HARIANRIAU.CO - Dalam upaya mengurangi prevalensi stunting di Kecamatan Sungai Batang, Dinas Kesehatan Indragiri Hilir melakukan berbagai intervensi yang menunjukkan hasil positif. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Indragiri Hilir, Rahmi Indrasuri, SKM, MKL, langkah-langkah yang diambil telah membawa penurunan jumlah balita stunting meskipun masih banyak tantangan yang harus dihadapi.
Stunting, yang didefinisikan sebagai kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat kekurangan gizi kronis, merupakan masalah serius yang mempengaruhi pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Data dari grafik sebaran stunting di Kecamatan Sungai Batang menunjukkan bahwa prevalensi stunting mengalami peningkatan dari 12 kasus pada tahun 2022 menjadi 15 kasus pada tahun 2023, dan meningkat menjadi 16 kasus pada tahun 2024. Meskipun terjadi peningkatan jumlah kasus, intervensi yang dilakukan oleh pemerintah setempat telah mulai membuahkan hasil.
“Periode 1000 hari pertama kehidupan adalah kunci dalam penanganan stunting. Oleh karena itu, kami memprioritaskan program-program yang fokus pada intervensi gizi dan kesehatan,” ungkap Rahmi Indrasuri.
Berbagai upaya yang telah dilakukan mencakup:
1. Penyuluhan tentang kesehatan reproduksi dan pencegahan kekerasan pada anak dan perempuan.
2. Pendampingan ASI eksklusif dan kunjungan untuk ibu hamil serta balita bermasalah gizi.
3. Pelatihan penyiapan makanan tambahan berbahan pangan lokal bagi kader.
4. Pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamil dan remaja putri.
5. Pembinaan pelaksanaan aksi bergizi di sekolah SMP dan SMA di Kecamatan Sungai Batang.
6. Sosialisasi 5 pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat).
7. Program imunisasi seperti Crash Program Polio, BIAN, Kejar, dan PIN Polio tahap 1 dan 2.
8. Penetapan Bunda PAUD dan orang tua asuh stunting.
9. Komitmen percepatan Open Defecation Free (ODF) atau Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS).
Namun, masih terdapat faktor determinan yang menjadi kendala dalam perbaikan status gizi balita di Kecamatan Sungai Batang, antara lain:
1. Tidak Mendapat Imunisasi Dasar Lengkap: 35,7% balita stunting tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap, meningkatkan risiko terhadap penyakit.
2. Terpapar Asap Rokok: 100% balita terpapar asap rokok di lingkungan rumah, yang dapat mengganggu kesehatan pernapasan.
3. Rendahnya Tingkat Pendidikan Orang Tua: 61,5% ayah dan 57,1% ibu balita memiliki tingkat pendidikan yang rendah, berdampak pada pemahaman nutrisi.
4. Belum Mendapat MP-ASI: 21,4% balita stunting belum mendapatkan Makanan Pendamping ASI yang sesuai.
5. Pemahaman Tentang Stunting yang Masih Kurang: 64,28% orang tua tidak memahami pentingnya gizi seimbang.
6. Tidak Mendapat ASI Eksklusif: 50% balita stunting tidak mendapatkan ASI eksklusif.
7. Tidak Memiliki Jamban Sehat: 28,57% anak tinggal tanpa jamban sehat.
8. Kurangnya Akses Air Bersih: 28,57% anak tidak memiliki akses air bersih.
“Untuk meningkatkan hasil, kami perlu kerjasama lintas program dan lintas sektor. Komitmen dari semua pemangku kebijakan sangat penting agar program-program ini dapat berjalan lebih efektif,” tambah Rahmi.
Dinas Kesehatan Indragiri Hilir terus berupaya untuk memperkuat kerjasama dengan masyarakat dan dunia usaha dalam rangka mengatasi masalah stunting, yang tidak hanya mempengaruhi kesehatan anak saat ini tetapi juga masa depan mereka. (Adv)