HARIANRIAU.CO - Remaja, kelompok usia 10–18 tahun, merupakan masa penting dengan pertumbuhan dan perkembangan pesat secara fisik, psikologis, dan intelektual. Namun, rasa ingin tahu yang tinggi dan keinginan mencoba hal-hal baru sering membuat mereka mengambil keputusan ceroboh, termasuk pernikahan dini.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, KB, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) menyoroti masih tingginya angka pernikahan dini di masyarakat. “Pernikahan dini memicu berbagai masalah serius, seperti meningkatnya angka kematian ibu dan anak, penularan infeksi menular seksual, kekerasan dalam rumah tangga, serta risiko stunting pada anak,” ujarnya.
Kehamilan di usia muda memiliki risiko tinggi, termasuk komplikasi berbahaya yang berdampak pada kesehatan ibu dan bayi. Perempuan yang melahirkan di bawah usia 15 tahun memiliki risiko kematian lima kali lebih besar dibandingkan mereka yang melahirkan di usia lebih dari 20 tahun.
Bayi dari ibu yang berusia di bawah 18 tahun juga memiliki risiko mortalitas dan morbiditas 50 persen lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir dari ibu berusia lebih matang.
“Pernikahan dini adalah ancaman serius bagi generasi masa depan. Upaya pencegahan harus dilakukan melalui edukasi dan peningkatan kesadaran, terutama di kalangan remaja, untuk memastikan mereka memahami pentingnya menunda pernikahan hingga usia yang lebih matang,” tambah Kepala Dinas.
Dengan edukasi yang tepat, diharapkan remaja dapat membuat keputusan yang lebih bijak, menghindari pernikahan dini, dan menciptakan masa depan yang lebih sehat dan berkualitas bagi mereka dan generasi mendatang. (ADV)