Keterlaluan! Susun Skripsi, Mahasiswi Cantik Unud Ngaku Dirayu dan Diraba oleh Dosen Pembimbingnya

Keterlaluan! Susun Skripsi, Mahasiswi Cantik Unud Ngaku Dirayu dan Diraba oleh Dosen Pembimbingnya
TR, mahasiswi FH Unud yang mengaku dirayu dan diraba saat proses penyusunan skripsi di kampusnya. (ISTIMEWA)

HARIANRIAU.CO - Seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Udayana (Unud) angkatan 2014 beruinisial TR mengaku mendapat pelecehan seksual oleh dosen pembimbing skripsinya sendiri dan dosen pengujinya. Akibat perbuatannya itu, dia kemudian mengunggah ceritanya di media sosial.

Dalam cerita yang ditulisnya, TR mengaku mendapat perlakuan yang melecehkan harga dirinya sebagai wanita. Di antaranya godaan verbal berkonotasi seksual, kontak fisik yang tidak diinginkan hingga ajakan melakukan huungan seksual.

"Ya 3 hal tersebut jadi makanan sehari - hari saya selama 6 bulan terakhir pengerjaan skripsi saya," tulisnya seperti dilansir Bali Express.

Empat bulan pertama korban berkonsultasi selayaknya mahasiswa lain dengan dosen pembimbingnya. Berawal dari pujian, lantas si dosen pembimbing menyentuh paha dan selangkangannya sekali. Lalu si dosen pembimbing meraba payudaranya dan memeluknya dari belakang.

Lalu si dosen pembimbing mengatakan kepada korban, "Biasanya kamu dibayar berapa? Kita rayain kelulusanmu di hotel yuk, saya bayar,". Korban hanya diam saja.

Korban sempat tidak menghiraukan perlakuan pelecehan yang diterimanya lantaran fokus pada ACC revisi hingga wisuda. Pihaknya lalu mengambil tindakan dengan menulis status tersebut, dengan pertimbangan bahwa supaya kejadian serupa tidak terulang.

Korban sendiri juga menduga bahwa mahasiswi lainnya yang menjadi korban selain dirinya juga banyak. Hanya saja tidak mau melapor.

Dalam cuitannya tersebut, korban menceritakan bahwa kejadian kembali terulang usai sidang skripsi dilakukan. Kali ini dilakukan oleh dosen pengujinya sendiri, setelah sebelumnya dilakukan oleh dosen pembimbing.

Korban mengaku disuruh menuju Laboratorium saat itu. Saat itulah revisi skripsinya kembali ditolak dengan alasan yang tidak masuk akal. Merasa punya kuasa terhadap anak didiknya, korban menceritakan si dosen tersebut kemudian memaksa memegang payudaranya, mencium pipinya, memegang paha hingga memegang kemaluannya.

"Hal yang tidak akan saya lupa adalah saya sudah dengan tegas menolak ajakannya untuk pergi berdua dengannya. Dia menjawab jangan munafik kamu," tulisnya.

Meskipun belum ada keterangan resmi dari pihak Dekan Fakultas Hukum Prof Made Arya Utama, namun Wakil Dekan I Gede Wardhana menyampaikan secara singkat bahwa masalah ini sudah diselesaikan secara internal dan pihaknya tidak ingin diekspos media.

Hal tersebut diperkuat dengan keterangan Wakil Dekan III Bagian Kemahasiswaan Gede Yusa saat dihubungi koran ini. "Bisa tanya Pak Dekan karena saya tidak ditugasi memberikan keterangan ini. Sudah gini kok. Sudah ada kayak penandatanganan. Kayaknya ada ini. Ada miss. Ada apa ya namanya. Iya memang sudah ketemu mahasiswi dengan pihak fakultas," jelasnya.

Pihaknya menyampaikan bahwa pertemuan tersebut dilakukan pada Senin (2/4) antara mahasiswi yang merupakan korban dengan pihak fakultas dan juga BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa).

