Ternyata 'Fakta Besar' Ini Tak Diungkap dalam Film G30S

Ternyata 'Fakta Besar' Ini Tak Diungkap dalam Film G30S
Scene film G30S 

HARIANRIAU.CO - Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Prof  Din Syamsuddin menilai pemutaran kembali film G30S yang beberapa tahun terakhir ini vakum, sangat wajar dan penting dilakukan oleh pemerintah.

"Saya kira sangat wajar dan penting pemutaran film G30S ini agar bangsa ini tidak melupakan sejarah," kata Din Syamsuddin di sela pembukaan Muhammadiyah Education Awards di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dome di Malang, Jawa Timur, Sabtu (23/9/2017), dikutip dari Antara.

Menurut Din, pemutaran film tersebut merupakan bagian dari penyadaran bangsa Indonesia, khususnya generasi muda saat ini.

"Itu fakta sejarah yang perlu diketahui dan menjadi pelajaran bagi kita ke depan, bahwa PKI pernah melakukan pemberontakan. Hanya saja, dalam film tersebut masih ada beberapa yang harus diperbarui kembali karena masih belum lengkap, ada beberapa fakta yang tidak diungkap sama sekali dalam film tersebut, padahal perannya sangat besar," ujarnya.

Menurut dia, fakta sejarah yang belum diungkap dalam film tersebut adalah peran besar para kiai dan ulama dalam memerangi PKI.

"Jangan hanya menampilkan kekejaman PKI saja. Pada masa pemberontakan itu ada peran Soeharto yang dianggap berlebihan itu bisa saja dimasukkan, karena memang itu fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri," katanya.

Dan, lanjut Din, yang paling penting saat ini adalah jangan terlalu banyak memperdebatkan isu-isu lama seperti itu (G30S).

"Kita jangan melupakan sejarah, tapi kita juga jangan melupakan apa yang terjadi sekarang ini, seperti korupsi dan masalah lain yang lebih penting," ucapnya.

Menyinggung adanya diskriminasi atau perhatian khusus bagi keluarga beserta keturunan para aktivis dan simpatisan PKI, Din mengatakan keluarga korban sepatutnya mendapatkan hak dan kedudukan yang sama layaknya warga negara lainnya.

"Anak-anak keluarga keturunan PKI apalagi yang terlibat, tidak seyogyanya mewariskan dosa atau kesalahan orang tuanya. Oleh karenanya, tidak perlu kesalahan dan tuduhan itu dialamatkan pada generasi penerusnya," katanya.

'Saya yang Saksikan Langsung Bapak Saya Ditembak, Diseret, Dibawa Pergi'

Kamis (21/9/2017) siang, Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Jenderal TNI Ahmad Yani tiba-tiba ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah.

Museum yang terletak di Jalan Lembang nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat ini memang menjadi tempat bersejarah dimana Jenderal Ahmad Yani di tembak oleh pasukan Tjakrabirawa pada 1 Oktober 1965.

Tepat dihalaman depan museum yang dulunya kediaman Jenderal Ahmad Yani, sang putra Bungsu yakni Eddy Yani tengah bercerita kepada para pengunjung museum tentang peristiwa kelam tersebut.

"Ini bapak Eddy yang difilm G30S yang masih kecil itu ya. Bapak berarti yang menyaksikan langsung Pak Jenderal Ahmad Yani ditembak dan diculik oleh pasukan Tjakrabirawa ya?" tanya salah satu pengunjung.

"Iya benar bu. Saya yang menyaksikan langsung bapak ditembak, diseret dibawa pergi," jawab Eddy Yani.

Diketahui memang, Eddy yang saat itu berumur 7 tahun memang menyaksikan secara langsung peristiwa penembakan ayahnya tepat pukul 04.35 WIB.

Eddy pulalah yang membangunkan Jenderal Ahmad Yani sesaat sebelum peristiwa berdarah itu terjadi.

Mendengar cerita Eddy, salah satu pengunjung bahkan membayangkan terjadinya peristiwa tersebut.

Bahkan, raut wajahnya sampai ditutupi dengan tangan.

"Yaa..Allah.. kejam sekali mereka ya pak," ucap pengunjung lainnya.

Sementara itu, Kasyono warga Serang, Banten sengaja mengajak istri beserta ketiga anaknya untuk mengunjungi museum bersejarah Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Jenderal TNI A Yani.

Ia beralasan, kedatanganya kesini untuk memberikan pengetahuan kepada anak-anaknya mengenai Pahlawan Revolusi Jenderal A. Yani dibunuh.

"Alasan saya datang kesini untuk memberi tau anak saya bahwa salah satu sejarah di negara kita itu ada seperti ini gerakan G30S. Yang menjadi korban 7 Jenderal salah satunya Pahlawan Revolusi namanya Jenderal Ahmad Yani ada disini?" ujar Kasyono kepada Tribunnews.

Selain itu, Kasyono juga mengungkapkan rasa bahagiannya bisa bertemu dan berbincang langsung dengan anak dari Jenderal Ahmad Yani.

"Saya seneng ya, jadi tahu peristiwa G30S itu seperti apa langsung dari anak Pak Ahmad Yani. Teryata kenyataannya lebih kejam ketimbang filmnya," ungkapnya. (Antara/Tribun Timur)

Halaman :

Berita Lainnya

Index