinsip dan asas hukum harus ditaati oleh Pimpinan, Penyidik dan Penuntut Umum KPK dalam menyelesaikan berbagai kasus korupsi termasuk dugaan korupsi kasus KTP-El. Harus hati-hati! Jangan terjebak dan terpengaruh oleh kepentingan, pesanan dan jangan sampai pula menyelesaikan kasus atas dasar subyektivitas," kata Jamin menyampaikan pernyataan Guru Besar Hukum Pidana tersebut.

Halaman :

Berita Lainnya

Index