Ini Sosok di Balik Lahirnya Sumpah Pemuda

Ini Sosok di Balik Lahirnya Sumpah Pemuda
Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda. Foto net

JAKARTA – Kebanyakan orang hanya mengenal Moehammad Yamin yang menuliskan naskah Sumpah Pemuda pada Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 silam. Namun, ada satu nama yang sejatinya memiliki peran dan andil penting cukup besar dalam tonggak lahirnya Sumpah Pemuda itu. Dia adalah Soegondo Djojopuspito.

Pada awalnya, para pemuda memiliki tekad untuk membuat sebuah wadah yang bisa menjadi pemersatu seluruh organisasi pemuda dari seluruh Indonesia.

Maka, dimulailah dengan Kongres Pemuda I pada 1926 yang dilanjutkan dengan pertemuan pada 20 Februari 1927 yang masih belum menghasilkan keputusan final.

Pertemuan selanjutnya kembali diadakan pada 3 Mei 1928 dan berlanjut dengan pertemuan pada 12 Agustus 1928.

Surat petikan hasil Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928

Pada pertemuan terakhir ini, dihadiri semua organisasi pemuda dan menghasilkan keputusan untuk mengadakan kongres pada bulan Oktober 1928.

Terbentuk pula susunan panitia yang menempatkan Soegondo dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) sebagai Ketua Kongres yang menjadi penggagas Kongres Pemuda Indonesia.

Susunan panitia itu diikuti nama-nama lain, yakni R.M. Wakil Ketua: Joko Marsaid (Jong Java), Sekretaris: Moehammad Yamin (Jong Soematranen Bond) dan Bendahara: Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond).

Sedangkan Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond), R. Katjasoengkana (Pemoeda Indonesia), R.C.I. Sendoek (Jong Celebes), Johannes Leimena (Jong Ambon) dan Mohammad Rochjani Su’ud (Pemoeda Kaoem Betawi) bergabung sebagai panitia anggota.

Kongres pun dimulai dengan rapat pertama, pada 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng).

Agenda rapat ini berisi tentang pemaparan Soegondo yang berharap kongres tersebut bisa memperkuat persatuan pemuda seluruh Indonesia.

Disambung dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda.

Dalam pemaparan itu, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan dan kemauan.

Pada rapat kedua, 28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan.

Kedua pembicara, yakni Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro. Keduanya membahas pentingnya pendidikan yang seimbang antara di sekolah dan di rumah serta pendidikan yang demokratis.

Patung dada Soegondo Djojopuspito di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat

Sedangkan rapat penutup diselenggarakan di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106.

Di sini, Sunario menegaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi di samping gerakan kepanduan (persatuan dan kesatuan).

Sementara Ramelan menyatakan bahwa gerakan nasional tak bisa dipisahkan dari kepaduan, disiplin dan kemandirian yang dibutuhkan dalam sebuah perjuangan.

Sebelum kongres ditutup, lagu ‘Indonesia Raya’ karya WR Soepratman pun diperdengarkan dengan biola tanpa adanya syair.

Nah, saat detik-detik terakhir menjelang penutupan kongres, M Yamin menyodorkan secarik kertas kepada Soegondo yang sedang berpidato sembari berbisik.

M. Yamin adalah salah seorang pemuda yang cukup mahir berbahasa Indonesia dan mampu menerjemahkan trilogi Kongres Pemuda untuk mengejawantahkan gagasan Soegondo di awal tujuan kongres.

“Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini),” ucap M Yamin kepada Soegondo.

Kertas itu tak lain adalah teks Sumpah Pemuda yang kita kenal saat ini ‘Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa’.

Usai dibacakan Soegondo, naskah yang saat itu disebut sebagai Sumpah Setia itu mendapat persetujuan dari seluruh peserta kongres yang dilanjutkan dengan paraf setuju oleh Soegondo.

Soegondo Djojopuspito tercatat lahir di Tuban, Jawa Timur, 22 Februari 1005 dan meninggal di Yogyakarta pada 23 April 1978.

Pada 1978, pemerintah Indonesia menganugerahkan Tanda Kehormatan Indonesia berupa Bintang Jasa Utama dan Satya Lencana Perintis Kemerdekaan pada 1992.

Pada 18 Juli 2012 Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) meresmikan Wisma Soegondo Djojopuspito di Cibubur, Jakarta Timur, yang hingga kini menjadi salah satu lokasi pelatihan bagi para anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).

Sementara, patung dada Soegondo Djojopuspito tersimpan di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat.

Hal itu untuk menandai perannya sebagai salah seorang di balik peristiwa sejarah lahirnya bangsa Indonesia pada 1928 disusul lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 17 Agustus 1945.

Sayangnya, hingga kini, meski sudah berkali-kali namanya diusulkan sebagai Pahlawan Indonesia, berkali itu pula tak pernah terwujud. 

Halaman :

Berita Lainnya

Index