Terkuak Fakta 634 Kampus di Indonesia Tidak Sehat

Terkuak Fakta 634 Kampus di Indonesia Tidak Sehat

HARIANRIAU.CO - Perkembangan perguruan tinggi di Indonesia cukup pesat. Sejauh ini tercatat ada 4.529 perguruan tinggi yang ada di Tanah Air. Namun, dari jumlah itu masih ada 634 atau sebesar 14% dalam kondisi kurang sehat.

Kampus-kampus ini pun diminta untuk merger agar dunia pendidikan tinggi semakin kuat. “Jumlah perguruan tinggi yang kecil-kecil itu sebanyak 70% dari 4.529 perguruan tinggi yang ada. Sebanyak 14% dari 4.529 itu kurang sehat,” kata Dirjen Kelembagaan Iptek Dikti Kemenristekdikti Patdono Suwignjo dalam Forum Konsultasi Publik di Kantor Kemenristekdikti, Jakarta.

Patdono mengatakan, definisi kurang sehat itu ditandai dengan adanya sebagian standar nasional pendidikan tinggi dan standar perguruan tinggi yang tidak terpenuhi.

Dia pun menyayangkan menurunnya mutu perguruan tinggi ini, sebab semua standar itu sudah terpenuhi semasa awal pendirian. Atas kondisi itu, ujarnya, pemerintah sudah meminta kampus melakukan merger. Khususnya bagi kampus yang hanya memiliki 1-2 program studi (prodi) lebih baik dimerger sehingga bisa memperluas daya tampung mahasiswa.

“Banyak yang mau merger, tapi masih wait and see. Padahal banyak perguruan tinggi yang dulu kurang sehat setelah merger menjadi kampus sehat,” katanya.

Patdono mengungkapkan, kementerian menginginkan tahun depan ada pengurangan hingga 1.000 perguruan tinggi. Usulan pemerintah untuk merger sudah disambut baik perguruan tinggi.

Saat ini ada 200 usulan kampus yang mau merger karena ingin menjadi perguruan tinggi lebih sehat dan bermutu.

Meski jumlah kampus di Indonesia ada ribuan namun angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi masih rendah, yakni 31,5. Angka ini jauh jika dibandingkan dengan APK Malaysia yang sudah 38, Thailand 52, Singapura 78, dan Korea 92.

“Persentase penduduk usia kuliah di Indonesia masih rendah, sementara jumlah perguruan tinggi lebih banyak,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjiafudian berpendapat, adanya kampus-kampus yang dinilai kurang sehat oleh Kemenristekdikti semestinya menjadi koreksi dan pembelajaran bagi pemerintah. Jika memang sebuah perguruan tinggi diminta dibubarkan oleh pemerintah, lalu mengapa dulu izin pendirian kampusnya bisa diloloskan.

Politikus Golkar ini mengatakan, apa pun alasan pemerintah membubarkan atau menggabung suatu kampus, maka harus ada pertimbangan-pertimbangan yang dilihat kembali. Pemerintah harus memperkuat dulu fungsi pembinaan dan pengawasan.

“Jangan asal langsung menutup atau menggabungkan, sebab kampus swasta pun banyak memberi kontribusi positif bagi pendidikan Indonesia,” katanya dikutip harianriau.co dari laman okezone.

Hetifah menuturkan, pemerintah mesti ingat bahwa kampus-kampus swasta menampung anak-anak yang gagal masuk ke kampus negeri. Selain itu, peranan kampus swasta juga sama pentingnya dengan perguruan tinggi negeri untuk menaikkan APK yang masih terbilang rendah.

Kalaupun pemerintah dengan sangat terpaksa membubarkan suatu kampus, maka harus dipastikan dulu tidak ada yang dirugikan. Mahasiswa harus mendapat kampus baru untuk menuntut ilmu, dosen pun harus bisa mencari kerja di tempat baru, dan juga pegawai lainnya.

“Maka dosen, mahasiswa, tendik (tenaga pendidik), yayasan, wajib terlibat dalam proses tersebut,” ungkapnya. Pengamat pendidikan tinggi dari UPI, Said Hamid Hasan menyatakan, keinginan pemerintah agar tahun depan ada pengurangan 1.000 perguruan tinggi merupakan kebijakan aneh. Menurut dia, keinginan itu pula menunjukkan ketidakmampuan pemerintah menyelesaikan persoalan pendidikan tinggi.

Said menekankan, semestinya pemerintah membina kampus itu hingga memenuhi persyaratan akreditasi minimal B. Namun, ujarnya, tampaknya pemerintah telah kebobolan dalam memberikan izin pendirian. 

Halaman :

Berita Lainnya

Index