HARIANRIAU.CO - Kepala Dinas Kesehatan Indragiri Hilir, Rahmi Indrasuri, SKM, MKL, menggarisbawahi pentingnya perhatian serius terhadap masalah stunting, yang merupakan kondisi tinggi badan yang rendah untuk usia, sebagai akibat dari kekurangan gizi kronis atau berulang. Stunting, menurut World Health Organization (WHO), terjadi jika panjang badan dibandingkan usia (PB/U) atau tinggi badan dibandingkan usia (TB/U) memiliki z-score kurang dari -2SD. Rahmi menekankan bahwa periode 1000 hari pertama kehidupan sangat krusial, karena merupakan penentu utama pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan.
“Stunting tidak hanya dipengaruhi oleh faktor langsung seperti karakteristik anak, berat badan lahir, dan kebiasaan makan, tetapi juga faktor tidak langsung seperti pola pemberian ASI, pendidikan ibu, tempat tinggal, dan status ekonomi keluarga,” jelas Rahmi. Ia menambahkan bahwa intervensi pada 1000 hari pertama kehidupan merupakan langkah penting untuk mengurangi prevalensi stunting. Diperlukan sinergi antara program pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah ini secara efektif.
Pada tahun 2021, Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir telah melaksanakan rembuk stunting yang menetapkan 40 lokasi fokus (lokus) di desa dan kelurahan. Rembuk tersebut bertujuan untuk memahami permasalahan stunting yang ada di masing-masing wilayah dan mencari solusi yang tepat. Hasilnya, terjadi penurunan angka balita stunting di Kecamatan Gaung, berkat berbagai upaya yang dilakukan, seperti koordinasi lintas sektor, penyuluhan tentang ASI eksklusif dan perilaku hidup bersih, serta program kelas untuk ibu hamil dan balita.
Namun, Rahmi juga mengingatkan bahwa masih ada beberapa faktor determinan yang memerlukan perhatian lebih di Kecamatan Gaung. Salah satunya adalah paparan asap rokok yang banyak dialami balita, di mana kehadiran perokok aktif dalam keluarga berisiko memperburuk kondisi stunting. Selain itu, tingkat pendidikan orang tua yang rendah masih menjadi kendala dalam memahami pentingnya kecukupan gizi dan pola asuh yang baik.
Pernikahan dini menjadi masalah lain yang perlu diatasi, di mana remaja yang menikah sering kali kurang memiliki pengetahuan tentang kehamilan dan gizi bayi. “Remaja perlu disiapkan dengan baik agar saat hamil dapat menjadi ibu yang sehat,” ungkap Rahmi. Selain itu, masalah imunisasi dasar yang belum lengkap dan rendahnya pemberian ASI eksklusif juga menjadi penyebab tingginya angka stunting.
Kondisi sanitasi dan akses air bersih yang buruk, seperti masyarakat yang masih memilih buang air besar ke sungai dan minimnya fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK), berkontribusi terhadap masalah kesehatan dan gizi. Penyakit kronis yang dialami balita juga memperburuk kondisi stunting, karena dapat menghambat penyerapan gizi dan tumbuh kembang anak.
Dalam upaya penanganan stunting di Kecamatan Gaung, berbagai langkah telah dilakukan, seperti:
• Koordinasi dengan lintas sektor mengenai pencegahan dan penanganan stunting.
• Penyuluhan tentang ASI eksklusif, inisiasi menyusui dini (IMD), kesehatan reproduksi, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS).
• Kelas untuk ibu hamil dan ibu balita.
• Pemberian dan edukasi pentingnya konsumsi tablet tambah darah bagi remaja putri.
• Pemberian vitamin A pada bayi dan balita, serta obat cacing.
Rahmi menegaskan perlunya perhatian khusus terhadap kelompok sasaran berisiko, seperti remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, dan bayi di bawah dua tahun. “Mempersiapkan remaja putri untuk menjadi calon ibu yang sehat sangat penting agar mereka dapat melahirkan anak-anak yang sehat dan bebas dari stunting,” ujarnya.
Dari semua upaya ini, Rahmi berharap adanya kerjasama dan partisipasi aktif dari masyarakat untuk mencegah dan mengatasi stunting. “Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan masyarakat, kita bisa menciptakan generasi yang sehat dan cerdas, yang akan menjadi aset berharga bagi masa depan daerah ini,” tutup Rahmi. (adv)