Menteri Keuangan Belum Tentukan Kenaikan Tarif Harga Jual Rokok

Menteri Keuangan Belum Tentukan Kenaikan Tarif Harga Jual Rokok
Sri Mulyani Menegaskan Bahwa Menkeu Masih Mengkaji Kenaikan Tarif Harga Jual Rokok

HARIANRIAU.CO, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ikut menanggapi merebaknya isu kenaikan harga rokok hingga mencapai Rp50 ribu per bungkus. Dia menegaskan, Kementerian Keuangan sampai saat ini masih mengkaji besaran kenaikan tarif cukai hasil tembakau dan belum menentukan harga jual eceran rokok. 

“Belum ada aturan terbaru mengenai harga jual eceran maupun tarif cukai rokok sampai hari ini," tegasnya saat konferensi pers di Gedung Djuanda I, Kemenkeu, Senin (22/8) seperti dilansir CNN.

Menurutnya, merebaknya isu kenaikan harga rokok muncul dari hasil kajian salah satu pusat kajian ekonomi mengenai kemungkinan dampak kenaikan cukai terhadap harga dan konsumsi rokok. 

"Saya memahami bahwa ada studi yang dilakukan salah satu pusat kajian ekonomi mengenai apa yang disebut dengan sensifitivitas atas kenaikan harga rokok terhadap konsumsi rokok,” ujar Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu. 

Wacana lonjakan harga rokok bermula dari Kongres Indonesian Health Economics Association (InaHEA) di Yogyakarta, akhir bulan lalu. Pada kesempatan itu, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany membeberkan hasil risetnya bahwa perokok akan berhenti merokok jika harga rokok dinaikkan hingga tiga kali lipat.

Berdasarkan penelitian lembaganya, dari seribu sampel yang diambil acak menunjukkan bahwa 80 persen perokok pasif dan 76 persen perokok aktif setuju jika harga rokok naik. Sebanyak 72 persen perokok bahkan mengatakan akan berhenti merokok jika harga rokok naik tiga kali lipat.

“Satu sampai dua bungkus rokok per hari jika ditotal, dihitung besaran pengeluaran untuk rokok per bulannya, mencapai Rp450 hingga Rp600 ribu. Dalam studi ini, para perokok bilang kalau harga rokok di Indonesia naik jadi Rp50 ribu per bungkus, mereka akan berhenti,” kata Hasbullah.

Merespons kajian tersebut, Sri Mulyani menyatakan, penetapan harga jual eceran dan tarif cukai rokok tahun depan akan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Cukai dan hasil pembahsan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. 

"Sampai saat ini masih dalam proses konsultasi berbagai pihak dan nantinya bisa diputuskan sebelum APBN 2017 dimulai,” ujarnya.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengungkapkan, kenaikan tarif cukai akan diumumkan tiga bulan sebelum tarif cukai berlaku. Secara historis, pemerintah memberlakukan tarif cukai baru per 1 Januari tahun berikutnya.

“Tahun ini kita akan usahakan ada pengumuman secepat mungkin untuk kenaikan (tarif cukai) 2017. Perkiraan saya sekitar September akhir,” ujarnya.

Dengan pengumuman dini, ia berharap perusahaan rokok bisa mempersiapkan strategi pemasaran dan konsumen bisa menyesuaikan pola konsumsinya. 
 
Namun, Heru belum bisa mengungkapkan rencana penyesuaian tarif cukai rokok karena masih dikaji. Selain memperhatikan faktor kesehatan, pemerintah juga mempertimbangkan faktor lain seperti nasib pelaku industri rokok yang mencapai 6 juta jiwa dan juga daya beli masyarakat perokok. 

“Kami harus memperhatikan dua pihak itu, pemerintah harus berdiri di tengah-tengah tidak boleh salah satu pihak saja,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga mempertimbangkan tingkat inflasi tahunan dan pertumbuhan ekonomi sebagai basis penetapan persentase kenaikan tarif. 

Halaman :

Berita Lainnya

Index