Siswa Hamil di Meranti Terancam Tidak Bisa Ikut UN Tingkat SMP

Siswa Hamil di Meranti Terancam Tidak Bisa Ikut UN Tingkat SMP
Ilustrasi

MERANTI - Walaupun perut dalam kondisi besar (hamil) serta sudah menyandang status sebagai seorang istri, NA (15) siswi Madrasah di Desa Sungai Cina, Kecamatan Rangsang Barat berkeinginan sekali untuk mengikuti ujian sekolah terakhir tempat dirinya menuntut ilmu.

Namun dirinya terancam tidak bisa mengikuti ujian nasional (UN) tingkat SMP sederajat yang digelar pada 17 April mendatang. Pasalnya, pihak sekolah tidak mengizinkan siswi untuk mengikuti ujian dengan alasan sudah menikah.

Padahal, orangtua NA telah berulangkali meminta kepada sekolah agar anaknya diizinkan untuk mengikuti UN. Orangtua NA bersikeras agar NA mengikuti UN karena NA sudah terdaftar sebagai peserta.

Hal itu terungkap saat orang tua NA melaporkan permasalahan yang menimpa anaknya ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Kepulauan Meranti. Kendati demikian, hingga saat ini P2TP2A Kabupaten Kepulauan Meranti belum berhasil memediasi kedua belah pihak untuk menemukan jalan tengahnya.

"Kata pihak sekolah, NA tidak bisa ikut karena dia sudah menikah. Kami saat ini tengah mengupayakan kedua pihak untuk menemukan jalan keluarnya," ujar Wakil P2TP2A Kabupaten Kepulauan Meranti, Sudandri Jauzah, Kamis (13/4/2017).

Sudandri juga menyayangkan, sikap sekolah yang tidak mengizinkan anak didiknya mengikuti UN karena disebabkan telah menikah. Padahal, UN bukanlah pemberian sekolah kepada peserta didik, melainkan oleh negara kepada peserta didik.

"Jadi bukan wewenang guru atau kepsek yang memutuskan seseorang ikut UN atau tidak. Ini telah dijamin konstitusi melalui UU Sistem Pendidikan Nasional. Terlebih, NA sudah terdaftar sebagai peserta UN," ujarnya.

Sudandri menyatakan, sekolah harus bisa memisahkan pelanggaran peraturan sekolah dengan pemberian hak pendidikan. Meski demikian, ia mendukung adanya sanksi terhadap siswa yang melanggar peraturan sekolah. Namun, bukan berarti hak pemberian pendidikan sang anak harus dicabut.

Menurut dia, tidak ada satu pun peraturan atau pasal di peraturan sekolah yang menyatakan wajib mengeluarkan atau melarang peserta didik yang menikah untuk mengikuti Ujian Nasional.

"Dalam undang-undang kan tidak ada mengatur terkait murid hamil dilarang ikut UN. Soal kesalahan perilaku anak, kami juga tidak setuju itu terjadi. Tapi itu tidak ada kaitannya dengan pemberian hak pendidikan yang layak bagi anak-anak. Harus dibedakan," ujarnya.

Ia juga meminta kepada seluruh orangtua untuk memperketat pengawasan terhadap anak-anaknya. Sebab, pengaruh lingkungan saat ini sudah sangat mengkhawatirkan.

"Pengawasan bukan hanya orangtua saja, melainkan tokoh masyarakat dan agama. Jangan sampai pernikahan dini meningkat di Meranti," ujarnya. (hlr)

Halaman :

Berita Lainnya

Index