Anggota DPRD Riau, Erizal Muluk Dipolisikan

Anggota DPRD Riau, Erizal Muluk Dipolisikan

PEKANBARU - Seorang wakil rakyat bernama Erizal Muluk, dilaporkan ke polisi. Anggota DPRD Riau ini dilaporkan karena diduga telah menggunakan surat palsu atas lahan yang berada di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru, Riau.

Di atas lahan ini, berdiri Gedung Badan Kesatuan Bangsa Politik Provinsi Riau yang akan dieksekusi pihak pengadilan.

Menurut informasi yang dirangkum, Erizal Muluk dilaporkan oleh Nurva Endrita, warga Jalan Nurul Ikhlas Nomor 30 A Kelurahan Tangkerang Tengah, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru.

Nurva melalui keponakannya, Dian Citra Dewi, Rabu (24/10) menyebutkan bahwa lahan tersebut telah dimiliki dan digarap kakeknya yang merupakan pensiunan Polri sejak tahun 1962. 

Kemudian sekitar tahun 1970 silam, didirikan pondok yang ditempati oleh keluarga mereka.

"Tahun itu juga kakek pernah mengurus surat atas tanah tersebut ke kantor desa (saat itu bernama kewedanaan)," ujar Dian.

Akan tetapi, sambung dia, saat itu pihak kantor desa mengatakan bahwa tanah tersebut belum bisa diurus karena dari tahun 1962 hingga 1970 itu baru 8 tahun. 

"Memang bisa diurus, minimal 10 tahun," kata Dian.

Lebih jauh Dian mengungkapkan. Pada tahun 1975, kakeknya kembali ke kantor desa, dan terbitlah Surat Tebang Tebas atau Surat Keterangan Tanah (SKT), yang di bawahnya tertera stempel. 

Namun di atas surat disebutkan bahwa kakeknya sudah menggarap lahan tersebut secara terus-menerus dari tahun 1962.

"Kakek saya meninggal pada tahun 1979," imbuh Dian.

Waktu bergulir. Pada tahun 1991 tanah tersebut ingin dibeli oleh Direktorat Jenderal Pajak. 

Lalu, pihak keluarga melalui neneknya ingin meningkatkan status alas hak menjadi Sertifikat Hak Milik berdasarkan SKT yang dimiliki. Namun saat itu, oleh pihak kelurahan proses itu dipersulit.

"Baru tau kami ceritanya. Ternyata lurahnya waktu itu masih keluarga Erizal Muluk (wakil rakyat)," ujar Dian lagi.

Bahkan SKT sempat ditahan oleh pihak kelurahan tanpa keterangan jelas saat itu.

"Batal jual beli dengan Dirjen Pajak. Setelah beberapa hari baru dikembalikan surat tanah itu ke nenek kami," katanya dengan nada kesal.

Beberapa wakru kemudian, kata Dian,  Erizal Muluk mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap neneknya dan sejumlah tergugat lainnya sekitar 16 orang yang menempati tanah tersebut.

"Pada saat sidang di lapangan dia (Erizal Muluk) tidak bisa menunjukkan batas tanahnya. Kalah la dia waktu itu. Dengan putusan tahun 1991 itu NO (Niet Ontvankelijke Verklaard/putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena alasan gugatan mengandung cacat formil,red)," terangnya.

Sehingga dengan ditolaknya gugatan Erizal Muluk, pihak keluarga kemudian melanjutkan pengurusan surat, dan akhirnya selesai. 

"Setelah itu ada penawaran dari Dirjen Pos dan Telekomunikasi (Postel) untuk membeli lahan kami. Tahun 1993 sertifikat jadi. Semua diurus san sertifikatnya jadi. Maka dijual lah ke Dirjen Postel," jelas Dian.

Belakangan itu, Erizal Muluk kembali mengajukan gugatan pada tahun 1993, dengan alas hak dan objek yang sama.

Namun, menurut pihak keluarga bahwa di dalam materi persidangan itu banyak kejanggalan, dan Erizal Muluk dinyatakan menang. 

"Kami mengajukan upaya hukum banding, dan hasilnya Pengadilan Tinggi keluar tahun 1996, menguatkan putusan lembaga peradilan tingkat pertama," sambung Dian.

Sekitar sepuluh tahun dari putusan tersebut, pihak keluarga mengaku tidak pernah mendapat teguran dan surat yang menyatakan kalau mereka kalah. 

"Malah pada tahun 2003, mereka masih sempat menyertifikatkan sebagian lagi lahan yang belum dilepas dari Dinas Pariwisata Provinsi Riau, sebagai pihak penerima hibah dari Pemerintah Pusat melalui Dirjen Postel," ulasnya.

Sehingga pasa tahun 2006, pihak pelapor dikejutkan dengan putusan-putusan pengadilan dan keluar surat pemberitahuan yang menyatakan mereka harus mengosongkan tanah miliknya itu.

"Kami pelajari putusan itu. Pada tahun yang sama kami melaporkan adanya indikasi surat palsu ke Polresta Pekanbaru. Saat itu ada press rilis dari Polresta yang menyatakan kalau surat itu palsu berdasarkan Labfor Medan," jelas Dian panjang lebar.

"Kita masih menyimpan kliping korannya (surat kabar). Kemudian Erizal Muluk dipanggil ke Polresta Pekanbaru berdasarkan informasi dari penyidik. Setelah dua kali dia datang, lalu saya dapat informasi kalau kasus itu dihentikan," katanya.

Selanjutnya di tahun 2012, datang lagi surat peringatan yang sama dari pengadilan. 

"Kita lapor lagi ke Polda Riau saat itu, dan dinyatakan tidak bisa diteruskan penyidikannya," ucap Dian.

Terpisah, Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Guntur Aryo Tejo, membenarkan adanya laporan dugaan kasus pemalsuan dokumen tanah
tersebut. 

"Dalam laporan tersebut, terlapor EM (Erizal Muluk) yang disangkakan melanggar Pasal 263 KUHPidana tentang membuat surat palsu keterangan palsu berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/458/X/2017/SPKT/Riau tanggal 24 Oktober 2017," beber Guntur.

Sejauh ini, pihaknya masih mempelajari laporan tersebut. Pihak pelapor (Nurva,red) sudah diminta keterangan saat membuat laporan.

"Laporannya akan diproses secara hukum," tegas Guntur.

Halaman :

Berita Lainnya

Index