Masjid Damarjati, Tempat Kegiatan Laskar Diponegoro dan Syiar Islam

Masjid Damarjati, Tempat Kegiatan Laskar Diponegoro dan Syiar Islam
Sejumlah warga memadati teras Masjid Damarjati Salatiga untuk melaksanakan ibadah. Koran SINDO/Angga Rosa

HARIANRIAU.CO - Siang itu, teras Masjid Damarjati di Dukuh Krajan RT 02 RW 05, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Salatiga dipadati para musafir. Mereka sengaja singgah ke masjid tertua di Salatiga ini, untuk melaksanakan Salat Zuhur dan beristirahat.

Ada juga warga dari berbagai daerah yang datang ke masjid ini, untuk membaya ayat suci Alquran. Membaca Alquran sudah menjadi bagian dari kegiatan rutin sejak masjid ini didirikan pada 1826 silam itu.

Pengurus Takmir Masjid Damarjati Salatiga Edy Trianto Basuki menceritakan, berdasarkan cacatan sejarah Masjid Damarjati sudah berusia 188 tahun. Masjid ini didirikan oleh Kiai Ronosetiko dan Kiai Sirojudin yang diyakini merupakan orang dari Kejaraan Mataram. Sejak berdiri hingga sekarang, masjid ini sudah dua kali pemugaran.

Renovasi kali pertama dilakukan pada 1987. Kemudian renovasi kedua dilaksanakan pada 2007. "Renovasi dilakukan secara total dan merombak bentuk aslinya. Bahkan tidak ada sudut bangunan asli yang tersisa. Barang peninggalan yang masih tersisa hanya beduk. Itu pun kulitnya sudah diganti beberapa kali. Yang masih asli hanya kayu kerangkanya saja," kata Edy, Minggu (11/2/2018).

Tokoh Dusun Krajan, Yahya, 77, menambahkan, Masjid Damarjati dibangun di tengah kecamuk perang antara Pangeran Diponegoro dan pemerintah kolonial Belanda. Konon, pembangunan masjid ini merupakan bagian dari strategi Kiai Ronosetiko dan Kiai Sirojudin untuk mengalahkan Belanda sekaligus mensyiarkan Islam di Salatiga.

"Berdasarkan cerita yang dikisahkan sejumlah orang tua dulu, Kiai Ronosetiko dan Kiai Sirojudin adalah panglima perang Laskar Diponegoro. Namun beliau memilih melakukan perlawanan dengan cara gerilya," tuturnya.

Supaya tidak dicurigai Belanda, kedua tokoh tersebut membuka perkampungan baru bersama laskarnya. Kiai Sirojudin membuka perkampungan di Dukuh Krajan, sementara Kiai Ronosentiko babat alas di daerah Bancaan yang berada sekitar tiga kilometer dari Krajan.

Belakangan, Kiai Sirojudin mengganti namanya menjadi Damarjati. Penggantian nama terpaksa dilakukan karena dia berserta Kiai Ronosentiko merupakan sosok yang diburu Belanda. Di Salatiga, kedua ulama tersebut ditugasi untuk mematamatai Belanda. Salatiga sejak dulu memang dikenal sebagai basis militer Belanda di Jawa Tengah.

Mengingat dirinya juga sebagai ulama, Kiai Sirojudin dengan dibantu laskarnya membangun sebuah langgar di perkampungan yang dibukanya. Langgar yang belakangan berkembang menjadi masjid tersebut oleh Kiai Sirojudin dijadikan sebagai pusat segala aktivitas, termasuk menyusun strategi melawan Belanda dan dan melakukan syiar agama Islam kepada masyarakat.
 
"Saat itu bangunan langgar masih sangat sederhana dan luasnya hanya 6x6 meterpersegi. Dindingnya terbuat dari papan kayu dan anyaman bambu, sementara atapnya terbuat dari sirap. Mulai saat itu, syiar Islam di Salatiga tersebar luas dan terus berkembang," pungkasnya.
 
Saat Kiai Sirojudin wafat jenazahnya dimakamkan di seberang masjid. Untuk mengenang jasa-jasanya, warga setempat menamai masjid tersebut dengan nama Masjid Damarjati.

sumber: sindonews

Halaman :

Berita Lainnya

Index