'Demi Kau dan Sibuah Hati', Taufik Rela Berkeliling Jualan Ember Walau Cuma Punya Satu Kaki

'Demi Kau dan Sibuah Hati', Taufik Rela Berkeliling Jualan Ember Walau Cuma Punya Satu Kaki

HARIANRIAU.CO - Apa yang dilakukan Taufik Hasibuan (30), patut menjadi contoh dalam soal kegigihan dan bagi yang berfisik sempurna dan tak mau bekerja harus merasa malu kepada Taufik.

Warga Desa Sopotinjak, Kecamatan Batang Natal, Madina, Sumatera Utara, itu tidak pernah menyerah mengais sejumput rezeki untuk menafkahi istri dan anak-anaknya, meski tubuhnya kini tak lagi utuh. 

Taufik harus berjalan menggunakan penopang tongkat kayu, karena sebelah kakinya sudah diamputasi. Tanpa mengenal lelah, dia berjalan menjajakan ember plastik yang menjadi dagangannya di seputaran Kota Lhokseumawe dan sekitarnya. 

Pria yang mengaku baru sebulan menetap di Lhokseumawe itu, menjalani hari-harinya dengan berkeliling hingga puluhan kilometer untuk menjajakan dagangan baskom atau ember dengan kondisi kaki, (maaf) buntung, dan terpaksa menggunakan tongkat penopang yang terbuat dari kayu. 

Seperti pengakuan Taufik kepada Ajnn, kakinya itu harus diamputasi akibat patah setelah hancur tertimpa kayu saat bekerja di kampung halamannya delapan tahun lalu. 

“Saya mungkin tidak seberuntung orang lain. Tapi saya tidak mau mengemis,” kata Taufik seperti dilansir Metro24jam.com.

Vonis amputasi sempat membuat Taufik syok. Namun akhirnya dia pasrah dan ridha atas semua kehendak dan cobaan yang diberikan Allah terhadap dia dan keluarganya. 

“Saat divonis kaki saya harus di amputasi, saya dan keluarga sempat kaget. Namun mungkin itulah jalan terbaik saat itu, dan saya harus ikhlas atas semua kehendak yang maha kuasa,” ujarnya. 

Taufik mengatakan, selama satu bulan berada di Lhokseumawe, dia menjajakan baskom atau ember plastik yang diambilnya dari salah seorang agen dari Jakarta. 

Dia menjual ember plastik itu dengan harga bervariasi, mulai Rp35 ribu hingga Rp180 ribu per buah.

“Kadang-kadang pinggul saya terasa sakit juga waktu malam, karena berjalan terus seharian. Terkadang dalam satu hari tidak satu pun dagangan saya laku, tapi saya tidak akan menyerah,” ungkapnya dikutip harianriauco dari laman riausky.com. 

Sebelum memutuskan berjualan ember plastik di Lhokseumawe, Taufik mengatakan, dia bekerja serabutan sebagai seorang petani sayur dan cabai di kampungnya. 

“Saya tidak boleh menyerah untuk menafkahi keluarga, dan anak-anak saya masih sekolah di kampung sana. Meskipun terkadang harus berurai air mata dan pernah tidak makan saat bekerja di perantauan,” tegasnya. 

Halaman :

Berita Lainnya

Index