Sejarah Salat Tarawih di Rumah Ketika Zaman Nabi Muhammad

Sejarah Salat Tarawih di Rumah Ketika Zaman Nabi Muhammad
ilustrasi/int

HARIANRIAU.CO - Pemerintah melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak masyarakat untuk menyesuaikan kegiatan ibadah di rumah masing-masing selama bulan Ramadan. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan penyebaran virus corona.

Artinya, salat tarawih yang biasanya dilakukan di masjid secara berjamaah sekarang dikerjakan di rumah.

Ternyata, Nabi Muhammad juga pernah melakukan salat tarawih di rumah. Sejarah shalat tarawih di rumah dapat ditemukan dalam kitab hadits seperti Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, Malik dan Ahmad, menurut NU Online, situs resmi Nahdlatul Ulama.

Sejarah salat tarawih pada zaman Nabi Muhammad ini diceritakan oleh Siti Aisyah RA yang mengisahkan peristiwa yang terjadi pada 10 malam terakhir pada sebuah Ramadhan.

Saat itu Rasulullah melakukan shalat tarawih bersama beberapa orang. Pada malam selanjutnya sebagian sahabat yang tidak ikut pada malam sebelumnya hadir sehingga shalat tarawih Rasulullah di masjid diikuti oleh banyak jemaah dibanding pada malam sebelumnya.

Lalu malam ketiga, masjid penuh sesak dengan jemaah yang menanti Rasulullah. Tetapi Nabi Muhammad SAW tidak keluar rumah.

Rasulullah mengabarkan bahwa beliau mengetahui keinginan para sahabat untuk shalat tarawih bersamanya. Tetapi ia khawatir Allah menurunkan wahyu yang berisi perintah shalat tarawih sehingga shalat sunnah malam Ramadan itu hukumnya menjadi wajib.

Sikap diam diri di rumah menunjukkan rahmat, kasih sayang, dan perhatian Rasulullah SAW kepada umatnya sebagaimana Surat At-Taubah ayat 128. (Abdul Muhsin Abbad, Syarah Abu Dawud).

“Sungguh, seorang rasul dari kaummu sendiri telah datang kepadamu, (seorang rasul yang) merasa keberatan atas kesulitanmu, yang sangat menginginkan (keimanan) bagimu, yang sangat berbelas kasih dan penyayang terhadap orang-orang beriman,” (Surat At-Taubah ayat 128).

Sebagian riwayat menyebutkan para sahabat yang tidak sabar sampai melempari pintu rumah Rasulullah SAW dengan kerikil kecil. Hal itu membuat Rasulullah terpaksa keluar untuk mengabarkan kekhawatirannya akan turunnya wahyu yang mewajibkan shalat tarawih.

Adapun redaksi hadits riwayat Siti Aisyah RA dapat dibaca sebagai berikut:

“Dari Aisyah RA, istri Rasulullah SAW, Rasulullah SAW melakukan shalat (tarawih) di masjid pada suatu malam. Orang-orang bermakmum kepadanya. Malam berikutnya, Rasulullah SAW kembali shalat tarawih dan jamaahnya semakin banyak. Pada malam ketiga atau keempat, jamaah telah berkumpul, tetapi Rasulullah SAW tidak keluar rumah. Ketika pagi Rasulullah mengatakan, ‘Aku melihat apa yang kalian perbuat. Aku pun tidak ada uzur yang menghalangiku untuk keluar menemui kalian, tetapi aku khawatir ia (shalat tarawih) diwajibkan,’” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, Malik dan Ahmad).

Menurut penulis artikel di NU Online Alhafiz Kurniawan, sejak peritiwa itu Ramadan berlalu dengan sepi tanpa ada aktivitas salat tarawih berjamaah di masjid.

Para sahabat melakukan shalat tarawih di rumah dan di masjid secara sendiri-sendiri. Hal ini berlangsung hingga Rasulullah wafat.

Lalu pada malam Ramadan di era pemerintahan Sayyidina Abu Bakar RA masjid juga masih sepi dari shalat tarawih berjemaah.

Situasi baru berubah di masa pemerintahan Amirul Mukminin Sayyidina Umar bin Khattab. Ia mengumpulkan masyarakat untuk menghidupi malam Ramadan dengan shalat tarawih berjemaah di masjid.

Hal ini dilakukan karena Rasulullah SAW telah wafat sehingga tidak ada lagi kekhawatiran turunnya wahyu yang mewajibkan shalat tarawih. (suara.com)

Halaman :

#Ramadan

Index

Berita Lainnya

Index