Remaja 13 Tahun Dibunuh, Disodomi, Dubur Ditusuk Kayu Lalu Dibenam ke Lumpur

Remaja 13 Tahun Dibunuh, Disodomi, Dubur Ditusuk Kayu Lalu Dibenam ke Lumpur
Tersangka Juprianto Munthe (2 dari kanan) saat diboyong petugas ke TKP pembunuhan. (ist/metro24jam.com)

HARIANRIAU.CO - Meski sudah melakukan kejahatan berat, namun tak terlihat penyesalan dari Juprianto Munthe saat ditangkap polisi usai membunuh Dimpu Munthe (13), Kamis (2/4/2020) kemarin. 

Ketika disidik maupun dibawa kembali ke lokasi pembunuhan, pria 32 tahun itu seakan tebar pesona dengan selalu tersenyum. 

Berdasarkan keterangannya kepada polisi, Juprianto Munthe mengaku membunuh Dimpu Munthe, gara-gara merasa tersinggung dengan ucapan pelajar kelas VIII SMP itu yang menyebut dirinya sebagai ‘babi’. 

Seperti disampaikan Kapolres Humbahas, AKBP Rudi Hartono dalam keterangannya melalui Paur Subbag Humas Bripka Syawal Lolobako, ucapan Dimpu Munthe tersebut membuat Juprianto kalap dan langsung memukuli remaja itu. 

Diketahui, aksi pembunuhan sadis itu dilakukan di parit persawahan Parsambilan, Dusun Siambaton, Desa Sirisirisi, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan. 

Tak hanya memukuli, Juprianto juga diduga telah menyodomi remaja 13 tahun tersebut. Setelah menyodomi, pria itu kemudian menusuk dubur Dimpu dengan sepotong kayu sepanjang lebih kurang 25 cm dan diameter 3 cm. Hal itu terungkap berdasarkan hasil visum dan otopsi yang dilakukan tim forensik di RS Bhayangkara Medan. 

Hasil pemeriksaan polisi lebih lanjut akhirnya diketahui, bahwa sebelum menganiaya Dimpu Munthe hingga tewas, Juprianto juga ternyata telah menganiaya seorang warga bermarga Situmorang di perladangan Lumban Paung, Desa Bona Nionan, Dolok Sanggul, di hari yang sama sekira pukul 13.00 Wib. 

Dari sana, Juprianto melarikan diri menuju perladangan Lumban Siambaton, Desa Sirisirisi, Doloksanggul. Kemudian, sebelum diringkus polisi pada hari Jum’at (3/4/2020), pria itu juga telah melakukan penganiayaan terhadap namboru (bibi) kandungnya, hingga wanita itu luka berat. 

Usai melakukan penganiayaan tersebut, perangkat desa dan warga Bona Nionan mengamankannya di kantor desa setempat sekira pukul 10.30 Wib, sebelum diserahkan kepada pihak kepolisian. 

Atas perbuatannya, polisi mempersangkakan Juprianto dengan pasal 80 ayat (3) Undang-undang No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 

“Hasil visum et repertum dan otopsi, terdapat luka pada bagian wajah, dagu, leher sebelah kanan dan kiri. Luka memar di bibir luar dan dalam, luka lecet di perut bagian kanan (akibat dari kekerasan benda tumpul), di dubur korban terluka 2 cm (diduga sementara korban disodomi), keluar darah dari telinga kanan dan hidung akibat ada tanda-tanda kekerasan dibagian wajah,” jelas Syawal. 

Dari temuan adanya lumpur di saluran pernafasannya, Dimpu Munthe diduga tewas setelah dibenamkan ke dalam parit. 

“Saat dilakukan pemeriksaan verbal dengan didampingi keluarga dan penasehat hukum yang ditunjuk penyidik di Mapolsek Dolok Sanggul, sekira pukul 17.30 Wib, tersangka melawan perintah penyidik untuk menandatangani berkasnya dan berupaya meninggalkan ruang pemeriksaan,” beber Syawal. 

Selanjutnya, pihak kepolisian mengeluarkan Surat Perintah Penahanan nomor: SP.HAN/16/IV/2020/Reskrim. Berdasarkan tindak-tanduknya selama pemeriksaan, polisi menduga, Juprianto mengalami gangguan kejiwaan untuk selalu melakukan tindak kekerasan (psikopat). 

Selanjutnya, Jum’at (3/4/2020) sekira pukul 22.00 Wib, Juprianto dibawa ke RSJ Prof M Ildrem Medan, untuk pemeriksaan kejiwaan. “Akan dipantau dan dijaga pihak kepolisian selama 14 hari observasi,” pungkas Syawal Lolobako. 

Sumber: metro24jam.com 

Halaman :

Berita Lainnya

Index