Kisah Santri Nakal yang Akhirnya Jadi Kyai dengan Ribuan Santri

Kisah Santri Nakal yang Akhirnya Jadi Kyai dengan Ribuan Santri
Ilustrasi.

HARIANRIAU.CO -  Setiap tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan ini mulai berlaku sejak tahun 2015 di masa Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Secara umum, santri adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai.

Menurut bahasa, istilah santri berasal dari bahasa Sanskerta, "shastri" yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan.

Ada pula yang mengatakan berasal dari kata cantrik yang berarti para pembantu begawan atau resi. Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut.

Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekuensinya ketua pondok pesantren memberikan tunjangan kepada santri tersebut.

Biasanya, santri setelah menyelesaikan masa belajarnya di pesantren, mereka akan mengabdi ke pesantren dengan menjadi pengurus. 

Dikutip dari laman alonesia.com, dalam rangka menyambut Hari Santri Nasional, berikut ini akan saya paparkan kisah tentang seorang santri yang dulunya nakal, tapi kini menjadi seorang kyai dengan ribuan santri.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muayyad merasa kesulitan dalam mengurus para santri nakal yang kerap membuat ulah. Mereka kemudian, mengadukan kepada Kiai Umar.

Mendengar aduan itu, Kiai Umar meminta tolong agar nama santri-santri yang nakal itu dicatat dan diberi ranking berdasarkan tingkat kenakalannya.

Mendengar perintah demikian, sang pengurus pondok senang sekali. Dengan semangatnya, dia menuliskan nama-nama para santri nakal itu. Dia berpikir kalau para santri nakal itu akan dikeluarkan.

Setelah tiga minggu, para santri nakal itu masih saja berkeliaran di pesantren. Bahkan mereka juga tidak dipanggil untuk menghadap langsung Kiai Umar agar mendapat hukuman.

Karena penasaran, akhirnya si pengurus pondok memberanikan diri untuk menanyakan langsung ke Kiai Umar. Dia bertanya kenapa santri-santri yang telah ia tuliskan itu tak kunjung dikeluarkan dari pondok.

Mendengar pertanyaan itu, Kiai Umar hanya tersenyum. Dia menjelaskan pada pengurus pondok itu kalau para santri itu memang dikirim ke pesantren itu justru karena mereka nakal.

Makanya, ia secara khusus mendoakan nama-nama yang tertera sebagai santri nakal itu sebagai prioritas utama dalam Salat Tahajjud.

Kiai Umar juga sering memanggil para santri nakal itu ke kediamannya dan dijamu dengan makanan yang enak. Di sana para santri diajak bicara baik-baik sampai si santri merasa bersalah dan ingin memperbaiki diri.

Cara Kiai Umar ini banyak dipraktikkan kiai-kiai lain dalam mendidik santri nakal, seperti KH. Baidlowi Syamsuri asal Purwodadi dan Kiai Ali Maksum asal Yogyakarta.

Setelah sekian tahun berlalu, kisah tentang santri nakal itu diceritakan kembali oleh KH Musthofa Bisri dalam ceramahnya di Pesantren Azzahro, Kendal. Waktu itu, para hadirin banyak yang tertawa mendengar cerita kiai yang terkenal dengan nama Gus Mus itu.

Saat itu, ada satu orang yang tidak tertawa, justru dia tertunduk diam. Begitu Gus Mus turun dari mimbar, pria yang ternyata juga seorang kiai itu langsung merangkul Gus Mus.

Dengan bicara yang pelan, kiai itu berkata bahwa dulunya ialah yang berada pada urutan teratas santri paling nakal. Namun kini, dia telah menjadi kiai muda yang disegani dengan ribuan orang santri. ***

Halaman :

Berita Lainnya

Index