Gubri: Migas Tak Lagi Primadona di Riau

Gubri: Migas Tak Lagi Primadona di Riau

PEKANBARU - Terkenal sebagai penyumbang minyak dan gas (Migas) terbesar di Indonesia setelah Kalimantan, Provinsi Riau ternyata sudah tak menjadikan sektor ini sebagai primadona utama lagi.

Hal ini sangat beralasan karena adanya pengurangan dan perimbangan dana bagi hasil (DBH) sektor Migas dari Pemerintah Pusat yang berakibat pada defisitnya anggaran hingga kekosongan kas daerah.

Beberapa tahun belakangan, Pemerintah Provinsi Riau mulai melirik dan menggencarkan pengembangan sektor pariwisata. Salah satu buktinya dengan Program Riau Menyapa Dunia.

Sektor ini, kata Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, sudah mengelami kemajuan pesat. Di mana dalam laporannya, Kementerian Pariwisita menyebut Riau berada di peringkat kedua dalam pengembangan wisata.

"Posisi kita nomor 2 setelah Sulawesi Utara dalam pengembangan wisata," kata pria disapa Andi Rachman itu di Taman Wisata Alam (TWA) Rimbo Tujuh Danau di Desa Buluh Cina, Kabupaten Kampar, Rabu 1 Maret 2017.

Kawasan lindung dan tempat tinggal berbagai jenis satwa dilindungi ini sudah ada sejak tahun 2006. Pengembangan terus dilakukan dengan tujuan bisa menjadi destinasi wisata nasional bahkan internasional.

Andi menceritakan, kawasan seluar 963 hektar lebih kurang ini terdapat 7 buah danau di dalamnya. Keindahan alamnya yang masih asri dan eksotik dinilai mampu menarik perhatian wisatawan.

Nantinya setiap danau yang ada bakal dibuatkan sampan untuk pengunjung. Sampan ini bakal dikelola warga tempatan dengan sistem sewa, sehingga bisa membantu ekonomi masyarakat.

"Ini bisa membantu sektor ekonomi masyarakat. Nantinya bisa warga membuat usaha seperti makanan dan penginapan di sini," kata Andi.

Selain ekonomi, kawasan ini nantinya juga bisa menjadi penelitian sumber daya alam. Sebab di sini, banyak terdapat berbagai satwa dan tumbuhan yang bisa dipelajari karena masih asri.

Adanya kawasan ini, tegas Andi, bakal melengkapi sejumlah objek wisata di Riau. Pasalnya di Riau sudah ada Pantai Rupat dengan pasir putihnya, Ombak Bono dan kawasan Tesso Nilo.

"Banyak pilihan nantinya kalau wisatawan berkunjung ke Riau. Makanya, kawasan ini harus dijaga dengan baik, jangan rusak keasriannya," pinta Andi.

Sementara itu, Kepala BBKSDA Riau Mahfudz menyebut kawasan ini didominasi ekosistem hutan daratan rendah dan mayoritas mempunyai topografi datar dengan kemiringan maksimal 25 persen.

"Terdapat sejumlah pohon di sini, di antaranya Mempening, Balanti, Bongkal, Kandis,rengas, Samoram, Sigadabu dan Simpur," sebut Mahfudz.

"Sedangkan satwa liarnya adalah Kijang, Beruang Madu, Landak, Rusa, Siamang, Enggang, Kera, Monyet, Ayam Hutan, Merbah dan Tenggiling," tambahnya.

Di lokasi ini, sambungnya, punya ekowisata yang sangat luar biasa. Di mana ada sungai besar yang membelah kawasan dan terdapat 7 danau di dalam kawasan.

Menurutnya, pemeliharaan kawasan konservasi ini melibatkan masyarakat secara penuh sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara langsung.

"Pengelolaan mengedapan kelestarian flora dan fauna serta ekosistem di dalamnya. Kita sangat yakin pengelolaan yang mengedepankan kelestarian memberikan manfaat berkelanjutan," tegasnya. (Frc)

Halaman :

Berita Lainnya

Index