Bos Muhammadiyah Jewer Menteri Nadiem

Bos Muhammadiyah Jewer Menteri Nadiem
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir (Foto: Istimewa)

HARIANRIAU.CO -  Peta Jalan Pendidikan (PJP) Nasional yang lagi digarap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bikin geram Muhammadiyah. Dalam draf yang beredar, Muhammadiyah menemukan tidak adanya unsur pendidikan agama. Atas temuan itu, bos Muhammadiyah langsung ‘menjewer’ Nadiem Makarim, selaku Mendikbud yang bertanggung jawab dalam penyusunan proyek tersebut. 

PJP Nasional 2020-2035 disusun Kemendikbud untuk memudahkan dalam menafsirkan salah satu tujuan nasional dalam Pembukaan UUD NK¬RI Tahun 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Nantinya, visi besar dalam melaksanakan pendidikan di sekolah akan mengacu pada PJP nasional tersebut. 

Meskipun belum rampung, draf yang disusun Menteri Nadiem bersama jajarannya itu sudah menuai banyak protes. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut, draf DJP yang lagi dibuat tidak konstitusional. Sebab, dalam draf tersebut tidak ditemukan frasa “agama”. 

Dengan menghilangkan frasa agama dalam pendidikan, kata dia, jelas bertentangan dengan Pasal 31 UUD 1945. Menurut hierarki hukum, produk turunan kebijakan seperti peta jalan tidak boleh menyelisihi peraturan di atasnya, yakni peraturan pemerintah (PP), Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), UUD 1945, dan Pancasila. 

“Kenapa Peta Jalan yang dirumuskan oleh Kemendikbud kok berani berbeda dari atau menyalahi pasal 31 UUD 1945. Kalau orang hukum itu mengatakan ini pelanggaran konstitusional, tapi kami sebagai organisasi dakwah itu kalimatnya adalah ‘tidak sejalan’ dengan Pasal 31,” kritik Haedar. 

Dia mencurigai, hilangnya pendidikan agama merupakan dampak pada aplikasi dan ragam produk kebijakan di lapangan. Padahal, pedoman wajib di atas PJP Nasional yaitu ayat 5 Pasal 31 UUD 1945, poin pertama Undang-Undang Nomor 20/2003 Sisdiknas, yang menjelaskan secara eksplisit agama sebagai unsur integral di dalam pendidikan nasional. “Kami sebagai organisasi dakwah menyebut PJP Nasional Kemendikbud adalah tidak sejalan dengan Pasal 31,” kata Haedar. 

Dia menyebut, pemerintah harus melihat secara konstitusional bukan dari aspek primordial. PJP Nasional itu dirumuskan untuk memudahkan proses mencerdaskan kehidupan bangsa, meski masih dalam tahap penyusunan. 

Hal senada juga disampaikan budayawan, Romo Benny Susatyo. Menurutnya, Nadiem perlu memasukkan pendidikan agama dalam PJP Nasional. Kata dia, agama, budaya dan Pancasila adalah satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan. “Agama itu harus dimasukkan. PJP Nasional harus memeringkat roh pendidikannya,” kata Benny, kepada Rakyat Merdeka, kemarin. 

Apa itu roh pendidikan? Agama, Budaya, dan Pancasila. Ketiga aspek ini dinilai Benny sebagai roh pendidikan. “Menggemakan Pancasila ini ya dengan tiga pokok ini,” ucap Anggota Badan Pembina BPIP itu. 

Dia meminta Nadiem menyempurnakan PJP Nasional. Caranya, melibatkan partisipasi seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh agama. Sebab PJP Nasional ini memberikan orientasi pendidikan menuju masyarakat cerdas. Masyarakat yang memiliki karakter kebudayaan, Pancasilais, dan beragama. 
 
“Ketiga itu satu kesatuan. PJP Nasional jangan sampai menekankan satu aspek tapi aspek lain tidak ada. Harus ada tiga aspek dan harus disempurnakan,” tuturnya. 

Ketua PBNU Marsudi Suhud menerangkan, orientasi UUD 1945 kepada pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan harus meningkatkan keimanan, ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. “Artinya keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia adalah domain agama,” ucap Marsudi, kepada Rakyat Merdeka, kemarin. 

Dia menegaskan, pendidikan harus memenuhi tiga rukun utama. Pertama, harus mampu menyatukan hukum-hukum penguatan, perkembangan, dan perubahan yang berlanjut. Kedua, menyatukan dua kemaslahatan, yaitu kemaslahatan umum dan kemaslahatan khusus. Terakhir, menyatukan antara kemaslahatan materi dan kebutuhan rohani. 

Dari sini, katanya, semestinya peta jalan pendidikan dimulai, kemudian dibumikan jadi undang-undang, berikutnya diaplikasikan jadi kebijakan. “Itulah perintah konstitusi kita hari ini, tidak boleh menyimpang dari kesepakatan bersama,” tegas ulama NU itu. 

Pengurus Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Romo Gandhi Hartono mengatakan, substansi PJP Nasional itu yang terpenting bukan dogma-dogma agama, melainkan materi pembelajaran religiusitas, moral Pancasila, etika sikap, dan tindakan beragama. “Jadi yang perlu dibenahi adalah isinya bukan tentang agamanya apa,” ungkapnya, kemarin. 

Hal ini juga pernah dia sampaikan saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR. Sedangkan nilai-nilai agama, menurut Gandhi, menjadi tanggung jawab keluarga. Selain itu, Gandhi mengaku Nadiem belum pernah mengajaknya untuk merumuskan PJP Nasional 2020-2035. “Tidak pernah. Paling tidak ke saya belum. Untuk yang lain saya kurang tahu,” akunya. 

Terpisah, Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih mengatakan, pihaknya telah mengundang sejumlah elemen. “Termasuk NU, Muhammadiyah, MUI, PGI, KWI, Walubi, PHDI, serta banyak pakar yang telah memberikan kritik dan saran yang luar biasa,” kata Fikri, kemarin. 

Konon, laporan dari Nadiem, mereka juga sudah diundang. “Sayangnya hampir semua narsum yang kita undang merasa sama sekali tidak pernah diajak membahas apalagi dilibatkan dalam penyusunannya,” akunya. 

Apa tanggapan Kemendikbud? Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD Dasmen) Kemendikbud, Jumeri menegaskan, draf yang beredar belum final. Kemendikbud menerima semua masukan dalam penyusunan draf DJP ini. “Kemendikbud terbuka terhadap berbagai usul, aspirasi dan ide semua pihak untuk mematangkan peta jalan ini,” tandasnya. 

Di dunia maya, hilangnya pendidikan agama itu membuat geram netizen. “Dulu, Bapak BJ Habibie pernah berkata, bahwa pendidikan haruslah melahirkan generasi yang tidak hanya menguasai Iptek, tapi juga generasi yang berimtaq... Pondasi dari itu adalah agama... #HilangnyaKeadilan,” cuit akun @Bang_Has1705. “Visi sebagai gambaran jauh harusnya ada,” protes akun @ahmadrobbani133. 

Namun akun @Alfa47831808 punya pandangan berbeda. “Sila pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut saya itu sudah cukup jelas bahwa agama menjadi bagian penting dari Peta Jalan Pendidikan. Tapi ya kalau mau ditegaskan lagi ya boleh saja,” ujarnya. [UMM]

Halaman :

Berita Lainnya

Index