Kuliah Umum di Pekanbaru, Panglima TNI Gunakan Lagu Koes Plus

Kuliah Umum di Pekanbaru, Panglima TNI Gunakan Lagu Koes Plus

PEKANBARU - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menggunakan lagu Koes Plus berjudul "Nusantara I", untuk menjelaskan ancaman besar yang kini dialami Indonesia, pada kuliah umum di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim II, di Kota Pekanbaru, Rabu.

Di hadapan ribuan mahasiswa, siswa SMA serta ormas lintas suku dan agama yang hadir, Panglima TNI memutar cuplikan video grup band legendaris tersebut lengkap dengan panduan liriknya. Ia menjelaskan bahwa pada lirik lagu yang dirilis Koes Plus pada era 1970-an itu bisa diambil pelajaran, bahwa kekayaan sumber daya alam Indonesia bisa menjadi anugerah sekaligus memicu ancaman dari bangsa lain.

"Dalam lagu itu disebutkan bahwa berharap tidak ada yang cemburu, hutan kita luar biasa lebat, lautan luas dan alamnya ramah. Tapi negara lain sudah cemburu, dan ini adalah sebuah peringatan bagi anak muda kita agar jangan terlena," kata Gatot Nurmantyo.

Panglima TNI kembali mengingatkan, bahwa Presiden RI pertama Soekarno juga pernah menyatakan bahwa kekayaan alam nusantara akan membuat iri bangsa lain. "Bahkan, Presiden Joko Widodo juga mengatakan kekayaan sumber daya kita bisa jadi petaka," ujarnya.

Panglima TNI meminta agar rakyat Indonesia, khususnya generasi muda, memahami ancaman terhadap bangsa kita sudah memanfaatkan segala cara untuk memecah-belah NKRI. Ancaman itu bisa nyata, berupa upaya Tiongkok memperluas teritori negaranya di Laut Cina Selatan, hingga

ancaman bersifat laten dari infiltrasi lewat film, mode, gerakan radikalisme, teknologi menggunakan media sosial, serta narkoba yang telah mematikan 15.000 orang Indonesia tiap tahunnya.

 

"Semua itu terjadi karena kita sedang dalam kompetisi global. Yang kalah adalah negara miskin dengan penduduk besar, terjadi kesenjangan ekonomi yang menimbulkan depresi ekonomi, kejahatan dan konflik yang meningkat, sehingga terjadi imigran meninggalkan negaranya yang miskin," katanya.

Panglima TNI menyampaikan sebuah teori, bahwa penyebab konflik dan perang kini bergeser bukan lagi akibat perbedaan agama, suku dan bahasa, melainkan untuk memperebutkan energi sebuah negara oleh negara lain.

"Semua konflik melanda negara-negara penghasil minyak, yang terakhir terjadi di Suriah dan Ukraina. Sekarang, 70 persen konflik karena energi, dan nanti akan berubah ke tujuannya merebut pangan dan air yang konfliknya bergeser ke negara ekuator," katanya.

Menurut dia, negara-negara ekuator yang menjadi ancaman konflik berlokasi di Asia Tenggara, Afrika Tengah dan Amerika Latin. Indonesia tidak luput menjadi sasaran karena kekayaan alam dan jumlah populasi penduduknya.

"Kalau tidak waspada, kita bisa diusir dari negeri ini. Seperti Indian di Amerika dan Aborigin di Australia," kata Panglima TNI.

Panglima TNI mengingatkan, ancaman tersebut bisa dikalahkan selama rakyat dan generasi muda Indonesia berpegang teguh pada Pancasila untuk menjaga kebhinekaan NKRI. Tokoh pendiri Indonesia menempatkan lima sila Pancasila yang mengandung makna mendalam tentang ketuhanan, kemanusiaan yang adil dan beradab, dan demokrasi Pancasila yang menjunjung tinggi musyawarah untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

"Republik Indonesia bukan milik satu golongan, adat, dan agama. Islam adalah satu nafas dengan ke-Indonesiaan dan kemanusiaan, tanpa membedakan suku," kata Panglima TNI. (Ant)

Halaman :

Berita Lainnya

Index