Jangan Hanya Percaya Polisi, Napi Teroris Ini Angkat Bicara Siapa yang Bikin Rusuh di Mako Brimob

Jangan Hanya Percaya Polisi, Napi Teroris Ini Angkat Bicara Siapa yang Bikin Rusuh di Mako Brimob
Senjata yang dirampas napi teroris dalam kerusuhan Mako Brimob, Kamis (10/5/2018)

HARIANRIAU.CO - Mengapa kita seolah dipaksa hanya menerima fakta-fakta kerusuhan di Mako Brimob dari polisi saja?

Sedangkan kita tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya di dalam Mako Brimob saat kerusuhan terjadi.

Adakah yang disembunyikan dari polisi terkait kronologis yang terjadi sesungguhnya?

Benarkah makanan bisa memicu pemberontakan besar-besaran napi teroris di dalam rutan?

Bahkan dari rekaman perwakilan napi teroris Abu Qutaibah terungkap bahwa anggota polisi lebih dulu menembak seorang napi teroris sehingga memicu kemarahan besar 155 napi lainnya dan melakukan penyanderaan serta pemberontakan besar-besaran.

Kalaulah itu terjadi pembunuhan, sebagaimana disampaikan kepolisian, maka sudah selayaknya kasus tersebut dibawa hingga ke persidangan agar terbuka jelas apa yang terjadi sebenarnya.

Masalahnya, dari enam orang korban tewas, lima orang anggota polisi gugur. Dan ini bukan lagi persoalan sepele.

Belakangan muncul rekaman ucapan dari Aman Abdurrahman salah satu pimpinan atau senior Jamaah Anshar Daulah yang diduga otak bom Thamrin.

Aman sendiri masih menjalani proses persidangan hingga saat ini.

Menariknya, Aman yang mendiami blok terpisah dari para napi teroris lain meminta agar para napi tidak membuat keributan yang disebabkan urusan dunia.

Berikut isi rekaman Aman Abdurrahman yang beredar ke publik.

“Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum.
Kepada ikhwan semua, saya Aman Abdurrahman, mendengar laporan, ini baru laporan dari pihak Densus (88), bahwa ada kekisruhan di tempat Antum. Dan itu menurut laporan sementara, itu karena masalah urusan dunia sehingga terjadi hal-hal yang tidak sepatutnya terjadi.

Untuk ini, sampai masalahnya saya mendapatkan penjelasan yang sebenarnya dari pihak Antum, untuk malam ini agar meredam dulu. Dan, ya, mungkin yang bukan penghuni agar keluar dulu gitu kan. Dan besok lusa, nanti utusan dari Antum bisa ketemu, minta agar ketemu dengan Ana supaya bisa menjelaskan masalah yang sebenarnya.

Karena untuk masalah urusan dunia, sepertinya tidak pantas terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kecuali ujntuk masalah prinsipil yang tidak bisa ditolerir, baru itu masalah lain. Tapi untuk lebih jelasnya mungkin besok lusa Ana bisa meminta penjelasan dari orang yang dituakan di antara Antum. Bisa Ustad Muslih, bisa Ustad Iskandar, atau yang lainnya.

Tapi untuk malam ini, agar meredam dulu. Biar, apa, yang penghuni, yang bukan penghuni biar pada keluar dulu, ya.

Itu mungkin dari Ana, mudah-mudahan bisa dipahami. Karena tidak ada manfaat juga bikin keributan di kandang singa. Mungkin seperti itu.

Wassalamualaikum wr wb.”

Semantara itu dari pihak napi teroris yang melakukan pemberontakan di lapas, mengungkapkan kejadian yang sebenarnya versi mereka.

Dikatakan bahwa kerusuhan dipicu akibat akumulasi ketidakadilan dan ketidakamanahan anggota polisi terhadap para napi.

Selain itu pemicu kemarahan napi sehingga berlaku kejam terhadap sejumlah anggota polisi adalah napi teroris ditembak lebih dulu oleh anggota Densus 88 di dalam lapas.

