Hampir Depresi, Wanita Asal Jabar Ini Menanggung Sakit Luar Biasa di Belanda, Akhirnya…

Hampir Depresi, Wanita Asal Jabar Ini Menanggung Sakit Luar Biasa di Belanda, Akhirnya…
Wanita ini menghadapi ujian berat di Belanda/foto: dok pribadi.

HARIANRIAU.CO - DK, Wanita asal Jawa Barat ini mungkin bisa saja rapuh di kala ujian hidup menerpanya saat berada di Belanda. Ditambah lagi cobaan juga menimpa rumah tangganya.

Namun, siapa sangka, ternyata dari kisah yang sedemikian pelik bertemulah dengan jalan pengobatan yang tepat. Hal ini Dialami oleh DK, wanita asal Jawa Barat ini.

“Saya terkena tuberculosis (TBC) awalnya sekitar tahun 2002-2003. Waktu itu masih di Indonesia. Saya berobat ke dokter sampai selesai kurang lebih 1 tahun. Itu terjadi ketika saya mengandung anak ke-3,” ujarnya kepada Pojoksatu.id.

DK mengaku terkena TBC kembali sekitar bulan Mei 2012. Kemudian berobat selama 6 bulan. Saat itu dokter sudah menyatakan DK sembuh.

Januari 2013, ibunya DK yang memang sudah lama tinggal di negara kincir angin menawarkan DK untuk datang ke Belanda untuk sekedar berlibur setelah sekitar delapan bulan sakit parah.

Harapannya bisa sedikit mengobati hatinya yang saat itu sedang galau karena pada saat yang bersamaan dengan sakitnya, ujian rumah tangga datang tak terelakkan.

“Jadi, pada 8 Mei 2012 saya saat itu merayakan ultah suami dengan anak-anak asuh kami di rumah. Malamnya, saya tiba-tiba muntah darah, langsung jam 2 malem ke rumah sakit, dan dirawat 2 minggu. Setelah itu dirawat di rumah orang tua saya atau rawat jalan. Lalu, sekitar bulan apa, lupa, yang jelas waktu itu setelah lebaran Idul Fitri, kami berpisah, karena ada ujian dalam rumah tangga yang mengakibatkan rumah tangga saya tak dapat dipertahankan lagi, sementara saya sedang sakit parah saat itu,” ungkapnya.

DK akirnya mengizinkan sang suami menikah lagi, tapi ia mengundurkan diri menjadi istrinya.

“Kemudian saya datang ke Belanda pertengahan bulan Maret 2013 dengan visa 3 bulan. Pertengahan Juni seharusnya saya kembali ke Indonesia,  tetapi ternyata saya tidak bisa kembali, karena 1 bulan sebelum saya pulang, saya mengalami batuk-batuk yang berkepanjangan, dan juga demam yang akhirnya saya harus dijemput ambulan dan dimasukkan ke rumah sakit spesial TBC di salah satu rumah sakit di Belanda. Saya TBC parah selalu mengeluarkan darah segar, tapi selalu datangnya mendadak,” beber wanita yang sudah memiliki anak 3 dan 1 meninggal saat kecil ini.

Sampai di sebuah rumah sakit di Belanda, lanjut DK, ia langsung ditangani dengan sangat ketat. Semua pemeriksaan dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Selama 3,5 bulan di karantina setelah serangkaian pemeriksaan dan juga operasi untuk menyimpan benda di dada untuk mempermudah infusan masuk.

Delapan bulan DK harus diinfus, kemudian sebagian perawatannya dilakukan di rumah. Obat berjalan selama 1,5 tahun sampai benar-benar selesai. Semua biaya pengobatan ditanggung pemerintah Belanda. Kalau diuangkan sekitar 300 ribu Euro, bisa beli rumah mewah.

Selama sakit, ia mengaku tidak bisa kerja dan susah kemana-mana. Perawat datang tidak kenal waktu. Selama 3,5 bulan di karantina adalah masa-masa berbahaya untuk orang lain, karena bisa menular ke orang lain.

Bahkan, ia selama dua bulan kalau ke luar kamar harus pakai masker (mond cap), perawat dan dokter juga pake itu, dan harus selalu cuci tangan.

Waktu ia dinyatakan sakit, semua yang kontak dekat dengannya diperiksa, termasuk keluarga. Di rumah sakit ia di kamar sendiri, tidak boleh ada orang lain. Keluarga boleh berkunjung tapi tidak boleh sering. Kemudian setelah ia diperbolehkan dirawat di rumah, artinya bakterinya sudah tidak ganas lagi.

“Pada Februari 2015 saya selesai minum obat. Sekarang setiap 6 bulan sekali saya masih harus kontrol sampai 5 tahun ke depan. Untuk mengetahui kembali tidaknya penyakit tersebut, sama dengan yang kena kanker itu, saya diminta datang untuk dilakukan rontgen. Oiya, dokter bilang sih waktu itu TBC aku udah sangat parah, kalau diumpamakan besi sudah berkarat, tapi blm sampai kanker. Kalau TBC udah masuk kanker itu sudah ga bisa disembuhkan, kecuali kehendak Allah tentunya. Maksudnya masuk kanker paru-paru. Kalau udah begitu, udah susah kata dokter. Tapi saya ini masih bisa disembuhkan, asal dilakukan semua sesuai aturan,” katanya.

Ia pernah dijaga sangat ketat. Setiap hari datang perawat untuk melihat ia benar-benar minum obat, dan ada kepala perawatnya yang datang sekitar satu bulan sekali. Benar-benar sangat ketat. Ia pun harus minum obatnya dengan jumlah yang banyak sekali. Sekali minum sekitar delapan tablet.

“Waduuhhh, tak bisa dikata deh waktu itu gimana stress-nya saya, dari mulai inget anak-anak,minum obat yang banyak dan lama, disuntikin infus terus, duh sakitnya jarum keluar masuk di dada, dua kali dioperasi, belum cuaca yang sangat berbeda dengan di Indonesia. Kalau udah dateng musim dingin yang ga bisa lihat matahari, udah seperti mayat hidup aja saya waktu itu,” ungkapnya.

Saat menjalani kontrol, setiap seminggu sekali DK ditimbang dan selalu rendah. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab dirinya stress. Ia harus makan banyak, sementara tidak ada selera makan.

“Saya kira sakit itu bisa datang pada siapa saja,yg penting kita tetap semangat dan jangan lupa ikhtiar yg maksimal,” pungkasnya memberi saran.

Sumber: pojoksatu.id

Halaman :

Berita Lainnya

Index