HARIANRIAU.CO — Masalah stunting atau kekurangan gizi kronis pada anak-anak masih menjadi tantangan utama di Indonesia, termasuk di Kabupaten Indragiri Hilir. Kepala Dinas Kesehatan Indragiri Hilir, Rahmi Indrasuri, SKM, MKL, menjelaskan bahwa stunting bukan hanya sekadar masalah fisik, tetapi juga berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak, yang nantinya berdampak pada kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. “Stunting menjadi ancaman terbesar bagi kualitas hidup manusia. Ini tidak hanya berpengaruh pada fisik anak, tapi juga pada kemampuan belajar, produktivitas di usia dewasa, dan potensi peningkatan penyakit tidak menular,” ujarnya.
Menurutnya, stunting diakibatkan oleh berbagai faktor, baik dari segi asupan gizi selama masa kehamilan maupun masa balita. “Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi, terbatasnya layanan kesehatan seperti antenatal dan postnatal, serta rendahnya akses terhadap makanan bergizi dan sanitasi bersih merupakan faktor utama yang menyebabkan stunting. Di Desa Sari Mulya, hal ini terlihat jelas, dengan peningkatan prevalensi stunting sebesar 2% pada 2023 dan 2,3% pada 2024,” jelas Rahmi.
Untuk menanggulangi hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir telah melakukan berbagai upaya, salah satunya melalui intervensi pada masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Di Desa Sari Mulya, beberapa program telah dilaksanakan untuk memperbaiki gizi, seperti pemberian tablet tambah darah (TTD) kepada ibu hamil, sosialisasi mengenai ASI eksklusif, pemberian makanan bayi, serta pemberian vitamin A kepada balita. Rahmi juga menekankan pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak serta penyediaan fasilitas air bersih dan sanitasi yang layak.
“Stunting adalah masalah multi-faktor, oleh karena itu intervensi harus dilakukan dari berbagai aspek. Kami bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk lintas sektor, untuk memastikan upaya penurunan stunting berjalan optimal,” tambah Rahmi.
Faktor Determinan dan Tantangan yang Masih Ada
Analisis data menunjukkan bahwa selain faktor asupan makanan dan gizi, stunting juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan faktor ibu. “Ibu yang kekurangan gizi sejak masa pra-konsepsi hingga menyusui, serta adanya kebiasaan merokok dalam rumah tangga, menjadi penyebab utama stunting. Selain itu, masalah akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak juga masih menjadi tantangan di beberapa wilayah,” jelas Rahmi.
Ia juga menyebutkan bahwa masih ada masalah perilaku di tingkat rumah tangga yang harus ditangani, seperti pola konsumsi ibu hamil dan pola asuh anak yang belum sesuai. Program-program penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan terus berjalan, namun diperlukan peningkatan motivasi dari masyarakat agar intervensi dapat berjalan lebih efektif.
Kelompok Sasaran Berisiko Stunting
Kelompok-kelompok yang berisiko tinggi mengalami stunting antara lain adalah remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, bayi, dan anak di bawah dua tahun (baduta). Rahmi menjelaskan bahwa penting untuk mempersiapkan remaja putri agar menjadi calon ibu yang sehat dan siap secara mental maupun fisik. “Remaja putri perlu diberi pemahaman tentang pentingnya usia ideal untuk menikah dan hamil. Hal ini akan berdampak pada kelahiran bayi yang sehat dan cerdas, serta mengurangi risiko stunting sejak dini,” ujarnya.
Program pemberian ASI eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI (PMBA) juga sangat penting untuk memastikan pertumbuhan optimal bagi anak-anak di masa-masa awal kehidupan.
Upaya Kolaboratif untuk Menurunkan Stunting
Berbagai upaya kolaboratif antara pemerintah, Puskesmas, dan lintas sektor telah dilakukan di Desa Sari Mulya guna menurunkan angka stunting. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyuluhan pentingnya konsumsi tablet tambah darah bagi remaja putri dan ibu hamil, pemberian vitamin A kepada balita, serta penyuluhan tentang ASI eksklusif.
“Meski beberapa remaja putri belum sepenuhnya memahami pentingnya mengonsumsi TTD secara rutin, kami terus memberikan motivasi dan pendampingan,” tambah Rahmi. Selain itu, bayi dan balita yang mengalami gizi buruk telah menerima pemberian makanan tambahan (PMT), dan ibu hamil dengan kondisi anemia atau kurang energi kronis (KEK) juga mendapatkan perhatian khusus.
“Kolaborasi tim kabupaten di berbagai desa juga terus dilakukan. Edukasi gizi bagi anak-anak, remaja, dan ibu hamil merupakan prioritas utama dalam mencegah stunting dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat,” tutupnya.
Dengan upaya bersama ini, Rahmi optimis bahwa angka stunting di Indragiri Hilir, khususnya di Desa Sari Mulya, dapat ditekan dan sumber daya manusia masa depan dapat lebih berkualitas serta sehat. Adv