Sekdaprov Sebut Ubi Bisa Jadi Primadona Gantikan Sawit

Sekdaprov Sebut Ubi Bisa Jadi Primadona Gantikan Sawit

HARIANRIAU.CO - Komuditas perkebunan singkong bisa menjadi primadona baru, ditengah merosotnya harga sawit berapa tahun terakhir. Bayangkan saja, satu hektar sudah sudah bisa menghasilkan Rp130 juta ditambah lagi perpaduan tanaman jagung yang ditanam berdampingan ubi dengan masa panen tiga bulan saja.

Menurut Hijazi, hal ini bisa menjadi asa baru bagi masyarakat menjadikan sumber perekonomian baru. Tingginya permintaan akan ubi dipasaran harus direspon masyarakat dengan cepat.

Demikian disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi(Sekdaprov) Riau disela-sela meninjau perkebunan singkong di Desa Karya Indah kilometer sebelas dan lima belas Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Selasa (18/12/18).

"Saya kira ini harus direspon cepat. Apalagi sawit kita tahu dalam berapa tahun terakhir selalu anjlok, sementara harga ubi dipasaran sangat tinggi. Harganya juga tinggi," kata Hijazi.

Selama melakukan peninjauan dua titik perkebunan ubi di Tapung, mantan Kadisperindag Kota Batam ini mengaku sangat antusias. Jika ini dikembangkan oleh masyarakat, tentunya akan memberikan spirit perekonomian di masyarakat.

Bayangkan saja, papar Hijazi mengurai hasil penjelasan kelompok tani Harapan Jaya, dengan perhitungan satu hektar saja bisa menghasilkan 80 sampai 100 ton ubi. Jika dengan harga asumsi Rp1300  saat ini dikali 100 hektar yang dimiliki kelompok tani Harapan Jaya, maka Rp130 juta sudah mereka hasilkan dalam delapan bulan masa panen.

Hebatnya lagi, kelompok tani Harapan Jaya menanam jagung di kiri kanan jagung dengan masa panen per tiga bulan. Artinya, sebelum ubi dipanen, kelompok tani Harapan Jaya sudah dapat mengembalikan modal dari modal yang dikeluarkan.

"Ini sudah kerja bisnis. Dengan pola tanam menggunakan mosa. Menanam ubi ditengah, kiri kanan jagung ditanam bersama sama, jagung tiga bulan panen, sementara ubi 8 bulan, dengan panen jagung saja biaya kos perkebunan sudah tertutupi. Berarti ubi yang ditanam bulan berikutnya itu sudah keutunungan saja lagi," ungkap Hijazi.

Saat ini, di Riau sendiri sudah ada memiliki pabrik pengolahan ubi menjadi tepung tapioka, seperti di Kampar dan Kandis Siak. Namun ketersediaan dua pabrik ubi ini baru memenuhi bahan baku ubi yang dibutuhkan sebesar 40 persen.

"Tadi dikatakan dari Medan juga banyak mengambil bahan baku ubi di Tapung ini. Bahan baku ubi yang disuplai ke pabrik lokal juga baru dapat memenuhi 40 persen. Artinya inikan peluang besar," ujar Hijazi.  (MCR)

Halaman :

Berita Lainnya

Index