Sementara itu melalui sambungan telepon TR saat dihubungi menyampaikan permohonan maaf lantaran belum bisa memberian keterangan apa pun. "Maaf saya belum bisa menyampaikan apa - apa karena masih diproses secara internal," ungkapnya.

Dari keterangan salah seorang rekan seangkatannya menyampaikan bahwa dengan sosok tertutup yang dimiliki korban sehingga tidak banyak yang tahu gamblang kejadian yang menimpanya. Meskipun diakui oleh rekannya ini, bahwa kabar tersebut sudah booming di fakultasnya.

"Orangnya pendiam kalau menurut saya. Dia tertutup. Ketemu ya hanya nyapa saja. Tidak pernah duduk bareng. Saya juga ndak tahu pasti siapa dosen pembimbingnya. Karena kayaknya dia ambil hukum perdata sih. Setiap kali kelas hukum pemerintahan nggak pernah kelihatan," jelasnya.

Pihaknya berharap bahwa dosen tersebut dicabut izin mengajarnya, karena sudah melanggar kode etik dosen.

Mencengangkan lagi, diungkapkan sumber koran ini bahwa dalam kurun beberapa waktu yang lalu sebelum booming status TR mendapat perlakuan pelecehan seksual oleh dosennya. Kejadian serupa juga terjadi di Fakultas Ekonomi. Namun korbannya berani melapor lebih awal.

"Udah booming, kalau gak salah untuk angkatan saya 2014 sudah tahu semua. Ada juga angkatan saya tapi Fakultas Ekonomi. Saya juga tahunya dari teman mahasiswa lainnya. Tapi dia berani melapor duluan. Ya akhirnya dosennya pembimbingnya diganti," ujar sumber.

Menanggapi kondisi tersebut seorang pemerhati perempuan dan anak Siti Sapurah menyampaikan komentarnya bahwa peristiwa tersebut memang rentan terjadi di dunia pendidikan. Demgan berbagai macam alasan, sehingga korbannya pun wnggan melapor.

"Banyak sebenarnya pelecehan seksual yang terjadi di dunia pendidikan. Hanya saja korbannya malu melapor karena masih dianggap tabu. Mungkin korban dari keluarga terhormat atau bagaimana," jelasnya pada Jumat (30/3).

Selebihnya perlakuan pelecehan seksual tersebut banyak dilakukan oleh oknum - oknum yang merasa memiliki power. Sehingga dengan menggunakan peluang yang dimilikinya, para oknum tersebut tidak segan - segan melakukan pelecehan seksual.

"Namanya orang yang merasa punya power. Anggap sajalah tenaga pendidik. Kalau moralnya sudah cabul. Bagaimana dia bisa mencetak generasi bangsa yang berkualitas," terangnya.

Korbannya rata - rata enggan melapor karena berada di bawah tekanan. Masalah seperti inilah yang disebutnya seperti gunung es. Tinggal menunggu siapa yamg berani melapor saja.

Sementara itu pihaknya menilai para perempuan di negeri ini tidak memiliki payung hukum terhadap pelecehan seksual yang dialaminya. Sebab dijelaskannya aturan yang ada di Indonesia hanya melindungi anak - anak di bawah umur. Sehingga apabila itu terjadi pada usia usia 18 tahun ke atas, kasus jarang diproses. Bahkan dalam pembuatan laporan pun kerap ditolak.

"Alasannya pasti peristiwa memang ada, tapi pasalnya nggak ada. Jawaban tersebut kerap kali dijumpai," tegasnya dikutip dari laman riausky.com.

Pihaknya lantas menegaskan bahwa ini merupakan tanggung jawab negara. Dimana perlu diatur atau diajukan RUU kekerasan terhadap perempuan. Pasalnya pelecehan seksual yang terjadi kepada perempuan diatas 18 tahun tidak memiliki perlindungan hukum karena dianggap dewasa. "Tidak ada pasalnya pasti. Sehingga perlu RUU. Kalau begini terus pihak perempuan yang dirugikan," tandasnya.

Halaman :

Berita Lainnya

Index