Jepang Catat Rekor Bunuh Diri Tertinggi di Dunia

Jepang Catat Rekor Bunuh Diri Tertinggi di Dunia
Ilustrasi

TOKYO - Jumlah warga Jepang yang memilih mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri di tahun 2016, mengalami penurunan.

Fakta itu merupakan pertanda baik bagi Negeri Matahari Terbit yang selama ini dikenal sebagai negara dengan tingkat bunuhh diri warga tertinggi di dunia. 

Kementerian Kesehatan Jepang, Kamis (23/3/2017) mengungkap, pada tahun 2016 lalu tercatat angka kematian akibat bunuh diri mencapai 21.897 orang.

Jumlah ini menurun dari catatan tahun 2011 dan 1994 yang menembus angka lebih dari 30.000 orang.

Dari jumlah tersebut, tercatat pula 15.121 korban adalah laki-laki dan 6.776 perempuan.

Penurunan jumlah kematian akibat bunuh diri ini merupakan tren positif di Jepang yang terjadi dalam tujuh tahun berturut-turut.

Kendati demikian para ahli mengaku sulit untuk menemukan alasan dari penurunan angka tersebut.

Sebab, aksi bunuh diri selalu merupakan kombinasi dari banyak faktor.

Selama ini, Pemerintah Jepang telah mengambil langkah khusus untuk menangani persoalan tersebut. Hal itu diawali dengan pembuatan undang-undang di tahun 2006.

Hukum yang mengatur tentang pemberian pinjaman kepada warga pun telah diperketat. Hal itu menyebabkan warga tak bisa mengambil utang terlalu banyak.

Langkah tersebut dilakukan seiring dengan kampanye untuk membawa isu maraknya kasus bunuh diri tersebut ke muka publik.

“Saat ini kita bisa berbicara mengenai bunuh diri," ungkap Yasuyuki Shimuzu, seperti dikutip laman Japan Today.

Shimuzu adalah pendiri Lifelink, sebuah lembaga nirlaba untuk pencegahan aksi bunuh diri. 

“Saya percaya perubahan kondisi lingkungan membuat segalanya menjadi lebih mudah, juga memudahkan mereka yang 'bermasalah' mencari tempat pertolongan," kata dia.

Sebelum ada kabar baik, tentu ada kabar buruk. 

Jumlah angka kematian karena bunuh diri di Jepang meningkat tajam pada tahun 1998, hingga jauh melebihi jumlah 30.000 jiwa.

Rekor itu pun bertahan hingga tahun-tahun berikutnya, selama lebih dari satu dekade.

Masa itu menjadi masa di mana perekonomian Jepang mengalami krisis, kebangkrutan, dan persoalan pengangguran yang memuncak.

Angka bunuh diri pun mencapai 26 kasus di tiap 100.000 penduduk.

Satu-satunya kabar baik adalah, angka kematian akibat bunuh diri tak melambung lagi setelah resesi para di era 2008-2009.

Kemudian di tahun 2010, penurunan mulai terjadi. Dan sejak itu, angka tersebut kian berkurang dari tahun ke tahun, hingga mencapai rekor terendah seperti era sebelum 1998. 

Ada data mengenai faktor utama dari tingginya angka bunuh diri hingga lebih dari 30.000 orang per tahun, dan penurunan hingga mendekati angka 20.000 pertahun.

Faktor utama tersebut adalah mengenai isu kesehatan dan persoalan finansial.

Penurunan tajam pun terjadi pada kelompok umur 50-59 tahun.

Para pakar menyebut, langkah yang diambil pemerintah sejak 2006 telah menunjukkan perkembangan yang efektif.

Langkah itu mengarah para perbaikan kehidupan sosial ekonomi warga, yang diidentifikasi menjadi salah satu faktor utama kasus bunuh diri di kelompok usia menengah. 

Upaya preventif pemerintah itu telah membuat fokus pencegahan beralih kepada kelompok anak muda dan orang tua. Pada kelompok itulah angka kematian akibat bunuh diri tak turun signifikan. 

Meskipun mengalami penurunan, angka kematian akibat bunuh diri di Jepang masih tercatat sebanayak 17,3 per 100.000 warga di tahun 2016.

Capaian itu masih menempatkan Jepang sebagai negara dengan angka bunuh diri tertinggi di dunia.

Di Amerika Serikat, angka kematian akibat bunuh diri tercatat sekitar 13 per 100.000 orang per tahun. Di Inggris, angkanya tercatat di bawah 10 per 100.000,

Shimizu mengatakan, Jepang harus mencari langkah yang jitu untuk membuat rasio itu berkurang hingga mencapai 14.000-15.000 kematian per tahun. (kmp)

Rasio yang kini masih tinggi mencerminkan Jepang sebagai negara yang sulit untuk dijadikan tempat hidup.

Pandangan itu dikatakan Dr Yutaka Motohashi, Kepala Lembaga Pemerintah untuk Pemberantasan Bunuh Diri di Jepang. 

“Pencegahan bunuh diri bukan tugas para pakar atau pun lembaga-lembaga khusus yang menangani persoalan tersebut. Masalah ini adalah beban semua orang," kata dia.

“Kita dapat melakukan langkah kecil yang sederhana dengan mencoba untuk selalu menjangkau orang-orang di sekitar kita," ungkap Motohashi. (Kmp)

Halaman :

Berita Lainnya

Index