Kisruh PT BSP, DPRD Siak Minta Pemda Bersikap

Kisruh PT BSP, DPRD Siak Minta Pemda Bersikap

HARIANRIAU.CO - Beberapa waktu terakhir masyarakat Riau dihebohkan terkait kemelut yang sedang menerpa PT Bumi Siak Pusako (BSP) salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik beberapa Kabupaten se Riau.

Kisruh itu ternyata membuat DPRD Siak resah dan risih dikarenakan menyangkut aset milik Pemerintah Kabupaten Siak.

Atas hal itu, DPRD Siak gelar hearing bersama PT BSP, Pemerintah Kabupaten Siak dan Badan Operasional Bersama (BOB).

Ketua DPRD Siak Indra Gunawan meminta Pemerintah Kabupaten Siak untuk tegas dalam menyikapi persoalan yang saat ini sedang dihadapi BUMD milik daerah tersebut.

Indra berpandangan sudah 20 tahun PT BSP mengelola minyak di bumi melayu ini belum ada persoalan.

Namun, kata Ketua DPRD Siak itu, Ia juga bertanya kenapa tiba-tiba hari ini ada persoalan hingga akan meninjau kembali kesepakatan bahwa PT BSP akan menjadi operator penuh dalam mengelola blok CPP.

"Sudah 20 tahun PT BSP berdiri, manajemen terus berganti, pemerintah terus beregenerasi, setelah itu kenapa harus hari ini muncul masalah seperti ini? Apa yang sedang terjadi?," tanya Ketua DPRD Siak Indra Gunawan saat RDP dengan PT BSP, BOB dan Pemerintah Kabupaten Siak, Selasa (22/2/2022) petang.

Disebutkannya, kalau saat ini terjadinya fluktuatif atas pendapatan yang terjadi dituBuh PT BSP terkait produksi yang berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu hal biasa.

"Kalau soal fluktuatif produksi itu hal biasa, tapi ini kenapa sampai DPR RI komisi VII sampai ingin meninjau kembali kesepakatan bahwa PT BSP akan mengelola penuh," kata Indra.

Dijelaskannya, kalau hal itu terkait pembangunan gedung Badan Usaha Milik Daerah PT Bumi Siak Pusako (BSP)  yang dibangun saat ini dan malah membuat susah PT BSP. Indra menilai untuk membatalkan saja kelanjutan membangun gedung itu.

"Pemerintah harus bersikap ketika ada permasalahan di pembangunan 'tower', kenapa setelah putus kontrak mereka masih bekerja di situ," kata Ketua DPRD Siak.

Lebih lanjut, dikatakan Indra Pemkab Siak harus tegas jika memang manajemen PT BSP salah mengambil kontraktor. Terlebih lagi pembangunan menara itu tidak kecil yakni bernilai Rp87 miliar.

Selain itu ditanyakannya apakah keputusan pemutusan kontrak ini sudah persetujuan pemegang saham. Pasalnya Pemkab Siak adalah yang mayoritas sehingga yang lain bertanya-tanya kenapa ini seperti tidak ada penyelesaian.

Dalam kesempatan itu, Asisten II Pemkab Siak, Hendrisan tidak memberikan jawaban beserta sikap  pemerintah atas kemelut yang terjadi di PT BSP yang menjadi pertanyaan anggota Dewan Siak.

Bahkan, dari yang disampaikan Hendrisan, Pemda Siak terkesan berlindung dibalik management PT BSP.

Hendrisan yang juga rangkap jabatan sebagai Komisaris PT BSP menceritakan awal mula pembangunan gedung itu sejak Mei tahun lalu.

"Mei mulai kerja, setiap bulan direktur selalu melapor. Selalu kami komisaris dan perwakilan Pemkab Siak menyarankan manajemen mengikuti ketentuan berlaku pengadaan barang dan jasa," ujarnya.

Kontraktor, sebut Hendrisan, minus pembangunannya lebih dari dua persen per pekan atau per triwulannya serta diikuti peringatan pertama dan kedua. 

Lanjutnya, pihaknya kemudian menyarankan tim percepatan pembangunan gedung konsultasi ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Disarankan secara lisan jika keterlambatannya lebih 16 persen, maka  kami menyarankan putus kontrak saja. Sesuai ketentuan setelah 14 hari dicairkan jaminan pelaksanaan," ungkapnya.

Ke depan, tambah Hendrisan, perlu dilakukan upaya hukum karena kalau sudah putus kontrak mestinya tidak bekerja lagi. Direktur juga tidak bisa menganulir putus kontrak itu ataupun menetapkan kontraktor itu jadi pemenang kembali.

"Sudah ada untuk mediasi, sudah cair jaminan pelaksanaannya, tapi mereka tetap tak mau keluar. Ini langkah hukum kami sarankan kepada direktur sepengatahuan pemegang saham, PT BSP memperkarakan ini ke pihak berwajib. Ini amanah pemegang saham juga," ujarnya.

Sementara itu, Direktur PT BSP Iskandar dalam hearing tersebut mengatakan kemelut yang terjadi dan menjadi atensi masyarakat Riau itu bermula  dari Komisi VIII DPR RI meminta pemerintah  pusat melalui SKK Migas meninjau kembali penunjukan BSP dalam pengelolaan blok CPP secara 100 persen yang direncanakan akan mulai tahun 2022 ini.

"Saat ini, sebagai Direktur PT BSP kami tetap mempertahankan sesuai yang sudah Mou bahwa Pat BSP tetap mengelola secara penuh Blok CPP," kata Iskandar dalam hearing tersebut.

Dalam hearing tersebut, Iskandar juga menjelaskan bagaimana keberhasilan PT BSP dalam mengelola minyak di Bumi Lancang Kuning.

"Kalau prestasi sejak berdirinya PT BSP ini berbagai pihak sudah memujinya, termasuk dari kementrian ESDM dan SKK Migas," jelas Iskandar .

Penulis: Arizal
Editor: Ragil

Halaman :

Berita Lainnya

Index