Kasus Kematian Haji Permata Dilimpahkan ke Polda Riau, 13 Saksi Diperiksa

Kasus Kematian Haji Permata Dilimpahkan ke Polda Riau, 13 Saksi Diperiksa
H Jumhan atau Haji Permata

HARIANRIAU.CO - Kasus kematian H Jumhan atau Haji Permata yang dilaporkan keluarganya di Polda Kepulauan Riau (Kepri) dilimpahkan ke Polda Riau. Sebab, locus delicti (tempat kejadian perkara) berada di wilayah perairan Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Bahkan, polisi langsung memeriksa 13 orang saksi yang melihat kejadian itu.

"Iya, sudah dilimpahkan ke Polda Riau kemarin. Kita juga sudah melakukan olah TKP bersama Polres Indragiri Hilir di perairan," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau, Kombes Teddy Ristiawan, Selasa (19/1).

Teddy mengatakan, pihaknya juga telah memeriksa 13 orang saksi yang mengetahui penembakan terhadap di pengusaha asal Batam, Haji Permata oleh petugas Bea Cukai. Namun, untuk pihak Bea Cukai belum hadir saat dipanggil untuk diperiksa.

"Saksi yang dipanggil dalam pemeriksaan ada 13 orang. Semua saksi baru dari masyarakat, dari Bea Cukak belum hadir," kata perwira menengah jebolan Akpol 1999 itu.

Teddy tak ingin berspekulasi terkait kematian Haji Permata. Karena, Teddy mengaku mengetahui secara pasti bagaimana kronologi tewasnya korban di atas kapal dengan 3 luka tembak di dadanya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kepulauan Riau (Kepri) menggagalkan penyelundupan 7,2 juta batang rokok ilegal pada Jumat (15/1). Haji Permata tewas tertembak dalam kejadian itu. Sedangkan rombongannya yang lain selamat.

Karena tidak terima, keluarga korban membuat laporan dugaan pembunuhan Haji Permata ke polisi. Laporan dibuat di Polda Kepri dan dilimpahkan ke Polda Riau terhitung 18 Januari kemarin.

Menanggapi insiden itu, pengamat hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Riau, Raja Desril SH MH menilai, penembakan terhadap seseorang yang diduga melakukan kejahatan merupakan upaya terakhir. Meski demikian, penembakan tidak boleh pada titik yang mematikan seperti di dada.

"Penembakan mestinya di titik-titik bagian tubuh yang tidak mematikan. Ketika yang diduga melakukan kejahatan tidak melakukan perlawanan yang dapat mengancam nyawa penegak hukum, maka penggunaan senjata api bagi penegak hukum tersebut patut diproses secara hukum," kata Desril.

Desril juga mengingatkan, aparat penegak hukum agar tidak mengenyapingkan hukum dalam menjalankan tugasnya. Artinya, jika hal itu dilakukan, maka aparat tersebut bisa dikatakan melanggar hukum.

Apalagi kejahatan yang dilakukan terduga pelaku bukanlah extraordinary crime (kejahatan luar biasa).

"Jangan menegakan hukum dengan mengenyampingkan hukum itu sendiri. apalagi kasus yang diduga dilakukan seseorang tersebut bukanlah kasus extraordinary crime," tandasnya.

Halaman :

Berita Lainnya

Index