Oleh: Ardiansyah Julor
Ketua ICMI Muda Inhil
"Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” – Soekarno.
Sejarah telah membuktikan betapa dasyat dan luar biasanya kekuatan pemuda, diberbagai belahan dunia telah tercatat berbagai sejarah eksetensi pemuda sebagai eksekutor perubahan. Termasuk di negara kita Indonesia, pemuda adalah bagian terpenting dalam perjuangan kemerdekaan dan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebelum kemerdekaan tahun 1945, pergerakan melawan penjajah di wilayah nusantara juga dimotori oleh kaum muda, seperti Soekaro, Hatta, Budi Otomo dan banyak lagi pemuda saat itu yang menjadi garda terdepan dalam perang melawan penjajahan. Dan kita pemuda Indoensia memiliki hari yang sangat bersejarah yang selalu kita peringati setiap 28 Oktober sebagai hari sumpah pemuda.
Beda zaman, beda pula tantangan. Bangsa indonesia telah melalui fase penjahan secara fisik dan kedaulatan hingga merdeka 1945, dan kini keberadaan negara Indoesia sudah diakui secara internasional. Sesungguhnya perjuangan belum usai, saat ini kita masih ‘berperang’ dalam melawan kemiskinan, kesenjangan sosial, ketidak adilan, korupsi, kapitalis dan berbagai persolan bangsa dimana hari ini Ibu Pertiwi sedang menungu para pemuda untuk mengulang sejarah bahwa pemuda mampu menjawab dan menyelesaikan persolan-pesolan bangsa tersebut.
Salah satu persoalan negara Indonesia saat ini adalah tingginya urbanisasi yang memilki danpak multiefek, dimana kaum muda juga tidak ketinggalan meramaikan arus perpindahan penduduk dari desa ke kota tersebut, mulai dari yang tidak berpendikan, berpendikikan rendah hingga yang berpendiikan tinggi memilih hidup dan berkeja di perkotaan. Padahal desa yang menjadi ujung tombak pembangunan sangat membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelola dan mengembangkan potensi-potensi lokal. Apalagi saat ini pemerintah sedang gencarnya mengalirkan dana ke desa hingga milyaran rupiah perdesa dalam pertahunnya tentunya harus dikelola dan dimanfaatkan serta diawasi oleh orang-orang yang berkompeten dan beintegritas, tentunya lagi-lagi gerakan para kaum muda ditunggu.
Urbanisasi di Indonesia mengalami laju paling cepat di dunia. Menurut laporan, selama periode 2000 hingga 2010 luas perkotaan bertambah 1.100 KM persegi. Selama 60 tahun populasi perkotaan di Indonesia meningkat rata-rata sebesar 4,4 persen. Puncaknya pada tahun 2013, populasi perkotaan di Indonesia mencapai 130 juta jiwa atau 52 persen total penduduk Indonesia. (Sumber Kompas.com, 14 Juni 2016).
Kini desa menjadi sepi, ramainya ketika lebaran saja. Sebuah tantangan zaman yang harus kita jawab bersama. Sebagai pemuda kita harus sadar bawha tanggung jawab kita sedang dipertanyakan, sebagai anak jati negeri kampong kita masing-masing Ibu kita Pertiwi sedang menanti tangan dingin dan semangat yang membara dari para pemuda. Banyak persoalan baik itu persoalan sejak zaman nenek kita hingga persoalan kekinian yang harus selesaikan, desa butuh anak-anak muda yang energik, desa butuh tokoh-tokoh pendombrak untuk mencapai cita-cinta bangsa ‘kemerdekaan’ yang sesungguhnya.
Sekrang pemuda berada pada momentum yang tepat, saat ini pemerintah baik pusat dan daerah sedang gencarnya-gencarnya membangun daerah pedesaan dengan menggelontorkan dana yang tidak sedikit. Pada tahun 2016 saja, pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalokasikan dana sebesar 46,9 triliyun untuk pembangunan desa, belum lagi ditambah dana yang dialokasikan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) daerah masing-masing.
Anggaran dana desa yang cukup fantastis juga memiliki potensi terjadinya tindakan korupsi dimana salah satu faktor masih lemahnya pengawasan. Selain itu kurangnya kemampuan pemerintah desa dalam mengelola dana desa sehingga program pembagunan kurang mengenai sasaran dan tidak sedikit uang negara hanya menguap dengan sia-sia. Namun jika dana yang besar tersebut digunakan dengan sebaik-baiknya menggunakan sistem pengelolaan yang transfaran dan akuntebel maka akan memberikan danak yang sangat positif bagi pembaungunan desa disegala bidang.
Kembali ke diri kita, para pemuda, kita yang merasa terapanggil, jika tidak bisa hari ini, mungkin hari esok, tapi yang jelas secepatnya kita kembali ke desa kampung halaman kita, jika mungkin belum bisa kembali setidaknya kita ikut seta memikirkan dan berbuat. Sesungguhnya desa banyak memiliki potensi-poetnsi yang mampu mengantarkan masyarakatnya kepada kesejahteraan, hanya tinggal menunggu orang-orang yang tepat untuk mempeloporinya. “Kubangun kampung halaman ku untuk membangun bangsa dan negara”.