Bupati Kampar dan Walikota Dumai Masih Berstatus Saksi

Bupati Kampar dan Walikota Dumai Masih Berstatus Saksi
Azis Zaenal dan Zulkifli

HARIANRIAU.CO - Dua kepala daerah di Riau, Bupati Kampar Aziz Zaenal dan Walikota Dumai Zulkifli diduga sebagai penyuap dalam perkara rasuah dalam usulan dana perimbangan keuangan daerah RAPBN-P tahun anggaran 2018. Meski begitu, saat ini keduanya masih berstatus saksi.

Munculnya nama keduanya itu terungkap dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk pesakitan atas nama Yaya Purnomo. 

Dimana perkara yang menjerat mantan Kepala Seksi (Kasi) Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah bergulir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.

Berdasarkan dakwaan JPU, ‎Yaya Purnomo didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp3,7 miliar. Dia juga didakwa menerima uang sebanyak 53.200 dollar Amerika dan 325.000 dollar Singapura. 

Uang itu diketahui untuk memuluskan pemberian anggaran, baik Dana Alokasi Khusus (DAK) atau Dana Insentif Daerah (DID) untuk di beberapa daerah di Indonesia.

Masih dalam isi dakwaan itu, Bupati Kampar dan Walikota Dumai turut disebut sebagai penyuap Yaya guna memuluskan DAK untuk untuk bidang pendidikan di Kabupaten Kampar dan DAK untuk Kota Dumai.

Untuk DAK di Kabupaten Kampar, Bupati Kampar melalui Erwin Pratama Putra memberikan uang sebanyak ratusan juta kepada Yaya dan Rifa yang merupakan pegawai Kemenkeu. Itu bertujuan untuk melancarkan permintaan anggaran tersebut.

Uang itu diberikan secara bertahap. Adapun rincian yaitu, Rp50 juta diserahkan di hotel Borobudur, Rp50 juta lagi di Sarinah dan Rp25 juta di Senayan City. Selain itu Yaya dan Rifa juga pernah menerima uang dari Aziz Zaenal melalui Erwin dalam bentuk transfer bank.

Sedangkan untuk Kota Dumai, lagi-lagi Yaya dan Rifa mendapatkan fee untuk meloloskan permintaan anggaran DAK itu. Adapun DAK Kota Dumai sebesar Rp96 miliar. Dengan menerima DAK itu, Yaya dan Rifa mendapat Rp250 juta. Kemudian, ada pula DAK tambahan untuk Kota Dumai sebesar Rp20 miliar. Dari DAK tambahan itu, Rifa menerima fee Rp200 juta.

Terkait dengan DAK untuk Kota Dumai itu, awalnya Walikota memerintahkan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Dumai, Mardjoko Santoso untuk menghubungi Yaya. 

Dihubunginya Yaya untuk meminta bantuan agar meloloskan permintaan anggaran DAK tersebut. Adapun syaratnya, yakni memenuhi permintaan fee dari Yaya sebesar 2 persen. Dengan permintaan itu, Walikota Dumai pun menyetujuinya.

Dengan meloloskan DAK Kota Dumai itu, Yaya dan Rifa kembali menerima fee sebesar 35.000 dollar Singapura.

Terkait hal itu, Juru Bicara (Jubir) KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya akan menguraikan peran pihak-pihak yang disebut dalam dakwaan yang disusun oleh JPU. Termasuk peran dari kedua kepala daerah do Riau itu. 

"Tentu hal tersebut nanti akan dibuktikan melalui rangkaian persidangan," ujar Febri saat dikonfirmasi melalui pesan singkat aplikasi perpesanan WhatsApp, Minggu (30/9/2018).

Penyidik KPK, kata Febri, juga akan mencermati fakta-fakta persidangan untuk kepentingan pembuktian, sekaligus pengembangan perkara pada pelaku lainnya dalam dugaan suap tersebut.

"Sejauh ini belum ada tersangka baru. Penyidikan baru sebagai pengembangan penanganan perkara, baru akan dilakukan setelah adanya bukti permulaan yang cukup, atau minimal dua alat bukti," sebut mantan aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) itu dilansir harianriau dari Riaumandiri.co.

Masih memiliki kaitan yang erat dalam perkara itu, Febri mengatakan Bupati Kampar dan Walikota Dumai masih berstatus saksi. "Statusnya masih saksi," pungkas Febri Diansyah.‎‎

‎Sebelumnya, pada tingkat penyidikan, Bupati Kampar dan Walikota Dumai pernah dipanggil oleh KPK untuk menjalani pemeriksaan. Sebelumnya juga, KPK memeriksa 2 orang saksi dari Kabupaten Kampar dalam kasus ini. Mereka adalah ajudan Bupati Kampar, Auliya Ulillah Usman dan Kepala Bappeda Kampar, Azwan.

Dalam perkara tersebut, KPK telah menetapkan 4 orang tersangka. Mereka adalah Yaya Purnomo, anggota Komisi XI DPR RI, Amin Santoso, pihak swasta atau perantara, Eka Kamaluddin dan Ahmad Ghiast.

Halaman :

Berita Lainnya

Index