Demi Pendidikan Sang Buah Hati ke Pesantren, Difabel Ini Rela Jual Gas Keliling

Demi Pendidikan Sang Buah Hati ke Pesantren, Difabel Ini Rela Jual Gas Keliling
Achmad Arif Budiyono yang rela jualan gas keliling demi sang buah hati masuk pesantren/ ist

HARIANRIAU.CO -  Semua orang tua pasti rela melakukan apa saja untuk buah hatinya meskipun mereka dalam keterbatasan fisik.

Seperti kisah inspiratif yang dilakukan oleh seorang pria paruh baya bernama Achmad Arif Budiyono.

Meski mengalami keterbatasan fisik, sosok berusia 49 tahun tak patah arang untuk membahagiakan keluarga dengan berjualan gas keliling.

Tak tanggung-tanggung, satu cita-citanya mulianya adalah bisa memasukkan anak-anaknya ke sebuah pondok pesantren (ponpes).

Achmad mengalami keterbatasan fisik setelah salah satu kakinya diamputasi.

"Dari dulu memang saya pekerja keras, bahkan pantang menyerah saat masih sehat. Dulu motivasi saya ada ibu yang harus diobati karena struk, sekarang ada istri dan anak-anak," ungkap Achmad mengutip suaracom dari Ayotegal.com, Rabu 5 Mei 2021.

Sosok tersebut diketahui tinggal di Jalan Waringin, Kelurahan Mintaragen, Kota Tegal.

Pria itu menceritakan jika dirinya juga mengajar sebagai guru T4 (Tahsin, Tahfidz, Tadarus dan Tilawah) di SMP Ihsaniyah, Kota Tegal. Setelah itu, disambung lagi dengan aktivitasnya sebagai guru ngaji di Madrasah Al Bayan, Kota Tegal. 

"Bagaimana pun saya adalah seorang kepala keluarga dan seorang bapak yang punya tanggung jawab untuk menafkahi dan memberikan pendidikan yang cukup untuk anak-anak," bebernya.

Arif juga menceritakan awal mula kehilangan separuh kakinya saat mengalami kecelakaan tahun 1997.

Saat itu, dirinya hendak pulang ke Tegal karena ingin memberikan gaji dan bonus untuk orang tua.

Nahas, saat perjalanan ke Tegal, dirinya kecelakaan di daerah Comal, Pemalang.

Menurutnya, kedua kakinya waktu itu masih utuh, namun karena telatnya penanganan membuat kondisi kaki kanannya semakin parah.

"Waktu itu, saya menolak diamputasi. Selama tiga tahun saya hanya di tempat tidur, pita suara sudah hilang, badan kaku. Baru kemudian saya punya semangat lagi dan akhirnya mau diamputasi," ucapnya.

Semangat pantang menyerahkan pun kembali menggebu. Di tahun 2002, ia mendapat tawaran pekerjaan sebagai penjaga toko grosir makanan ringan di Pasar Karangdawa milik saudaranya.

Lima tahun kemudian, tepatnya di tahun 2007, ia mencari pekerjaan tambahan dengan berjualan gas keliling.

Baru kemudian di tahun 2012, ia mendapat tawaran sebagai guru T4 di SMP Ihsaniyah dan tak lama kemudian ada tawaran lagi sebagai guru ngaji di Madrasah Al Bayan, Kota Tegal.

"Pagi ngajar T4, pulang ngajar saya antar gas ke pelanggan, siang pukul 14.00 sampai 16.00 WIB saya ngajar ngaji di Madrasah Al Bayan, kemudian lanjut kirim gas lagi," urainya.

Menurut dia, selain untuk keluarga, semangat pantang menyerahnya itu juga sekaligus ingin membuktikan bahwa di tengah keterbatasan fisik ternyata masih bisa berguna untuk orang lain.

"Walaupun fisik kita kurang, kita bisa asal ada kemauan. Tetap semangat untuk teman-teman difabel di luar sana. Kita juga bisa bermanfaat untuk orang lain," tutupnya. 

Halaman :

Berita Lainnya

Index