Perikanan Dijarah, DPRD Rohil : Sepertinya Ada 'Kongkalikong'

Perikanan Dijarah, DPRD Rohil : Sepertinya Ada 'Kongkalikong'

HARIANRIAU.CO, ROKAN HILIR - Minimnya patroli pengawasan perairan dan pantai mengakibatkan leluasanya nelayan asal Sumtera Utara (Sumut) Asahan merambah potensi sumber daya perikanan dan kelautan di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil).

Hal tersebut menujukan bahwa tidak ada bentuk kepedulian pemerintah daerah terhadap nelayan  tangkapan kerang dengan cara manual (pakai tangan, red).

Anggota DPRD Rohil, Mulkan Muhammad, Rabu (19/10/2016) meminta kepada Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Rohil serta seluruh pihak terkait menindak tergas puluhan kapal tangkap kerang yang beroperasi di perairan Bagansiapiapi, Pulau Halang, Sinaboi.

Dia mengatakan, penindakan tegas itu perlu dilakukan dimaksudkan untuk memberikan efek jera dan menyelamatkan populasi kerang dikawasan Selat Malaka, sekaligus memberikan rasa aman kepada nelayan tempatan yang menangkap kerang secara tradisional.

"Kegiatan seperti ini sudah sering terjadi. Kita menduga ada banyak orang yang terlibat 'kongkalikong' atau 'main mata' dalam kasus ini, mulai dari aparat keamanan, tokoh masyarakat, petugas pelabuhan hingga pegawai perikanan sendiri," sebut anggota DPRD Rohil yang juga Ketua DPD HSNI Rohil.

Dikatakan Dia kembali, sudah bertahun-tahun kapal-kapal tank penangkap kerang beroperasi di perairan Rohil. Mungkin mereka bebas mencuri, terus pergi tanpa ada yang tertangkap.

"Akibat ulah oknum yang tidak bertanggungjawab itu, tentu saja kita sangat prihatin, terhadap nasib nelayan tradisional setempat yang saban hari menggantungkan hidup dari hasil menangkap kerang tersebut." ujarnya

"Makanya sekali lagi kita meminta kepada seluruh pihak terkait untuk melakukan pengamanan dengan cara menindak tegas para  pelaku pejarah potensi kerang pantai," Mulkan menegaskan.

Untuk diketahui, tank penangkap kerang itu menggunakan alat tangkap yang terbuat dari besi dan ditarik dengan mesin. Dalam sehari, mereka mampu menghasilkan 20 Ton kerang perkapal.

Kalau sepuluh kapal berarti 200 ton untuk sekali tangkap. Sayangnya kegiatan tersebut sangat berpotensi merusak benih kerang dan menghancurkan sumberdaya hayati, terutama tempat berkembing biaknya habitat kerang, sehingga harus ditindak tegas.

Halaman :

Berita Lainnya

Index