Kisah Israa Jaabis, Korban Kebiadaban Tentara dan Hukum Israel

Kisah Israa Jaabis, Korban Kebiadaban Tentara dan Hukum Israel

Harianriau.co - Perempuan itu bernama Israa Jaabis. Dua tahun sudah dia menjalani gelapnya penjara Israel yang tak berperikemanusiaan bagi warga Palestina yang tak bersalah sepertinya.

Ya, hari nahas itu adalah 10 Oktober 2015. Kala itu, seluruh hidup berubah. Semua berawal ketika dia membawa furnitur di mobilnya menuju rumahnya yang terletak di Jabal al Mukaber, wilayah pendudukan Jerusalem Timur.

Entah apa yang terjadi, mobilnya tiba-tiba oleng dan hilang kendali sebelum akhirnya terbakar.

Nahas, insiden tersebut terjadi di waktu dan tempat yang tidak tepat. Mobil tersebut celaka sekitar 500 meter dari pos pemeriksaan Israel al Zayyim, wilayah pendudukan Jerusalem.

Bukannya menolong, tentara Israel yang berada di lokasi langsung menodongkan senjata saat Jaabis berhasil keluar dari mobil. Dia dituding sengaja ingin meledakkan mobilnya di pos pemeriksaan tersebut.

Bisa jadi, pasukan Israel sudah paranoid karena kecelakaan itu terjadi dua pekan sejak dimulainya gelombang serangan penduduk Palestina. Baik itu dengan penusukan maupun menabrakkan mobil ke warga dan tentara Israel.

’’Bagaimana itu bisa disebut ledakan ketika kaca-kaca mobil masih utuh? Cat luar mobil bahkan tidak berubah. Jika benar ledakan, Israa bakal ikut hancur berkeping-keping,’’ tegas

Mona, saudara Israa Jaabis, saat diwawancarai Al Jazeera. Menurut Mona, terjadi kesalahan teknis pada mobil itu sehingga terbakar.

Tanpa melihat bukti-bukti yang ada, tentara Israel langsung mengamankan Jaabis. Perempuan 32 tahun itu mengalami luka bakar tingkat tiga hingga 60 persen di tubuhnya.

Dia sempat dirawat selama tiga bulan di Hadassah Ein Kerem Hospital sebelum akhirnya ditransfer ke rumah sakit khusus tahanan Ramleh Hospital.

Fasilitas dan perlakuan di rumah sakit itu begitu buruk sehingga para tahanan menyebutnya rumah jagal. Jaabis akhirnya dijebloskan ke penjara Hasharon, satu-satunya penjara perempuan untuk warga Palestina.

Perawatan yang diterima Jaabis tak memadai. Delapan jarinya harus diamputasi. Kulit di bawah ketiaknya lengket sehingga dia tidak bisa mengangkat tangan. Telinga kanannya hampir hilang dan salah satu lubang hidungnya kini lebih lebar.

Perempuan malang itu juga mengalami gangguan saraf, shocked, dan krisis psikologis yang parah. Jaabis harus dibantu sesama tahanan untuk makan, ganti baju, dan bahkan mandi.

Hal itu membuat dia malu luar biasa. ’’Saya merasa takut melihat wajah saya sendiri di kaca. Bagaimana dengan orang lain?’’ ujar Jaabis.

Sistem Penjara Israel (IPS) tak mengizinkan Jaabis menjalani operasi. Dan penderitaan itu seakan masih kurang. Putranya yang bernama Motasem juga tak bisa mengunjunginya.

Ayah bocah 9 tahun itu adalah warga Palestina yang berasal dari Tepi Barat. Dia dan Motasem tak memiliki kartu identitas penduduk Jerusalem.

Tahun lalu pengadilan menjatuhkan hukuman 11 tahun kepada Jaabis dengan tudingan berusaha melakukan pembunuhan. Pembelaan Jaabis tak diterima.

Mobil yang menjadi barang bukti utama juga tidak dilihat penyelidik. Perempuan yang dulu merupakan relawan di rumah sakit anak itu tengah mengajukan banding atas hukumannya.

Tagar #Save_Israa dan #Help_Israa kini digaungkan untuk membantu Jaabis mendapat perawatan yang layak. Setidaknya, dia membutuhkan delapan operasi agar bisa sedikit normal.

Mulai skin graft hingga rekonstruksi wajah. Tapi, yang paling dia inginkan tentu saja adalah kebebasannya.

’’Saya telah di sini selama dua tahun. Saya tidak melihat alasan mengapa saya dipenjara,’’ tegas Jaabis.

Halaman :

Berita Lainnya

Index