IPM Riau Tahun 2018 Meningkat 0,65 Point Dibanding Tahun 2017

IPM Riau Tahun 2018 Meningkat 0,65 Point Dibanding Tahun 2017
Kepala BPS Riau Ir Aden Gultom saat memberi penjelasan kepada awak media

HARIANRIAU.CO - Pembangunan manusia di Riau terus mengalami kemajuan. Pada tahun 2018, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Riau mencapai 72,44, meningkat dibanding tahun 2017 sebesar 71,19. Angka ini meningkat sebesar 0,65 poin atau tumbuh sebesar 0,91 persen dibandingkan tahun 2017. Pertumbuhan IPM selama 5 tahun terakhir (2014-2018) rata-rata sebesar 0,74 persen.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Riau Ir Aden Gultom menjelaskan, Bayi yang lahir pada tahun 2018 memiliki harapan untuk dapat hidup hingga 71,19 tahun, lebih lama 0,20 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir tahun sebelumnya. Anak-anak yang pada tahun 2018 berusia 7 tahun memiliki harapan dapat menikmati pendidikan selama 13,11 tahun (Diploma II, namun tidak tamat), lebih lama 0,08 tahun dibandingkan dengan yang berumur sama pada tahun 2017.

"Penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh pendidikan selama 8,92 tahun (kelas IX, namun tidak tamat), lebih lama 0,16 tahun dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2018, masyarakat Riau memenuhi kebutuhan hidup dengan rata-rata pengeluaran per kapita sebesar 10,968 juta rupiah per tahun, meningkat 291 ribu rupiah dibandingkan pengeluaran per kapita tahun sebelumnya," jelasnya, Senin (6/5/2019).

Aden menambahkan, IPM tertinggi di Riau berada pada Kota Pekanbaru sebesar 80,66 sedangkan yang terendah di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 65,23. Kabupaten dengan kemajuan pembangunan manusia paling cepat, yaitu Kabupaten Rokan Hilir (1,31%), sementara itu Kabupaten Kampar (0,43%) tercatat dengan pertumbuhan paling lambat di Riau selama tahun 2017-2018.
 
Untuk diketahui, IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan metode penghitungan direvisi pada tahun 2010.

BPS mengadopsi perubahan metodologi penghitungan IPM yang baru pada tahun 2014 dan melakukan backcasting sejak tahun 2010. IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standard hidup layak (decent standard of living).

Umur panjang dan hidup sehat digambarkan oleh Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH) yaitu jumlah tahun yang diharapkan dapat dicapai oleh bayi yang baru lahir untuk bertahan hidup, dengan asumsi bahwa pola angka kematian menurut umur pada saat kelahiran sama sepanjang usia bayi. Pengetahuan diukur melalui indikator Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah rata-rata lamanya (tahun) penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Standar hidup yang layak digambarkan oleh pengeluaran per kapita disesuaikan, yang ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (purchasing power parity).

IPM dihitung berdasarkan rata-rata geometrik indeks kesehatan, indeks pengetahuan, dan indeks pengeluaran. Penghitungan ketiga indeks ini dilakukan dengan melakukan standardisasi dengan nilai minimum dan maksimum masing-masing komponen indeks. 

Halaman :

Berita Lainnya

Index