Janda Bugil di Kantor Jaksa Salah Alamat, Ini Penjelasan Kejari

Janda Bugil di Kantor Jaksa Salah Alamat, Ini Penjelasan Kejari
Atik Br Tindaon di Kantor Kejari Sergai, sebelum bugil. (medansatu.com/one)

HARIANRIAU.CO - Masih ingat Atik Br Tindaon (48), seorang janda yang nekat membuka baju di kantor jaksa dua hari lalu? Janda bugil di Kantor Kejari Sergai, Sumatera Utara (Sumut), itu mengaku nekat melakukan aksinya karena kesal ibu-ibu yang menelanjangi dan mengaraknya di jalanan tak ditahan.

Aksi nekat janda tersebut sempat membuat heboh jaksa dan pegawai di Kejari Sergai. Meski berusaha ditenangkan, ia tetap berteriak histeris. Tanpa bisa dicegah, ia membuka bajunya. Sambil berteriak, ia tak peduli meski hanya mengenakan bra yang menampakkan sebagian payudaranya.

Terkait aksi nekat janda bugil itu, Kepala Kejari Sergai Jabal Nur SH MH melalui Kasi Intel Eduard SH, Kamis (12/4/2018 ) membantah semua keterangan Atik kepada wartawan. Eduard mengatakan, pihaknya telah melakukan eksekusi putusan pengadilan terhadap ibu-ibu di Desa Gempolan, Kecamatan Sei Bamban, Sergai, yang melakukan persekusi dan menelanjangi Atik.

Dia mengatakan, pada 2 Oktober 2017 petikan putusan pengadilan telah diterima Kejari Sergai. Kemudian pada 11 Oktober 2017, SS dkk dan V Br P dkk dieksekusi (BA-17) dengan Surat Perintah Pelaksanaan Pengadilan (P-48) Nomor: 215/N.2.29//Ep.3/10/2017 tanggal 5 Oktober 2017.

Atik Br Tindaon di Kantor Kejari Sergai, sebelum bugil. (medansatu.com/one)

Para terdakwa mengakui perbuatan mereka dan menyesalinya, di antaranya M Br Ha, MD, L Br S, R Br S, RSM, V Br P. “Dalam hal ini adanya surat pernyataan dari masyarakat Dusun III, Desa Gempolan, yang menyatakan menolak adanya Panti Pijat di dusun tersebut,” jelasnya.

“Nah setelah itu (para terpidana) kita antar ke Rutan Tebing Tinggi, tetapi pihak rutan menolak karena ruangan untuk tahanan wanita sudah over kapasitas, begitu juga ke Rutan Lubuk Pakam, juga sudah over kapasitas untuk tahanan wanita,” terangnya.

Akhirnya, lanjut Eduard, dengan jaminan aparat desa dan disaksikan pengetua adat, dilakukan tahanan rumah untuk para terpidana hingga masa hukuman mereka berakhir. “Di antara terpidana ada yang masih menyusui, ada yang sudah tua dan tak mungkin melarikan diri,” tambahnya.

Eduard mengatakan, kedatangan Atik Br Tindaon ke Kejari Sergai, bahkan hingga telanjang, jelas salah alamat. “Nah, kalau dia mau nenuntut keadilan, kenapa kemari (kantor Kejari Sergai), ya datangi saja pengadilan, kenapa mereka menjatuhkan hukuman begitu,” pungkasnya.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Sei Rampah pada 30 Agustus 2017 menjatuhkan pidana penjara kepada 15 terdakwa dengan hukuman selama 1 (satu) bulan, sementara tuntutan JPU dari Kejari Sergai pidana selama 2 bulan.

Diberitakan sebelumnya, janda bernama Atik Br Tindaon (48), langsung membuka baju dan telanjang dada di Kantor Kejari Sergai. Aksi janda tanpa anak, warga Simpang III, Dusun II, Desa Gempolan, Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumatera Utara (Sumut), ini merupakan wujud kekesalannya karena ia mengaku tak memperoleh keadilan atas kasus yang dialaminya.

Kedatangannya menghebohkan para jaksa dan pegawai lainnya, sebab ia membuka baju hingga telanjang dada, dengan hanya mengenakan bra. Dengan suara histeris Atik mengamuk sejadi-jadinya. Pasalnya kasus pelecehan dan perbuatan tidak menyenangkan yang dialaminya saat membuka usaha pijat refleksi bagai ditelan bumi.

Menurut Atik peristiwa itu sangat memalukan dan tidak mudah dilupakannya. Saat itu Atik diseret belasan orang dan menelanjangi dirinya hingga ke jalan umum. “Mana keadilan, mana keadilan,” teriak Atik.

Ia kemudian mencari seorang oknum jaksa yang menangani kasusnya. Lantaran orang yang dicari tak kelihatan, Atik pun tiba-tiba membuka bajunya sambil menangis sejadinya. “Aku minta keadilan bang, tolong aku,” pintanya.

Para pelaku penganiayaan terhadap dirinya lanjut Atik masih berkeliaran tanpa ada proses hukum. Bahkan katanya, kasus yang menimpa dirinya sudah beberapa kali disidangkan, namun tak satupun pelaku dijerat hukum.

Salah seorang jaksa kemudian mencoba membujuk Atik, dan menjelaskan proses hukum atas kasus yang menimpanya. “Ibu kalau mau menuntut kasus ibu di pengadilan, jangan di sini, karena pengadilan yang memutuskan perkara ibu,” ujar jaksa itu menenangkan Atik.

Kasus ini berawal saat Atik yang merupakan warga pendatang dari Bogor, Jawa Barat (Jabar), tinggal di Dusun III Desa Gempolan, Kecamatan Sei Bamban. Selama dua bulan menetap di desa itu, Atik disebut belum melapor kepada aparat desa,

Ia lalu membuka usaha panti pijat di rumah kontrakannya yang membuat ibu-ibu di desa itu resah. Warga kemudian membuat surat pernyataan keberatan kepada aparat desa. Atik pun dipanggil dan diminta membuat surat penjanjian. Namun meski telah meneken surat perjanjian, ia tetap membuka usaha panti pijat.

Puncaknya saat sekitar 15 warga desa melakukan persekusi. Mereka melabrak Atik, membawanya keluar dan melanjanginya di jalan. Tak terima, Atik kemudian melaporkan kasus ini ke polisi. Hingga para ibu yang melakukan persekusi dijadikan tersangka hingga divonis 1 bulan di PN Sei Rampah.

Halaman :

Berita Lainnya

Index