Forum Warisan Unilak Gelar Diskusi Publik Selamatkan Tahura

Forum Warisan Unilak Gelar Diskusi Publik Selamatkan Tahura

HARIANRIAU.CO - Keberadaan Taman Hutan Raya (Tahura) yang dibuat pemerintah disetiap daerah, seyogyanya adalah untuk  Demi menjaga ekosistem hewan dan tumbuhan, untuk menjaga konservasi flora dan fauna, agar tetap terjaga dan berkembang diatas alam dengan baik.

Akan tetapi akibat 'tangan-tangan jahil' apa yang menjadi tujuan mulia dari pemerintah itu tidak seindah yang direncanakan, mereka mengubah hutan rimba menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit.

Hal itu terungkap dalam seminar dan diskusi publik dengan tema ‘Selamatkan Tahura’ yang ditaja oleh Forum Wahana Rimbawan Konservasi Hutan (Warisan) dari kelompok Mahasiswa Universitas Lancang Kuning (Unilak) Riau, selasa (12/11/2019) kemarin.

Meski demikian, masih ada beberapa pejabat yang berusaha mempertahankan dan berjuang untuk merebut kawasan hutan, yang dikuasai para mafia untuk dikembalikan dari kawasan perkebunan menjadi kawasan hutan rimba.

Seperti penjelasan Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK)  Riau, H Zailani SP MMA, hutan sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekologis bumi.

“Kami sekarang sedang berjuang keras menjaga dan merebut kawasan yang sudah menjadi kebun sawit menjadi kawasan hutan Rimba. Alhasil berkat kerja keras, sebagian kawasan sudah beralih ke fungsi menjadi hutan rimba,” aku Zailani yang bertugas mengelola Tahura Sultan Syarif Hasyim (SSH), dalam pemaparannya selaku narasumber.

Diuraikan Zailani, Tahura SSH Riau dibentuk oleh Pemerintah pusat dan daerah tahun 1985. Luas Tahura sekitar 6.172 hektar. Kawasannya berada diempat desa yaitu Desa Rantau bertuah, Minas Jaya, Kota Karo dan Kelurahan Muara Fajar.

Selain itu, Tahura SSH berada di tiga kabupaten/kota, yakni Kabupaten Kampar, Kabupaten Siak dan Kota Pekanbaru. Karena berada diantara kabupaten/kota, maka Tahura berada dibawah kawasan DLHK Riau.

“Dari 6.172 hektar tersebut, 4000 hektar hutannya sudah rusak akibat dikuasai oleh pengusaha kebun sawit, baik perorangan maupun kelompok yang berkedok koperasi. Yang 2000 hektar bisa dijaga secara ketat. Sementara sekarang 1000 hektar sudah dikuasai dan dikembalikan ke negara,” kata Zailani yang menjabat sejak tahun 2017 lalu.

Dari pihak luar mungkin tidak peduli dan atau tidak mengerti bagaimana perjuangan tim KPHP yang terdiri dari Polhut, Brigdalkarhutla dan Penyuluhan Kehutanan menjaga dan merebut kawasan yang sudah dikuasai masyarakat, dikembalikan menjadi hutan rimba.

Hampir setiap hari tim melakukan patroli dan merobohkan pondok pondok yang berada dalam kebun didalam kawasan Tahura. Meski disebut pondok, namun dipondok tersebut ada sepeda motor trail, mobil double cabin dan mobil mewah lainnya. Artinya, pemilik kebun sawit yang berumur berkisar 25 tahun, 10 tahun dan baru tanam itu bukan orang sembarangan.

"Dalam penertiban ini, nyawa dipertaruhkan. Selain medan berat, tim sering mendapat tantangan dan dikepung oleh masyarakat yang memegang tombak, parang dan senjata tajam lainnya," sebutnya, seperti dalam rilis yang diterima redaksi.

Tetapi berkat pendekatan secara persuasif, secara bertahap masyarakat tersebut bisa memahami dan mau mengalah. Sehingga secara bertahap juga, kawasan  Tahura yang rusak bisa ditertibkan.

Diakuinya lagi, pengambilan kawasan itu tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan. Namun harus dilakukan secara bertahap. Karena tim dari KPHP tidak dipersenjatai. Jika tidak pandai-pandai maka nyawa akan
melayang.