Berikut rekaman Abu Qutaibah jelaskan kronologis kerusuhan versi mereka.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kepada Ustadz Al Habib Aman Abdurrahman. Ana Abu Qutaibah Iskandar aka Alexander memberikan penjelasan seputar kronologi yang terjadi pada peristiwa insiden antara ikhwan dan petugas Densus 88, bada asar sore hari.

Jadi ini berawal dari semua permasalahan yang sudah dikumpul-kumpul, diakumulasi oleh ikhwan-ikhwan. Dari mulai masalah pembatasan tentang hak-hak, makanan, kemudian masalah besukan dan sebagainya.

Jadi puncaknya ketika ada ummahat (istri) yang datang dari rumah singgah ke Jakarta Barat. Dia membawa bingkisan titipan dari ikhwan yang ada di rumah singgah. Oleh petugas, seakan-akan mereka dibohongi. Barang itu tidak boleh masuk tapi kata mereka (polisi) itu sudah masuk. (kebohongan) Ini tidak bisa diterima ikhwan-ikhwan.

[bisik-bisik dengan kawannya]

Karena saya sendiri yang ikut, pada saat itu saya dipanggil oleh Pak Ahmad, (di situ) ada juga Ustadz Amir dan perwakilan dari blok tahanan.

Pak Ahmad mengatakan kalau barang itu (titipan) jangan bawa barang dari sidang. Kalaupun barang itu sudah telanjur masuk, suruh petugas yang bawa supaya tidak repot-repot diperiksa, asalkan jangan bawa barang terlarang. Inilah yang saya sampaikan kepada ikhwan.

Terus setelah itu apa yang terjadi, ummahat ini di persidangan seakan dibohongi oleh petugas. Jadi, setelah dicek barang-barang yang titipan ummahat itu tidak ada, ternyata mereka dilarang masuk atau memberikan akses.

[Terdengar orang berbisik dan berkata, “Keluhan ini sudah diperingatkan kepada mereka.]

Jadi sudah dikasih tahu ke mereka (polisi), tapi seakan-akan mereka mengabaikan. Saya sebagai juru bicara ikhwan dari tiga blok ini menyampaikan ke mereka (polisi) yang tujuan saya ini sebagai mediasi antara ikhwan dan petugas.

Tapi, malam itu, sekali lagi adalah akumulasi dari kejadian yang ada. Jadi pertama adalah makanan yang diberi ummahat.

Kedua, masalah besukan. Ini masalah klasik yang kami sudah peringatkan. Kami sudah bicarakan baik-baik tapi dalam prosedur pemeriksaan di depan (pos pemeriksaan) akhwat kami ditelanjangi.

Itu terkadang mereka sudah pakai celana dalam, disuruh loncat jongkok. Ini dengan tujuan kalau ada barang terlarang bisa jatuh karena disuruh loncat-loncat. Ini satu hal yang tidak manusiawi menurut kami. Tapi apa yang jadi keluhan ikhwan soal ini sudah saya sampaikan.

Pada malam itu (saat kejadian), kami meminta Budi sebagai penanggung jawab dan atasannya, Ahmad, untuk datang. Tapi nyatanya mereka mengatakan Budi enggak bisa datang, karena jauh. Sementara akhwat yang datang dari Depok datang ke Jakarta Barat dengan jarak tidak dekat.

Terus, untuk menyelesaikan persoalan, petugas ternyata tidak bisa datang. Harusnya ya minimal memberikan penjelasan kepada kami, supaya kami ini lega. Kalau kami bicara dengan sipir-sipir di bawah sini mereka kan tidak paham, karena mereka juga punya kebijakan yang ada tekanan dari atasan.

Nah, Budi semalam itu sudah mengatakan barang-barang yang disita dari rumah singgah akan dia masukkan. Tapi saya sekali lagi tidak bisa membendung ikhwan-ikhwan. Belum saya mau bicara dengan dia, ikhwan di sini keburu marah.

Akhirnya terjadilah penggedoran oleh ikhwan-ikhwan ke depan. Ya kemarin itu sebenarnya bukan soal makanan yang diambil, kita minta Budi itu datang memberikan penjelasan.

