Rudenim: 13 Pengungsi Di Pekanbaru Layak Dideportasi

Rudenim: 13 Pengungsi Di Pekanbaru Layak Dideportasi

HARIANRIAU.CO - Sebanyak 13 pengungsi yang kini dalam pengawasan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pekanbaru sudah saatnya dideportasi dari Indonesia karena sudah dinyatakan tidak akan mendapat suaka di negara tujuan mereka.

"Dari 1.158 pengungsi di Pekanbaru, ada 13 pengungsi yang sudah final rejected atau tidak akan mendapatkan suaka. Mereka sudah seharusnya dideportasi," kata Kepala Rudenim Pekanbaru, Junior Sigalingging di Pekanbaru, Jumat.

Dikutip harianriau.co dari laman antarariau.com, ia mengatakan imigran berstatus "final rejected" itu mayoritas berasal dari Iran dan Srilanka. Namun, dalam proses pembiayaan deportasi atau pemulangan ke negara asal, Junior mengatakan itu adalah urusan dari lembaga PBB yang menangani pengungsi atau UNHCR, yang di Indonesia melalui lembaga yang ditunjuk yakni International Organization for Migration (IOM).

"Jangan sampai proses deportasi mereka dibebankan ke pemerintah Indonesia," katanya.

Menurut dia, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Iran di Indonesia terkait proses deportasi. Pihak pemerintah Iran menyatakan, kondisi negara tersebut secara politik sudah aman dan ekonomi mereka juga relatif stabil, sehingga alasan warganya bersikeras mengungsi patut dipertanyakan.

Ia menjelaskan kini ada 1.158 pengungsi yang ada di Riau, dan lima di antaranya adalah pengungsi mandiri yang datang ke Indonesia sebagai turis dan mendaftar ke UNHCR sebagai pencari suaka. Indonesia selama ini hanya menjadi negara transit untuk mereka yang mencari suaka.

Pengungsi paling banyak berasal dari Afghanistan yakni mencapai 918 orang. Kemudian ada dari Palestina sebanyak 59 orang, Sudan 38 orang, Myanmar 43 orang, Irak 29 orang, Pakistan 25 orang, Iran 20 orang, Somalia 19 orang, Srilanka tiga orang, serta Yordania, Syiria, Singapura dan Malaysia masing-masing satu orang.

Selain 13 orang tersebut, lanjutnya, pengungsi lainnya masih berstatus dalam proses mencari suaka. Biaya hidup mereka ditanggung oleh IOM, namun pengawasan menjadi tanggung jawab Rudenim Pekanbaru. Namun, ada lima pengungsi mandiri yang kini dirawat oleh komunitas kristen karena IOM mulai tahun ini tidak menanggung biaya hidup pengungsi mandiri.
    
Tidak Ada Batas Waktu
   
Kepala Divisi Keimigrasian Kanwilkumham Riau, Mas Agus Santoso, mengatakan pemerintah Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi. Namun, karena banyak pengungsi dari luar negeri yang datang ke Indonesia, maka Pemerintahan Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

Hanya saja dalam Perpres tersebut tidak mengatur batas waktu pemerintah Indonesia akan mengurusi setiap pengungsi di Indonesia, sedangkan proses mencari suaka memakan waktu lama.

"Saya juga sulit menjawabnya karena tidak ada batas waktu berapa lama pengungsi bisa berada di Indonesia. Saya tidak tahu kenapa itu tidak diatur dalam Perpres, padahal dalam penyusunannya itu melibatkan lintas kementerian dan pemangku kebijakan," kata Mas Agus.

Dia mengakui bahwa keberadaan pengungsi yang terlalu lama berada di Indonesia tanpa batas waktu yang pasti, bisa menimbulkan masalah baru di kemudian hari. Apalagi jumlah mereka di Indonesia kini sudah mencapai sekitar 14 ribu orang.

Sebagian besar dari mereka juga adalah anak-anak, seperti di Pekanbaru kini ada 334 anak pengungsi yang bertambah karena ada yang sudah lahir di Pekanbaru. Ketika mereka beranjak dewasa, kebutuhan biologis mereka juga pasti bertambah dan belum ada solusi bagaimana untuk mencegah apabila dampak buruk bisa terjadi.

Halaman :

Berita Lainnya

Index