Dituduh Curi Singkong, La Gode Tewas di Markas Tentara, Tubuh Luka-luka, 8 Gigi Hilang, Kuku Kaki Tercerabut

Dituduh Curi Singkong, La Gode Tewas di Markas Tentara, Tubuh Luka-luka, 8 Gigi Hilang, Kuku Kaki Tercerabut
Jasad La Gode

HARIANRIAU.CO - Masih ingat dengan kasus kematian La Gode?, Detasemen Polisi Militer XVI/1 Ternate memastikan, pihaknya serius mengusut tewasnya warga Maluku Utara, La Gode, akibat dikeroyok. Gode dikeroyok massa di sekitar lokasi Pos TNI Satgas Yonif RK 732/Banau. Muncul dugaan pemukulan dilakukan oknum tentara.

Dan Denpom Ternate Letkol Cpm Ali Mustofa mengatakan, secara intensif, penyidik telah menyelidiki kasus kematian La Gode di Taliabu dengan memeriksa sembilan saksi, baik dari pihak TNI, Polri, maupun masyarakat sipil.

"TNI tidak akan menutup-nutupi. Apabila memang benar terbukti ada keterlibatan oknum TNI dalam kasus La Gode, TNI akan mengambil langkah tegas sesuai aturan hukum yang berlaku. Hal ini sekali lagi menegaskan bahwa TNI tak main-main dalam kasus La Gode," ujar Ali melalui keterangan tertulis, Rabu (29/11/2017) malam seperti dimuat Kompas.

Sembilan saksi diperiksa, yakni tiga prajurit TNI berinisial RB, DS, dan JN, seorang anggota Polri berinisial JA; dan lima warga sipil berinisial JR, AH, LS, AS, dan YT.

Pemeriksaan dilakukan di Markas Denpom XVI/1 Ternate, Jalan Pahlawan Revolusi, Ternate, Maluku Utara. Dari pemeriksaan kesembilan saksi itu, ada tujuh saksi tambahan yang dipanggil untuk diperiksa.

Surat panggilan itu sudah diterima saksi, tetapi mereka kesulitan hadir. "Namun, hingga saat ini terkendala masalah transportasi dari Taliabu ke Ternate sehingga para saksi belum dapat memberikan keterangan," kata Ali.

Ali mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan saksi, belum ada yang mengarah pada keterlibatan oknum TNI. Meski demikian, penyelidikan masih berlanjut dan dilakukan secara profesional.

Pemeriksaan tidak hanya dilakukan Denpom XVI/1 Ternate, tetapi juga dari Pomdam XVI/Pattimura. Mereka sudah berangkat ke Taliabu untuk melakukan pemeriksaan di Lede.

La Gode tewas

Sebelumnya diberitakan, warga Maluku Utara bernama La Gode tewas setelah dianiaya massa. Gode diduga dikeroyok karena diduga mencuri 5 kilogram singkong parut milik warga.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ( Kontras) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Maromoi, Maluku Utara, menduga kuat bahwa Gode adalah korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

"Kami menduga kuat Gode adalah korban penyiksaan hingga tewas oleh tentara," ujar Koordinator Kontras Yati Andriani kepada Kompas.com, Selasa (28/11/2017).

Dari hasil investigasi, Kontras dan LBH Maromoi mencatat, pria asal Pulau Taliabu, Maluku Utara, tersebut awalnya dituduh mencuri singkong parut (gepe) seharga Rp 25.000 milik seorang warga bernama Egi pada awal Oktober 2017.

Polisi kemudian menangkap dan melakukan penggeledahan. Bahkan, Gode ditahan lima hari di Pos Satuan Tugas Operasi Pengamanan Daerah Rawan Batalyon Infanteri Raider Khusus 732/Banau.

"Penggeledahan, penangkapan, dan penahanan oleh anggota pospol tidak sesuai prosedur. Semua tindakan yang dilakukan aparat tanpa disertai surat-surat resmi dari polisi. Penahanan selama lima hari di pos satgas TNI juga tidak disertai status hukum yang jelas," ujar Yati.

Pada hari kelima ditahan tanpa menandatangani suatu surat apa pun, Gode melarikan diri. Selama pelarian, ia bertemu istrinya, YN. Gode menceritakan kepada YN penyiksaan yang dilakukan aparat terhadapnya selama dalam tahanan.

Sekujur tubuhnya sakit, terutama pada bagian rusuk dan punggung. Gode menyebut rasa sakit datang akibat dihajar habis-habisan oleh anggota pos satgas. Gode tidak kuat menerima siksaan itu sehingga memilih melarikan diri.

Tewas mengenaskan

Pada Selasa, 24 Oktober 2017, YN bak tersambar petir. Pertemuan dengan suaminya merupakan pertemuan terakhir. Gode ditemukan tewas di dalam pos satgas sekitar pukul 04.30 WIT. Sekujur tubuhnya penuh luka. Delapan gigi hilang. Kuku kakinya tercerabut.

Kondisi jenazah Gode saat dibawa menuju puskesmas untuk dilakukan visum sangat mengenaskan. "Hal ini membuktikan bahwa kematian La Gode bukan berada di dalam lingkungan masyarakat akibat adanya pengeroyokan massa," ujar Yati.

Yati mengatakan, memang ada surat yang dikumpulkan TNI berisi tanda tangan warga. Namun, surat itu tidak menjelaskan bahwa Gode dikeroyok massa hingga tewas.

Surat itu adalah persetujuan warga terhadap keberadaan pos satgas tetap berada di daerah itu. Surat itu tidak ada kaitannya dengan peristiwa yang dialami Gode.

Menyesakkan bagi YN. Sang suami pergi tak kembali, ia justru diminta anggota pos satgas untuk tidak melapor ke polisi atas kematian Gode.

Permintaan itu cenderung intimidatif. Anggota pos satgas memberikan uang kerahiman sebesar Rp 1,4 juta per bulan. Mereka berjanji memberikan uang dengan jumlah itu hingga sembilan bulan ke depan.

"Namun, atas pendampingan kami, YN sudah melapor atas tewasnya suaminya pada 20 November 2017 ke Polda Maluku Utara. Surat (laporan) nomor LP/30/XI/2017. YN juga sudah melapor ke Propam Polda Maluku Utara dengan surat nomor STPL/29/XI/2017/Yanduan," ujar Yati.

Setelah aduan itu, anggota pos satgas mendatangi kediaman YN. Mereka menanyakan keberadaan YN yang kebetulan tidak ada di rumah.

"Terhadap fakta–fakta di atas, kami menganalisis, dalam kasus kematian La Gode terdapat pola–pola yang dipakai anggota pos satgas dan anggota pospol membelokkan fakta peristiwa yang sesungguhnya terjadi. La Gode sebenarnya menjadi korban dalam kasus ini dengan dicari–cari kesalahannya. La Gode dianggap melakukan tindak pidana sehingga pantas disiksa hingga tewas," ujar Yati.

"Kami juga menyesalkan bahwa tidak berjalannya proses hukum sebagaimana yang diatur di dalam undang-undang akan berdampak pada tindak kesewenang-wenangan aparat penegak hukum di daerah-daerah terpencil seperti ini," lanjutnya.

 

sumber: riausky.com

Halaman :

Berita Lainnya

Index