Kasihan!!! Sebelum Dipaksa Tenggak Puluhan Pil Dextro, Remaja 13 Tahun Diduga Sempat Dicabuli

Kasihan!!! Sebelum Dipaksa Tenggak Puluhan Pil Dextro, Remaja 13 Tahun Diduga Sempat Dicabuli
Korban dan pil yang dipaksa minum. Foto : Metrotabagsel/JPG

HARIANRIAU.CO - Tragedi meninggalnya HAS, remja 13 tahun yang diduga tewas akibat mengonsumsi puluhan pil dextro masih menjadi perbincangan warga sekitar rumah korban di Jalan Perintis Kemerdekaan Gang Surau, Kelurahan Padangmatinggi, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kota Padangsidimpuan.

HAS pada Jumat (10/8/2018) kemarin meninggal di RSUD Padangsidimpuan diduga akibat menenggak puluhan pil dextro.

Kehidupan HAS semasa hidup memang penuh lika liku dan cenderung kurang kasih sayang orang tuanya. Selama ini korban tinggal bersama ayahnya, Ahmad Hidayat di rumah kontrakan.

Di rumah itu, ada empat adiknya yang masih kecil dan neneknya (orang tua ayahnya) yang hanya terbaring akibat penyakit stroke. Tidak ada sosok ibu, karena 10 tahun yang lalu Ahmad sudah berpisah dengan wanita yang memberinya 9 anak, Lenni Warni Batubara (36) yang kini menetap di Sidadi, Kecamatan Batang Angkola, Tapanuli Selatan.

Saat dikunjungi Senin (13/8/2018) siang, Ahmad tampak baru tiba di kontrakannya, sambil mengendarai sepedamotor usai membawa anak-anaknya membeli jajanan.

“Silahkan masuk, maklum kondisi kami habis berduka,” ujarnya dengan raut wajah yang masih tampak menyisakan sedih.

Sambil memangku anak bungsunya, pria yang sehari-hari bekerja sebagai supir angkutan umum ini menceritakan sosok HAS, putri keempat dari sembilan bersaudara (satu sudah lebih dulu meninggal) yang belum genap sepekan pergi selama-lamanya meninggalkan mereka.

“Dia (almarhumah) itu sebenarnya masih duduk di kelas enam SD, seharusnya sudah SMP kelas satu. Tapi putus sekolahnya,” terangnya.

Ditanya apa penyebab putrinya sampai bisa putus sekolah, Ahmad tidak mampu menjawab panjang. Faktor ekonomi dan pekerjaannya yang membuat seperti itu.

“Saya tahu, pasti banyak orang yang menyalahkan saya. Tapi kondisi ekonomi, pekerjaan dan keluarga yang membuat seperti ini. Saya salah, tapi orang tidak tahu bagaimana kehidupan kami,” ujarnya sedih.

Sejak berpisah dengan istrinya, Ahmad bekerja seorang diri. Ia yang mengurusi semua kebutuhan anak-anaknya, ditambah lagi dengan orangtuanya yang ikut dengannya.

“Maaf kata, saya ibu dan ayah bagi anak-anak saya. Saya yang mengurusi mereka, ditambah lagi nenek mereka. Jadi waktu saya untuk bisa menjaga dan memerhatikan mereka sangat terbatas,” sebutnya yang sudah harus berangkat kerja pukul 06.00 WIB dan pulang pukul 21.00 WIB.

Mirisnya, anak-anak yang ditinggalkannya sudah terbiasa dengan pekerjaan rumah sehari-hari. Termasuk HAS, putri keempatnya yang diakuinya kurang kasih sayang dan sosok seorang ibu. Itu dilakoninya, selama 10 tahun sejak berpisah dengan mantan istrinya.

“Saya akui, anak-anak saya kurang kasih sayang orangtua, khususnya sosok ibu. Apalagi saya, yang harus bekerja untuk mereka. Jarang untuk bisa selalu bersama-sama, termasuk almarhumah,” terangnya yang mengaku saat pergi mencari nafkah, anak-anak yang ditinggalkannya masih dalam keadaan tidur, dan saat pulang juga sudah kembali tidur.

Sebelum putrinya meninggal, Ahmad merasakan syok yang luar biasa. Selama satu pekan, HAS tak kunjung pulang ke rumah. Dan mendapat kabar, putrinya sedang dalam keadaan sakit dan berada di kediaman temannya di Pasar Lama, Batang Angkola.

