Ternyata Memang Adem Nongkrong di Pondok Ladang

Ternyata Memang Adem Nongkrong di Pondok Ladang
Suasana di Pondok Ladang

"Tanpa mulutpun alam bisa jujur dalam menampakkan keindahannya," kata mutiara ini entah di mana saya dapatkan, lupa saya. Ah..tak perlulah saya ingat-ingat lagi. Yang pasti, kata mutiara itu muncul kembali pada hari Rabu (6/1/2020) ketika duduk di Cafe Keluarga Pondok Ladang, Jalan Tanjung Harapan, Tembilahan. Posisinya berdekatan dengan SMAN 2 Tembilahan.

Sejak pertama kali dibuka, baru sekali ikut nongkrong di sana, itupun karena terpaksa. Sebab kami dari organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) menggelar rapat persiapan HPN 2021 dan pembentukan pengurus Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) Inhil. Para petinggi PWI Inhil memilih tempatnya di Pondok itu, awalnya hati menolak, kok rapat di area semi-semi kebun gitu.

Pakaian biru-biru foto di atas ini adalah saya. Waktu itu masih sepi karena kami datang lebih awal. Sebenarnya hobby saya memang nongkrong, bahkan setiap hari, tetapi masih di area pusat kota. Seringnya di area Pasar Jongkok, jalan Abdul Manaf, jalan M Boya, jalan Kembang, pasar Pagi jika malam, dan lain-lain. Menyesal saya, kenapa tidak dari dulu-dulu. Memang adem tempatnya. Mata saya saja tak mau diam. Melotot aja terus menikmati keasriannya. Aduh..serasa sedang refreshing ke luar daerah saja.

Padahal waktu itu cuaca sedang tak menentu. Sebelumnya diguyur hujan deras, reda, kemudian gerimis, reda lagi. Jangan-jangan cuaca cerah makin asik ya! Nanti saya jadwalkan lagi ke sana. Kalau bisa pas-pas cuaca sedang mendukung. Pasti lebih enjoy dengan angin sepoi-sepoi.

Di sana ada padi, yaaa yang namanya pondok ladang sudah pasti ada padinya lah ya! Tetapi ini memang beda. Saya kagum dengan pohon-pohon kelapanya juga, rendah dan tertata bikin asri aja itu tempat. Yang bikin enjoy lagi, di bawah tempat nongkong ada paritnya. Sebenarnya bukan parit sih, lebih kepada sumur, hanya saja memanjang dan berkelok-kelok. Mungkin sudah didesain sedemikian rupa agar dapat memanjakan pandangan para pengunjung.

Di permukaan air tawar berwarna hitam itu ada pulak sampan. Tidaklah besar, panjangnya sekitar 3 meter saja. Cukuplah untuk coba-coba, teman saya saja bukan main semangatnya, silih berganti, masing-masing bawa anak. Ada dua papan pengayuh disediakan. Saya sendiri sebenarnya mau betul, tapi tak bawa anak-istri, jadinya agak sungkan.

Dikesempatan itu kami foto-foto, salah satu foto itu saya abadikan di Facebook. Istri saya malah ikut komen, nadanya kecewa gitu. "Alah. Dlu di ajak kesana ,paling susah dah," tulisnya, di ujung kalimat ada emoticon wajah warna merah.

Benar adanya, istri saya memang puas mengajak ke pondok itu. Entah kenapa saya selalu menunda sampai sekarang. Suatu ketika dia turun sendiri bersama teman-temannya, semuanya "emak-emak rempong". Tapi alhamdulillah, sudah tercapai satu keinginannya.

Itu hanya sekilas kisah keharmonisan keluarga kami. Saya kembali bicara pondok ladang tadi. Waktu itu saya duduk di pondok yang paling dekat dengan kasir. Sengaja duduk di situ biar enak manggil pelayan jika mau pesan sesuatu. Pondok itu berbentuk segi empat, kira-kira ukuran 2,5 meter. Bentuknya rata-rata begitu.

Tetapi setelah saya perhatikan, ternyata tidak semua persegi empat. Di pojok kiri sana, tepat di sebelah kasir, ada sebuah pondok yang bentuknya memanjang. Pondok itu sangat cocok sebagai tempat diskusi dengan jumlah lebih banyak. Para istri wartawan tadi di situ mereka berkumpul membentuk kepengurusan IKWI Inhil. Tapi kami biarkan saja mereka mandiri, itu urusan "emak-emak".

Semua pondok yang beralaskan tikar tersebut dipagar kuat dengan kayu, cukup nyaman untuk bersandar. Jadi tak perlu takut jatuh. Ditambah lagi atapnya dari daun nipah yang bikin suasana semakin adem, nipah ini hanya tumbuh di bibir sungai saja. Daunnya dipetik dan dirajut oleh para pengrajin.

Disaat sedang asik-asiknya, ada hal genting yang saya rasakan. Sebab saya betul-betul kebelet sesuatu. Saya tanya di mana toilet. "Itu, di seberang," ucap Ragil, salah seorang teman saya yang biasa di sana.

https://i.postimg.cc/65gSxF13/1.jpg

Dari pondok, toilet yang ditunjuk Ragil ini posisinya jauh sekali. Harus menyeberangi parit 13 Tembilahan. Namun setelah ke sana, tak disangka, saya baru saja menyeberangi jembatan Amperanya Tanjung Harapan. Indah sekali. Bahkan ketika rapat selesai, para istri wartawan tadi beramai-ramai mengabadikan dengan ponselnya di sana.

Menurut informasi dari teman-teman, pondok ladang itu memang didesain untuk bersantai. Suasananya dapat saya rasakan, sangat cocok bermanja dengan alam.

 

Penulis: Mirwan Admi (UKW Muda)

Halaman :

Berita Lainnya

Index