Tapi jawaban [yang kami terima], Budi enggak bisa datang karena katanya jauh. Pokoknya saya sudah mentok, saya enggak bisa membendung ikhwan-ikhwan ini, saya sudah berusaha membendung tapi insiden ini di luar dugaan saya.

Akhirnya, semua ikhwan keluar blok. Ketika mereka sampai dengan kemarahan mereka di kantor sipir, ada petugas Densus yang mengeluarkan tembakan kemudian ikhwan kami terluka, satu orang.

Kemudian ada lagi yang berdiri di depan itu mereka (polisi) tembak. Yang Insyaallah (dia) syahid. Itu dia Abu Ibrahim.

Wallahu a’lam ini semua di luar dugaan kami. Jadi kalau pihak Densus menyalahkan kami, tidak bisa. Karena insiden ini tidak ada rencana sebelumnya.

Wallahi, ini insiden yang spontan. Saya juga sudah berusaha beberapa kali menjadi mediator, jadi penyambung lidah ikhwan. Mungkin ini reaksi balik karena ikhwan kita ada yang tertembak jadi qadarullah. Di dalam juga ada Densus. Terjadilah hal-hal di luar dugaan kami.

Wallahu a’lam bishawab, inilah keterangan singkat dari ana untuk menjelaskan kronologi yang terjadi semalam.

Semalam petugas meminta saya untuk bicara tapi saya tidak mau bicara, karena saya juga sudah enggak sanggup untuk bicara. Sebab cara-cara yang saya kedepankan itu sudah saya lakukan. Saya sudah bicara dengan mereka. Tapi ini malah mengundang kemarahan ikhwan semua.

[Diskusi dengan rekan di sampingnya]

Jadi di sini, akibat dan reaksi dari luar yang menembak duluan kami. Sekarang kami di dalam ini semua pegang senjata. Pokoknya banyak, yang kami dapatkan dari gudang-gudang yang disimpan di atas, dengan peluru-peluru yang Insyaallah cukup.

Jadi opsi ditawarkan oleh ikhwan-ikhwan adalah kita damai. Damai ini pun juga keinginan dari kepolisian. Kemudian kita mengajukan poin-poin:

Pertama, ini tutup kasus. Jadi tidak ada yang dizalimi ikhwan-ikhwan. Itu keinginan kami semua di sini setelah kami rapat.

Kedua, kami meminta ikhwan yang di Pasir Putih (Lapas Nusakambangan) diberikan kelonggaran. Karena kami mendengar berita terakhir ada laporan pelanggaran HAM di sana. Info ini didapat dari istri yang besuk ke sana. Katanya kondisi mereka sangat memprihatinkan.

Kalau dua kesepakatan ini mentok, kami akan bicarakan lagi dengan ikhwan di sini. Kami akan rapat lagi.

Jadi, kami menahan diri dan bertahan di dalam. Ya walaupun kami tahu Polisi sudah ada iktikad memenuhi apa yang kita inginkan, tapi ikhwan di sini berjaga.

Mungkin ini saja keterangan dari kami, uztadz. Kami minta antum bicara karena ini adalah permintaan ikhwan semua.

Terus permintaan ikhwan agar antum berbicara di sini, entah itu antum didampingi mereka, (polisi) atau bagaimana. Yang jelas harus berbicara di depan kami. Itu yang diinginkan ikhwan semua.

Wallahu a’lam bishawab wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Begitulah dua rekaman yang beredar ke publik terkait kerusuhan di Mako Brimob sejak Selasa (8/5/2018) lalu dan berakhir Kamis (10/5/2018) pagi.

Belum dapat dikonfirmasi keaslian rekaman tersebut.

Diduga polisi memanfaatkan Aman Abdurrahman untuk mengendalikan situasi.

Aman sendiri tidak hadir ke persidangan yang beragendakan tuntutan di PN Jaksel pada Jumat siang.

sumber: pojoksatu

Halaman :

##NapiTerorisRusuh

Index

Berita Lainnya

Index