Jika tahap pengembalian fungsi hutan sudah selesai, maka PKHP akan masuk ketahap kedua yaitu penghijauan. DLHK akan melibatkan masyarakat, mahasiswa dan pelajar dengan cara menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi untuk penanaman bibit kayu alam.

“Kita harus memiliki prinsip. Jika kita mengalah, maka mereka (Mafia) perkebunan itu akan semakin ganas menebang seluruh hutan. Oleh sebab itu, saya tidak peduli kepada pelanggar, untuk menertibkan seluruh kawasan Tahura. Bahkan beberapa kali, kami hampir berkelahi dengan oknum pejabat pusat yang berkunjung ke lahan konflik, karena tidak berpihak kepada negara,” sebut Zailani, menceritakan pengalamannya saat menjalankan tugas di Tahura.

Tahura Miliki Kawasan Wisata Alam Menarik

Pengelolaan Tahura SSH dibagi menjadi 5 blok. Diantara fungsinya yaitu konservasi flora dan fauna, kawasan wisata alam dan lain – lain.

Didalam kawasan wisata Tahura ada penginapan, taman bermain, olahraga, danau, bumi perkemahan, 39 kilometer jalur track motor trail dan lain-lain. Setiap tahun kunjungan wisata terus meningkat.

Bahkan disini sering dilaksanakan tempat berkumpul para pemotor trail untuk uji nyali dalam hutan raya. Kunjungan wisata terbanyak dari masyarakat yang ingin menenangkan pikiran bersama keluarga, pelajar dan wisatawan luar.

“Kawasan wisata Tahura yang berjarak sekitar 29 kilometer dari Kota Pekanbaru terus dipromosikan, agar jumlah pengunjung terus bertambah. Karena kenyamanan dan keasrian udaranya tidak kalah dengan objek wisata alam didaerah terkenal diluar Provinsi Riau,” jelas Zailani.

Kemudian, selain PKHP, pemateri dalam diskusi publik ini adalah Praktisi Hukum, Ahmad Zulham. Ia mengatakan, bahwa menjaga konservasi mahluk hidup dan alam telah diatur dalam UUD 1945. Dimana, Air, udara dan alam dikuasai dan dijaga oleh negara.

Dalam menjaga kearifan lokal, maka harus ada kolaborasi antara pemerintah desa, camat, kabupaten, provinsi dan masyarakat untuk menjaga keutuhan hutan dan lingkungan.

Ahmad menegaskan, dalam prospek hukum, setiap pelanggaran atau perampasan kawasan hutan negara harus diberi sanksi tegas. Namun sanksi tersebut tergantung motif pidananya.

Seperti pelaku merambah, menebang, membakar, memanen sawit yang disegel negara dan atau merubah fungsi hutan menjadi kebun, tentu hukumannya berbeda-berbeda.

“Jadi motif kesalahan ini yang kita jadikan sebagai barometer hukum. Dengan adanya penegakkan hukum, diharapkan bisa menjadi efek jera bagi para mafia pembakar hutan dan pelanggar hukum di kawasan hutan yang dilindungi negara,” kata Ahmad.

Sementara Ketua Wahana Rimbawan Konservasi Hutan (Warisan) dari Mahasiswa Universitas Lancang Kuning (Unilak) Riau Usi Sudarsah mengatakan, di Provinsi Riau sangat banyak pelaku penebangan, pembakaran hutan dari perorangan maupun perusahaan untuk penanaman perkebunan ilegal.

Melalui diskusi ini, bisa membuka mata dan telinga Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk bagaimana cara menjaga, mengawasi dan menindak tegas para mafia perkebunan.

Selama ini dilihat, banyak pelaku usaha yang merambah hutan untuk dijadikan perkabunan. Namun pemerintah seakan tidak peduli dan juga tidak berani bertindak tegas memberikan sanksi hukum.

“Kami sangat berharap kepada pemerintah dan masyarakat untuk bisa berpartisipasi menjaga ekosistim alam. Agar hutan sebagai paru paru dunia bisa terus lestari dan hijau di Bumi Lancang Kuning ini,” kata Usi. 

sumber: mediacenter.riau.go.id

Halaman :

Berita Lainnya

Index