HARIANRIAU.CO - Penanganan perkara dugaan korupsi SPPD fiktif di Sekretariat DPRD Rokan Hilir dipastikan tetap berjalan, meski Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dikembalikan oleh jaksa. Kini, penyidik tengah mendampingi Tim BPK dalam perhitungan kerugian negara.
Perkara ini diusut Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) telah dinaik ke tahap penyidikan pada 6 Mei 2021 lalu. Ditingkatkannya status perkara ini pascapenyidik menemukan peristiwa pidana serta dua alat bukti permulaan yang cukup.
Penyidik mengirimkan SPDP ke Kejaksaan pada 31 Mei 2021. Proses penyidikan pun dimulai dengan melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan alat bukti. Jaksa pun juga pernah menpertanyakan perkembangan perkara dengan mengirimkan surat atau P-17 pada 2 November 2021 lalu.
Pada 22 Februari 2022, penyidik mengirimkan perkembangan perkara. Akan tetapi, selang tiga bulan kemudian tepatnya 20 Mei 2022, Jaksa Peneliti mengambil keputusan dengan memgembalikan SPDP perkara tersebut ke penyidik.
Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto dikonfirmasi perihal perkembangan penanganan perkara itu, menyebutkan masih berproses. Pihaknya kata dia, tengah berupaya merampungkan penyidikan dugaan korupsi SPPD fiktif di Setwan Rohil.
“Tim kita sedang dampingi tim BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk penghitungan kerugian negara (kasus tersebut),” sebut Sunarto, Kamis (30/6) seperti dimuaat riauaktual.com.
Penanganan perkara menindaklanjuti laporan yang diterima Polda Riau melalui Ditreskrimsus pada medio September 2018 lalu. Laporan itu terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rohil oleh BPK Perwakilan Provinsi Riau tahun 2017.
Dalam LHP itu dinyatakan terdapat dugaan penyimpangan SPPD yang digunakan anggota Dewan tanpa didukung Surat Pertanggungjawaban (SPJ), sehingga potensi kerugian negara mencapai miliaran rupiah.
Atas temuan itu sejumlah anggota DPRD Rohil kala itu berbondong-bondong mengembalikan dana tersebut ke kas daerah. Bahkan, ada juga anggota DPRD yang membuat pernyataan di atas materai yang menerangkan bahwa mereka tidak pernah menerima sepeser pun dana tersebut.
"Memang sudah ada beberapa melakukan pengembalian. Yang mengembalikan dari anggota Dewan," ungkap Gidion Arif Setiawan kala masih menjabat Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kamis (29/11/2018) lalu.
Lanjut Gidion, saat itu sudah ada puluhan orang yang dimintai keterangan, baik dari kalangan anggota Dewan maupun aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Sekretariat DPRD Rohil.
Adapun anggota Dewan yang telah diperiksa, di antaranya Afrizal alias Epi Sintong yang saat ini menjabat Bupati Rohil. Lalu, Rusmanita dan Jerli Silalahi. Mereka diperiksa pada Selasa (9/10/2018) lalu.
Selain anggota Dewan, tim penyelidik juga melakukan klarifikasi terhadap Pengguna Anggaran (PA) periode Januari-Juni 2017 berinisial SA, dan PA periode Juni-November 2017 berinisial FR.
Lalu, Bendahara Pengeluaran periode Januari-Juni 2017 berinisial RJ, Bendahara pengeluaran periose Juni-November 2017 berinisal PS, serta Bendahara Pengeluaran periode November-Desember 2017 berinisial AS. Sisanya adalah sebanyak 38 orang saksi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) tahun 2017.
Dari informasi yang dihimpun terkait dugaan penyimpangan dalam perkara ini, pada Maret 2017 lalu, Setwan Rohil menerima uang persediaan (UP) sebesar Rp3 miliar. Dari jumlah itu yang bisa dipertanggungjawabkan sekitar Rp1,395 miliar, sedangkan sisanya Rp1,6 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Lalu, penggunaan uang pajak reses II oleh Sekretaris Dewan (Sekwan) Rohil atas nama Firdaus selaku Pengguna Anggaran sebesar Rp356.641.430. Namun dana itu telah disetorkan ke kas daerah. Kemudian penggunaan uang pajak reses III oleh Sekwan atas nama Syamsuri Ahmad sebesar Rp239.105.430 dengan modus tidak disetorkan.
Selanjutnya, terhadap anggaran dilakukan ganti uang (GU) sebanyak dua kali masing-masing sebesar Rp1.064.023.000 diperuntukan membayar hutang kepada Lisa atas perintah Syamsuri, dan Rp1.100.331.483 untuk pembayaran hutang kepada Syarifudin. Penggunaan GU tersebut belum ada pertanggungjawabannya.