ISEI Apresiasi Keberhasilan Petani Siak Dalam Kalahkan Tengkulak

ISEI Apresiasi Keberhasilan Petani Siak Dalam Kalahkan Tengkulak

PEKANBARU - Kelompok tani holtikultura di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, berhasil memotong mata rantai tengkulak sehingga memperbesar pendapatan mereka hingga mencapai omzet puluhan juta dalam sebulan.

Hal ini terungkap saat kunjungan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ke kelompok tani di Kampung Pinang Sebatang Barat Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Riau, Minggu.

"Butuh waktu tiga tahun kita berjuang, dan setelah lepas dari tengkulak pendapatan kita naik sampai 100 persen," kata Suryono (45), petani hortikultura.

Suryono bersama kelompok tani di Kampung Pinang Sebatang Barat merupakan petani binaan Asia Pulp and Paper (APP) Sinar Mas dalam program Desa Makmur Perduli Api (DMPA). Suryono mengatakan, dirinya mulai 2010 hingga 2013 bersama rekan-rekannya menjual langsung hasil pertanian mereka ke Pasar Pagi Perawang, Siak.

"Sebelumnya kita selalu ditipu tengkulak, katanya sayuran ini lagi bagus harganya tapi ketika panen mereka bilang harga jatuh. Padahal, harga dipasar tidak jatuh, tapi mereka ingin untung sebanyak-banyaknya saja dari petani," ujarnya dilansir antara.

Suryono mengatakan para tengkulak tidak ingin petani langsung berjualan dan mengetahui harga komoditas yang sebenarnya dipasar. Berbagai cara unuk menghambat sampai berupa intimidasi kerap menerpa petani, yang ingin berjualan langsung ke pasar. Suryono menyiasatinya dengan memperkuat jaringan mulai dari instansi pemerintah daerah, asosiasi kelompok tani dan nelayan hingga kepolisian.

"Saya penuhi izin sebagai pedagang, mulai dari mengurus izin di kecamatan, dinas perindustrian dan perdagangan sampai ke kepolisian sektor. Lama-lama kelamaan tengkulak itu tidak berani mengganggu kita. Lagipula, tidak ada undang-undang dinegara kita yang melarang petani berjualan langsung ke pasar," kata Suryono.

 Herman (45), yang juga petani, mengatakan dengan menjual langsung hasil panen ke pasar membuat pendapatannya naik pesat. Dibandingkan dengan petani kelapa sawit yang rata-rata mendapat pemasukan Rp2 juta per bulan dari satu hektare lahan, Herman bisa meraup omzet hingga Rp30 juta per bulan dengan mengalihfungsikan sehektare kebun sawitnya menjadi ladang hortikultura.

Dirinya bisa menjual kacang panjang hingga 300 kilogram, timun 500 kilogram, hingga bayam dan kangkung sebanyak 700 ikat per harinya. Dirinya juga bisa mempekerjakan empat orang tetangganya, dan membina sembilan petani plasma yang menjual hasil panen kepadanya.

"Omzet saya sebulan Rp28 sampai Rp30 juta, untung bersih saya rata-rata sekitar Rp12 sampai Rp15 juta. Saya bisa punya rumah, punya mobil dan menyekolahkan tiga anak dari bertani," katanya.

Ketua ISEI Muliaman D. Hadad, mengatakan kunjungan ISEI ke desa binaan DMPA adalah rangkaian seminar nasional untuk mencari model kerja sama berkesinambungan untuk mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Ia mengaku takjub dengan keberhasilan petani dalam program DMPA, yang diharapkan bisa menjadi contoh untuk ditumbuhkembangkan di Indonesia.

"Tanpa kolaborasi, kita akan sulit untuk tumbuh. Jadi kita harus sama-sama saling bangun interaksi satu sama lain, dan semoga DMPA ini bisa menjadi salah satu model untuk mendorong kemitraan perusahaan dengan masyarakat yang bisa dikembangkan dengan komoditas yang beraneka ragam," kata Muliaman D. Hadad.

Sementara itu, Direktur APP Sinar Mas Suhendra Wiriadinata mengatakan, program DMPA tidak hanya fokus pada pemberian bantuan, melainkan juga pendampingan untuk penguatan kelembagaan masyarakat disekitar area kerja perusahaan serta pemasaran produk.

Program yang dimulai pada 2015 ini memberikan manfaat berupa meningkatnya pendapatan dan kecukupan pangan masyarakat di desa DMPA, keharmonisasn hubungan antara perusahaan dan masyarakat, solusi bagi penyelesaian dan pencegahan konflik, berfungsinya kelembagaan desa, dan meningkatnya keikutsertaan masyarakat dan pemerintah desa dalam pengamanan serta pelestarian hutan.

"Target DMPA adalah pada 2020 bisa diimplementasi program ini di 500 desa di lima provinsi, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat," kata Suhendra.

Halaman :

Berita Lainnya

Index