Guru Harus Diberi Pelatihan untuk Bentuk Sekolah Ramah Anak

Guru Harus Diberi Pelatihan untuk Bentuk Sekolah Ramah Anak

HARIANRIAU.CO - Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Seto Mulyadi mengatakan, guru harus diberi pelatihan untuk menciptakan sekolah ramah anak. Pasalnya, masih banyak terjadi kekerasan pada anak, akibat guru mendidik dengan pola kekerasan.

Seto Mulyadi atau yang biasa disapa Kak Seto ini menuturkan, untuk menyukseskan program sekolah aman. Pihaknya juga berkontribusi memberikan pelatihan kepada para guru dengan melibatkan pemerintahan daerah (Pemda).
“Tahun ini kami lakukan road show ke 30 kota, kami ingin bekerja sama dengan Kemdikbud untuk menciptakan guru- guru yang aktif dan tidak melakukan kekerasan,” kata Kak Seto di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Selasa, (13/9).

Dijelaskan dia, hadirnya sekolah ramah anak agar guru-guru dapat menjadi sahabat anak. Selain itu, guru dengan mudah memotivasi anak untuk belajar dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.

Untuk itu, Kak Seto menegaskan, budaya kekerasan di sekolah tidak dapat dibenarkan. Maka, siapapun yang melakukan kekerasan kepada anak akan terkena sanksi pidana, seperti penjara lima tahun.

Menurut Seto, terjadinya kekerasan terhadap anak karena, tidak pernah ada pelatihan guru dan ditambah 70% guru sebetulnya tidak layak mengajar. Untuk itu, guru harus diberikan keterampilan untuk mengajar dengan bahasa yang menarik, dan kreatif. Sebab dengan cara tersebut, guru tidak melakukan kekerasan.

Mendatang, Psikolog Anak ini menuturkan, perlu adanya komunikasi dan interaksi tentang pola pengajaran. Sebab banyak sekali materi yang diajarkan tidak semuanya bermanfaat. Misalkan, ketika sekolah anak diajarkan Sin Cos Tan, tapi tidak digunakan semuanya. Hanya lima persen memanfaatkan rumus tersebut. Maka, pemerintah harus mengubah pola pengajaran. Harus diutamakan pendidikan literasi seperti keuangan yang berhubungan langsung dengan kehidupan sehari –hari.

Selain metode dan guru, Seto juga menuturkan, dalam membimbing anak calon orang tua juga perlu dilatih. Mereka harus diajarkan bagiamana menjadi ayah dan ibu, sehingga mengajarkan anak dengan kekuatan cinta.

Sementara itu, Psikolog Kasandra Putranto mengatakan, pendidikan tidak sepenuhnya tanggung jawab pemerintah, tapi semua pihak. Mulai dari orang tua, guru, sekolah, pemerintah, lingkungan, dan industri.

Untuk industri, kata Kasandra berhubungan dengan produksi makanan anak. “Mengapa industri, karena ada barang yang diproduksi yang terkontaminasi dan merusak generasi muda,” ujarnya.

Sedangkan lingkungan, Kasandra menjelaskan, adanya lingkungan yang bagus dapat membuat anak tumbuh baik dan cerdas atau sebaliknya. Anak selalu mencontohkan apa yang dilihat pada lingkungan sekitarnya. “Meski di sekolah anak diajarkan untuk buang sampah pada tempatnya namun karena tidak dipaktik dilingkungan maka anak akan tetap buang sampah sembarangan,” ujarnya.

Menyimpangnya perilaku anak, kata Kasandra dapat dilihat dari pola didik. Pemerintah perlu memperhatikan. Pasalnya, rata-rata anak yang bermasalah karena dilahirkan dari seorang ibu belum cukup umur. Berdasarkan data, faktnya banyak anak terlahir dari ibu yang berusia 15-19 tahun.

Kasandra menjelaskan, anak dari ibu yang masih belia rawan, karena mereka minim pengetahuan dalam mendidik anak. Apalagi dihimpit permasalahan ekonomi dan perceraian. Kenyataan ini yang menyebabkan adanya pelanggaran hukum dan struktur sosial.

Untuk itu, Kasandra mengharapkan, pemerintah dalam hal Kemdikbud menyiapkan pendidikan massal untuk orangtua muda, sehingga mereka dapat kembali belajar.

“Semoga ada pendidikan khusus disiapkan untuk orantua muda ini supaya mereka kembali belajar. Karena kalo sudah melahirkan mereka tak bisa kembali ke sekolah dan sekarang tidak ada pendidikam massal walaupun ada paket A,B, dan C,” ujarnya.

 

 

 

Halaman :

Berita Lainnya

Index