Puasa Hari Pertama, Ini Dia Waktu yang Utama Makan Sahur ala Rasulullah SAW

Puasa Hari Pertama, Ini Dia Waktu yang Utama Makan Sahur ala Rasulullah SAW
ilustrasi

HARIANRIAU.CO - Memasuki bulan Ramadan, umat Islam akan melaksanakan ibadah puasa mulai Kamis (17/6/2018). Bulan Ramadan menjadi bulan yang istimewa karena terdapat banyak keberkahan dan ampunan di dalamnya.

Dalam matan Ghayah wa Taqrib atau yang lebih populer dengan sebutan Matan Abi Syuja’, seperti dimuat NU.or.id, ada tiga amalan yang sangat dianjurkan pada saat puasa. Abu Syuja’ menuliskan:

"Disunahkan pada saat puasa tiga hal: menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur, dan meninggalkan perkataan kotor (keji)."

Berdasarkan keterangan di atas, setidaknya ada tiga perbuatan yang mesti kita biasakan pada saat mengerjakan ibadah puasa. Ketiga perbuatan yang dimaksud ialah:

Pertama, menyegerakan buka puasa. Kendati puasa menahan haus dan lapar, namun Tuhan tetap memberikan batasan kepada manusia.

Tidak baik menahan haus dan lapar seharian penuh. Karenanya, dalam puasa disunahkan untuk segera berbuka bila waktunya sudah masuk. Anjuran ini sejalan dengan hadits Nabi SAW:

"Manusia masih berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka,” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Kedua, mengakhirkan sahur. Selain berbuka, sahur juga merupakan kesunahan.

Sahur bertujuan agar perut tidak terlalu lapar dan lemah pada saat menjalankan puasa.

Nabi Muhammad SAW menganjurkan umatnya untuk mengakhirkan sahur.

Jangan sampai sahur pada awal malam atau tengah malam.

Usahakan sahur di akhir malam dan jangan pula terlalu dekat dengan waktu subuh supaya makannya tidak buru-buru.

Anjuran mengakhirkan sahur ini didasarkan pada hadis riwayat Ahmad:

Artinya, “Umatku berada dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur,” (HR Ahmad).

Ketiga, tidak berbohong dan berkata kotor. Puasa pada hakikatnya tidak hanya menahan haus dan lapar, tetapi juga menahan diri kita untuk tidak mengerjakan perbuatan maksiat dan munkar.

Itulah esensi dasar puasa. Karenanya, tidak dibenarkan berbohong dan berkata kotor.

Orang yang puasa, namun maksiatnya masih tetap jalan dan suka bohong, berkata kotor lagi kasar, Allah SWT tidak akan menerima puasanya. Puasanya menjadi percuma dan sia-sia.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadis: “Orang yang tidak meninggalkan berkata dusta dan berbuat dusta, maka Allah tidak peduli dengan haus dan lapar yang dia tahan,” (HR Al-Bukhari).

Demikianlah tiga kesunahan yang perlu dibiasakan di bulan Ramadhan.

Semoga dengan merutinkan tiga hal tersebut, puasa kita semakin berkah dan diterima Allah SWT. Wallahu a’lam.

Makan sahur

Makan sahur sangat disunahkan bagi orang yang berpuasa.

Dalam sebuah hadits dikatakan, “Sahurlah karena di sana terdapat keberkahan”.

Makan sahur merupakan keringanan (rukhsah) bagi orang yang ingin mengerjakan puasa.

Menahan haus dan lapar seharian penuh tentu sangat memberatkan.

Karenanya, Allah SWT mensyariatkan makan sahur dan buka puasa agar ibadahnya tidak terlalu berat.

Allah SWT sangat suka terhadap orang yang mengerjakan sesuatu yang sudah diringankan-Nya.

Nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan kepada umatnya untuk mengakhirkan sahur.

Anjuran Nabi ini terdapat dalam banyak hadits.

Misalnya hadits riwayat Ahmad, “Umatku berada dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur”.

Menurut Abu Bakar Al-Kalabazi, maksud dari mengakhirkan sahur tersebut ialah makan sahur di sepertiga terakhir malam. Dalam kitabnya Bahrul Fawaid disebutkan:

“Nabi SAW pernah ditanya, ‘Malam apa yang paling didengar (do’a)?’ ‘Sepertiga terakhir malam,’ tegas Nabi SAW.

Dalam hadits lain, Nabi SAW berkata, ‘Mengakhirkan sahur ialah bagian dari fitrah.’

Kemungkinan yang dimaksud mengakakhirkan sahur di sini ialah mengerjakannya di sepertiga terakhir malam.

Karena pada waktu itu doa, ampunan, dan hajat dikabulkan Allah SWT.”

Berdasarkan keterangan ini, tampaknya tujuan dari mengakhirkan sahur itu bukan semata makan dan minum,

tetapi mesti diiringi dengan ibadah lainnya, seperti shalat, dzikir, dan berdo’a.

Sebab itulah waktu terbaik untuk beribadah, terutama berdo’a.

Dilihat dari kebiasaan Nabi Muhammad SAW sendiri, Beliau sangat terbiasa bangun tengah malam dan shalat malam.

Sangat dimungkinkan jika Nabi SAW beribadah terlebih dahulu, baru makan sahur menjelang waktu subuh.

Berdasarkan kesaksian Hudzaifah, ia pernah makan sahur bersama Nabi Muhammad SAW saat menjelang subuh, (HR Ibnu Majah).

Kesaksian Hudzaifah ini diperkuat oleh pengakuan Zaid bin Tsabit. Zaid pernah sahur bersama Nabi Muhammad SAW kemudian setelah itu shalat berjamaah.

Ketika ditanya, berapa lama jarak antara selesai makan dan shalat, Zaid menjawab, “Kisaran membaca lima puluh ayat,” (HR Ibnu Majah).

Dengan memperhatikan berbagai pendapat dan riwayat ini, dapat disimpulkan bahwa waktu paling baik makan sahur ialah di sepertiga terakhir malam, terutama menjelang waktu subuh.

Usahakan jarak antara makan dan waktu subuh tidak terlalu dekat, supaya makannya tidak terburu-buru dan ada kesempatan untuk menyikat gigi. Wallahu a’lam.

Halaman :

Berita Lainnya

Index