Hukum Memberikan Gelar Haji atau Hajjah Menurut Ulama

Hukum Memberikan Gelar Haji atau Hajjah Menurut Ulama

HARIANRIAU.CO - Setiap orang yang baru pulang dari Tanah Suci seketika mendapatkan gelar Haji atau Hajjah. Gelar tersebut diberikan masyarakat secara otomatis.

Kemudian, orang yang mendapat gelar tersebut menyematkan huruf H di depan namanya bagi pria, dan Hj bagi wanita. Padahal, haji adalah ibadah dan bukan soal gelar.

Lantas, bagaimana para ulama memandang pemberian gelar Haji atau Hajjah di masyarakat?

Dikutip dari konsultasi syariah, sebenarnya gelar ini belum dikenal ketika zaman Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat. Bahkan, ulama modern Syeikh Bakr Abu Zaid mendapat temuan pertama kali penggunaan gelar ini pada kitab Tarikh Ibnu Katsir yang berisi biografi ulama yang wafat pada 680an Hijriyah.

Ulama pun berbeda pendapat terkait hukum pemberian gelar ini. Satu pandangan menyatakan gelar haji terlarang. Dasarnya, gelar ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah maupun para sahabat.

Sementara pendapat lain membolehkan adanya gelar Haji atau Hajjah. Ada beberapa alasan yang mendasari pendapat ini.

Alasan pertama, gelar diberikan terlepas dari kondisi batin orang yang melaksanakan haji. Soal keikhlasan adalah urusan pribadi si jemaah yang tidak diketahui orang lain.

Alasan kedua, gelar adalah bagian dari tradisi dalam memberikan penghormatan pada seseorang. Sedangkan alasan ketiga, tidak ada dalil yang melarang adanya gelar ini.

Imam An Nawawi dalam kitabnya Al Majmu' Syarh Muhadzdzab memberikan pandangan sebagai berikut.

" Boleh menyebut orang yang pernah berangkat haji dengan gelar Haji, meskipun hajinya sudah bertahun-tahun, atau bahkan setelah dia wafat. Dan hal ini tidak makruh. Sementara yang disebutkan dalam riwayat Baihaqi dari Al Qasim bin Abdurrahman, dari Ibnu Mas'ud, beliau mengatakan, 'Janganlah kalian mengatakan 'Saya Haji' karena Haji adalah orang yang ihram.' Riwayat ini mauquf dan sanadnya terputus."

Selengkapnya...

sumber: dream.co.id

Halaman :

Berita Lainnya

Index