Kisah Perjuangan Sang Garda Depan; Dari Mengurus Hingga Tertular Virus

Kisah Perjuangan Sang Garda Depan; Dari Mengurus Hingga Tertular Virus
Agus Wibisono, tenaga kesehatan penyintas Covid-19

HARIANRIAU.CO - Hari itu, seperti biasanya Agus Wibisono yang akrab dipanggil Wiwib menjalani rutinitasnya sebagai seorang perawat di RSUD Puri Husada Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Sejak masa-masa awal pandemi Covid-19, Wiwib ditempatkan pihak rumah sakit di instalasi triase. Di ruangan itu, Wiwib memiliki kewajiban untuk mengurus pasien Covid-19 dan yang terindikasi Covid-19.

Berbekal Alat Pelindung Diri atau APD, Pria 35 tahun itu senantiasa menunaikan tugasnya. Bersama rekan sejawat, Dirinya menangani pasien, mulai dari melakukan rontgen thorax, memasang oksigen, memasang infus hingga mengambil sampel darah untuk pemeriksaan labor sebagai prosedur standar sebelum pasien masuk ruang isolasi khusus Covid-19.

Tangisan bahkan pasien yang diam seribu bahasa, adalah pemandangan biasa selama menangani pasien Covid-19. Tidak diketahui pasti apa penyebabnya.

Pagi menjelang siang, Wiwib beserta tim di instalasi mendapat informasi bahwa ada seorang bayi asal Kecamatan Keritang yang akan dirawat. Tanpa pikir panjang, Wiwib pun bergegas mempersiapkan segala kebutuhan penanganan pasien tersebut. Entah apa yang ada di benaknya kala itu. Menangani bayi mungil tersebut, Wiwib sama sekali tidak menggunakan Alat Pelindung Diri seperti biasanya. Wiwib mengurus bayi itu, memakaikan oksigen dan sebagainya.

"Saya akui, saat itu Saya lalai dan tidak menyangka bayinya suspect Covid. Jadi, Saya tidak menggunakan APD lengkap," tukas Wiwib.

Bayi kecil yang dirawat menjalani Uji PCR Swab. Hal yang mengejutkan seisi ruangan adalah bahwa bayi tersebut positif Covid-19.

Mengetahui Wiwib tidak mengenakan APD saat menangani si bayi mungil itu, tim medis meminta Wiwib mengisolasi diri di rumah, setidaknya selama satu minggu. Wiwib pun menaati arahan tanpa menaruh curiga tentang kesehatannya.

Menjalani isolasi mandiri, Wiwib merasakan keanehan pada Dirinya. Dia mengeluh sesak napas ketika malam hari. Hingga akhirnya, Dia mengalami gangguan pada penciuman.

"Kalau malam itu, agak sesak. Cuma kalau di lain waktu, tidak ada rasa apa-apa. Semakin hari, itu Saya merasakan tidak bisa mencium. Saat istri Saya masak, bau bawang itu tidak lagi bisa dicium," tukas Wiwib seperti dikutip dari laman nusaperdana.com

Sampai di suatu pagi, Wiwib mendapatkan kabar kurang mengenakkan ihwal kesehatannya. Ketua Tim Medis Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), dr Aleksis menginformasikan bahwa Wiwib positif Covid-19.

Sebelumnya, Wiwib memang sempat menjalani tes PCR Swab ketika masih dalam masa isolasi mandiri. Hasil dari tes tersebut, hari itu dirilis dan mengonfirmasi bahwa Wiwib tertular Covid-19.

Bak petir di siang bolong, Wiwib sangat terkejut mendapat kabar tersebut. Lantas, Dirinya menemui sang Istri membawa kabar buruk itu.

"Istri juga kaget. Saya langsung minta istri menyiapkan pakaian Saya. Sebab, sudah pasti Saya akan diisolasi. Dokter Aleksis yang menyampaikan kabar itu, meminta Saya untuk tetap tenang," kata Wiwib.

