Masalah Mental, Si Oknum Kasek yang Cabuli Tiga Pelajarnya Minta Bebas

Masalah Mental, Si Oknum Kasek yang Cabuli Tiga Pelajarnya Minta Bebas

HARIANRIAU.CO - Terdakwa kasus pencabulan terhadap tiga orang murid sekolah dasar (SD) di Kecamatan Mendoyo, IBPS, Kamis (8/2) kemarin mengajukan pembelaan atau pledoi terhadap tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Melalui penasihat hukumnya, terdakwa minta dibebaskan dari segala dakwaan karena berdasar fakta persidangan tidak cukup bukti terjadi tindak pidana pencabulan.

Menurut penasihat hukum terdakwa, Ida Bagus Made Adnyana, berdasar fakta persidangan terdakwa dari keterangan saksi-saksi,

baik korban, saksi ahli dan keterangan terdakwa, tidak terbukti ada perbuatan sebagaimana tertuang dalam pasal 82 ayat 1 dan 2 UU Perlindungan Anak.

Dijelaskan, pasal-pasal yang disebutkan JPU pada terdakwa unsurnya tidak masuk. Karena kalaupun dikatakan melakukan pencabulan,

secara hukum pidana atau undang-undang perlindungan anak tidak menyiratkan secara jelas apa itu pencabulan. Jadi masih penafsiran masing-masing.

Sedangkan putusan hakim harus mengacu pada pasal-pasal yang jelas, sehingga bisa disebut pidana.

“Menurut kami sebagai penasihat hukum seharusnya terdakwa dibebaskan dari segala ancaman hukuman,” tegasnya.

Selain dari sisi hukum, Adnyana menguatkan pembelaannya dari keterangan saksi ahli seorang psikolog dari Denpasar yakni dokter Lely.

Menurut Adnyana, keterangan saksi ahli tersebut jika dilihat dari kasat mata memang seseorang tidak bisa dilihat sedang sakit. Sehingga, dari keterangan dokter tersebut Adnyana menyebut terdakwa gangguan mental.

Karena tidak mungkin orang yang normal secara mental melakukan perbuatan seperti yang didakwakan.

“Karena tidak rasional seorang kepala sekolah, sebagai pemuka agama melakukan seperti itu. Kalau dibilang misalnya dia ada rangsangan seksual, tidak ada. Tidak terjadi (rangsangan seksual), karena (korban) masih di bawah umur,” tegasnya seperti harianriau.co kutip dari laman jawapos.co.

Dengan dasar tersebut, maka terdakwa harus dibebaskan. Hal tersebut mengacu pada pasal 44 ayat 1 KUHP.

Menurutnya, secara kemanusiaan kalau orang sakit, maka sakitnya disembuhkan agar penyakitnya tidak berkembang.

Karena itu, Adnyana kembali menegaskan meminta terdakwa dibebaskan, bukan hanya keringanan hukuman.

Karena jika meminta keringanan hukuman berarti terbukti bersalah, sedangkan terdakwa tidak terbukti bersalah berdasarkan fakta persidangan.

Kasus pencabulan yang dilakukan terdakwa pada tiga orang siswinya tersebut dilakukan berulang-ulang dengan cara mencium dan memeras bagian dada siswinya.

Lokasinya, di ruang kepala sekolah, ruang kelas, ruang guru dan kamar mandi. Namun terdakwa mengaku perlakukan spesial pada muridnya bukan perbuatan cabul, tetapi sebagai ungkapan kasih sayang.

Halaman :

Berita Lainnya

Index