“Orang tua temannya datang ke mari dan memberitahukan kalau anak saya di rumah mereka dan dalam keadaan sakit,” ceritanya merunut kronologi kepergian putrinya.

Bersama anaknya (kakak HAS), mereka pun pergi melihatnya. HAS ditemukan dalam kondisi sakit, namun terlihat tidak ada luka.

“Pengakuannya pertama karena jatuh dari kereta, tapi saya curiga karena tidak ada luka-luka. Dan setelah dibujuk-bujuk, akhirnya dia mau menceritakannya,” ucap Ahmad dan mengingat putrinya masih sempat menangis mengeluh sakit di bagian dada serta kepalanya.

Yang lebih sakit lagi, seperti disambar petir di siang bolong, Ahmad mendapat keteranan kalau putrinya sedang dalam keadaan mengandung. Ia tidak percaya, namun itu dibenarkan putrinya.

“Memang belum saya periksa langsung, tapi kata orangtua kawannya seperti itu. Dan itu yang paling membuat saya sangat hancur dan tidak bisa berbuat apa-apa. Bayangkanlah, anak seusia itu, masih SD, apalagi sempat diminta mau dikawinkan,” ungkapnya dan menyebut nama MA, pria warga Hutaholbung yang dekat dengan putrinya dan diakui yang melakukannya.

Bahkan, sebelum dibawa ke rumah sakit, saat dibawa ke rumah mereka, putrinya masih sempat minta buah jambu dan mangga.

“Di sini dia menjerit-jerit terus, sempat minta dicarikan jambu dan mangga. Dan yang paling saya ingat lagi, dia selalu bilang Jangan Tinggalkan Aku Ayah,” tukas Ahmad dan karena faktor ekonomi mengaku menyesal, saat itu tidak langsung membawa putrinya ke rumah sakit.

Merasa tertekan, Jumat (10/8) pagi, HAS akhirnya dibawa ke RSUD Kota Padangsidimpuan. Kondisinya semakin kritis, tidak mau makan, setiap kali minum dan diberi makan selalu dimuntahkan kembali.

Dan, takdir berkata lain, pukul 18.30 WIB HAS meregang nyawa, infus dan alat bantu oksigen sudah lebih dulu diberikan, namun tak mampu juga menahan kepergiannya.

“Saya juga menyesal karena tidak langsung membawanya ke rumah sakit. Maklum lah kondisi ekonomi saya tidak mampu. Ditambah lagi pekerjaan yang harus saya lakukan untul bisa makan dan menghidupi anak-anak yang lain. Mungkin ini juga sudah takdir,” sebutnya dan masih menceritakan banyak hal lain tentang HAS.

Sementara itu, Ahmad ingin misteri kematian anaknya ini diusut tuntas. Katanya korban bercerita bagaimana sehari sebelumnya ia diberi puluhan butir pil, tuak dan rokok oleh tiga pria, termasuk MA dan Sd serta satu lagi belum diketahui identitasnya yang juga mengantarkannya ke rumah itu.

“Sudah muntah darah dulu anak saya. Cerita ibunya si Y, mereka bertiga yang mengantarkan itu, udah itu langsung pergi,” kata AH yang berkeinginan agar 3 pemuda itu diusut secara hukum oleh kepolisian.

Parahnya lagi, pengakuan korban kemudian berlanjut pada kasus pencabulan yang dilakukan ketiga pria itu, jauh hari sebelum mengonsumsi pil yang sesungguhnya obat pereda batuk itu. Dua bulan lebih korban yang putus sekolah itu tidak datang bulan.

“Dia bilangnya si MA, tapi kata kawan-kawannya, sebelumnya juga dia sudah dipaksa sama ada pria dewasa udah berkeluarga juga namanya Al,” ungkapnya dengan raut wajah yang menyimpan dendam yang dalam.

Dia sangat menyesal, keadaan keluarga dan keharusan mencari nafkah membuatnya jauh dari memperhatikan anak-anak. Ia berharap kasus ini diusut. Namun, jika harus melalui proses otopsi, sebagai orangtua perasaannya tak tega.


sumber: pojoksatu

Halaman :

Berita Lainnya

Index