Setelah pakaian siap, Wiwib bergegas berangkat menuju Instalasi Gawat Darurat atau IGD RSUD Puri Husada Tembilahan. Di sana, Wiwib ditangani oleh para perawat yang merupakan rekan satu timnya mengurusi pasien Covid-19.

"Prosedur standar lah, Saya diperiksa darah dan sebagainya. Sekitar satu jam, Saya di bawa ke ruang isolasi tambahan rumah sakit," ungkap Wiwib.

Ruang isolasi tambahan RSUD Puri Husada yang baru dibangun sendiri, berada di gedung yang berbeda dengan RSUD Puri Husada, ruang isolasi itu berjarak beberapa ratus meter dari gedung utama RSUD Puri Husada, tepatnya di Jalan Pendidikan, Tembilahan.

Masa Isolasi

Kepergian Wiwib menuju IGD tanpa didampingi istri, hanya tangis keluarga yang menemani langkahnya sebelum isolasi.

Hari pertama isolasi telah Wiwib lalui. Memasuki hari kedua, kerinduan pun melanda. Kerinduan pada keluarga, terutama sang Anak.

"Si bungsu itu yang Saya rindu. Karena Saya yang tau kapan jadwalnya tidur, minum susu. Itu yang buat keinginan untuk jumpa semakin kuat," ujar Wiwib mengenang masa-masa sulitnya saat diisolasi.

Wiwib mengaku sempat kesal karena tidak mendapat izin bertemu anak bungsunya yang baru berusia 4,5 tahun. Padahal, kala itu pikirannya membuncah akibat rasa rindu terhadap sang anak.

"Saya minta liat anak Saya sebentar saja, dari jauh, dari jendela. Tetap tidak diizinkan. Akhirnya, Saya cuma bisa video call anak Saya melepas rindu," pungkasnya.

Kegundahan yang dirasakan Wiwib sebagai pasien Covid-19 ternyata mendapat respon positif dari seluruh keluarga. Wiwib mengungkapkan, Dirinya memperoleh dukungan moril dari saudara-saudaranya. Anak pertama dari tiga bersaudara ini merasa begitu diperhatikan oleh adik-adik, terutama orang tuanya.

"Alhamdulillah, support untuk moril Saya datang juga dari keluarga, orang tua dan adik-adik Saya. Setidaknya ini bisa membangun semangat Saya yang sempat runtuh waktu itu," ujar Wiwib yang adalah anak dari pemilik salah satu rumah sakit swasta di Kabupaten Indragiri Hilir.

Wiwib merasa begitu bersyukur. Memang seyogyanya, dalam situasi dan kondisinya saat itu, dukungan moril menjadi satu semangat untuk bangkit dan segera sembuh.

Gejolak batin Wiwib masih terus berlanjut. Di sisi lain, tak sedikit pula tetangga rumahnya yang mendoakan kesembuhan Dirinya.

"Cukup banyak tetangga-tetangga dekat Saya yang mendoakan agar Saya cepat sembuh, seperti Mak Rodiah, Mbak Parni, Angah, Om Toni, Om Sim," tukas Wiwib.

Tak hanya sampai di situ, gelombang dukungan juga datang dari rekan se-profesi perawat, Persatuan Perawat Nasional Indonesia atau PPNI Kabupaten Indragiri Hilir, tempatnya bernaung.

Begitu pula, dengan kepedulian teman-teman. Bahkan, menurut pengakuan Wiwib, ada seorang teman yang rela mengunjungi serta mengantarkan makanan untuk anak dan istrinya yang tengah menjalani isolasi mandiri di rumah.

"Jujur, Saya terharu kalau mengenang solidaritas, perhatian banyak pihak kepada Saya waktu itu," ungkap Wiwib dengan nada lirih.

Kesembuhan

Beberapa hari diisolasi, kejenuhan mulai menghampiri Wiwib. Keseharian yang biasa Dia lewati di hari normal, tak lagi bisa dilakukan. Hanya berjemur, mengonsumsi obat dan makan yang mengisi waktunya selama masa isolasi.

"Sempat stres juga. Saya kan biasa ngopi, merokok. Di ruangan mana bisa," tukas Wiwib.

Hari ketiga isolasi, Wiwib kembali menjalani uji PCR Swab. Hasilnya, dinyatakan negatif. Sontak, hal tersebut bikin Wiwib senang bukan kepalang. Pikiran yang terlintas di dalam benaknya adalah bisa cepat pulang.

Namun sayang, dr Aleksis yang menangani Wiwib belum mengizinkannya untuk beranjak dari ruang isolasi.

"Masih harus nunggu. Endak bisa. Paling tidak 1 atau 2 kali swab lagi baru boleh," kata Wiwib yang mesti menanti beberapa hari lagi untuk bisa pulang ke rumah.

Momen yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Wiwib untuk ketiga kalinya melakukan tes PCR Swab. Dari hasil tes, Wiwib dinyatakan sembuh. Dia diperbolehkan pulang.

"Saat itu, yang pertama Saya lakukan memeluk anak Saya. Melepas rindu. Terus terang, Saya menangis waktu itu," kata Wiwib yang telah sekian lama tak bertemu anaknya.

Wiwib yang telah sembuh, memulai kembali aktifitasnya. Begitu pula dengan istri dan anak-anaknya yang telah menyelesaikan masa isolasi mandiri.

Meski telah sembuh, hingga saat ini Wiwib masih merasakan sesak di dadanya, kemungkinan efek pasca mengidap Covid-19.

Kini, Covid-19 dan isolasi menjadi pengalaman yang cukup mengerikan bagi Wiwib. Dia tak ingin pengalaman tak terlupakan ini terulang kembali.

"Semua berawal dari kelalaian Saya. Saya hanya ingin menolong, ikhlas karena bayinya sedang kritis. Sekarang, Saya agak ngeri. Sekarang, Saya tak pernah lagi tak pakai APD. Saya tak mau pengalaman itu terulang lagi," tutup Wiwib meyakinkan.

Imbauan

Terhitung Maret sampai dengan saat ini, tak sedikit tenaga kesehatan yang tumbang disebabkan Covid-19. 'Sang Garda Depan' perjuangan melawan Covid-19, malah menjadi 'korban' keganasan virus mematikan itu. Mau tidak mau, mereka harus menjalani isolasi. Begitu pula penularan di kalangan masyarakat yang sempat melonjak beberapa waktu lalu.

Isolasi diharuskan bagi pasien Covid-19 sebagaimana ketentuan yang ada. Pemerintah daerah telah menyiapkan rumah sakit rujukan dan ruang isolasi bagi mereka yang positif Covid-19. Sayangnya, tak sedikit pasien Covid-19 yang menolak untuk diisolasi seperti yang dikemukakan dr Saut Pakpahan, Direktur RSUD Puri Husada Tembilahan sekaligus Juru Bicara Tim Medis Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Inhil.

"Penolakan menjadi sesuatu yang memprihatinkan sekaligus mengkhawatirkan. Kalau mereka tidak diisolasi, tentu akan membahayakan masyarakat lainnya yang tidak mengidap Covid-19. Mereka bisa menularkan virus yang ada pada diri mereka," tukas dr Saut Pakpahan melalui keterangan tertulis.

Oleh karenanya, dr Saut mengimbau kepada para pasien Covid-19 agar bersedia diisolasi dan dirawat di ruang isolasi yang telah disiapkan pemerintah.

Sementara, bagi masyarakat yang tidak mengidap Covid-19, dr Saut mengimbau agar tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti misalnya memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak. "Untuk tenaga kesehatan, selalu gunakan APD lengkap bila kontak dengan pasien," tukas dr Saut.

Halaman :

Berita Lainnya

Index