Ini Penyebab Bencana Banjir dan Longsor di Sumbar-Riau

Ini Penyebab Bencana Banjir dan Longsor di Sumbar-Riau

PEKANBARU - Kerusakan hutan akibat sawit dan pembalakan liar pada wilayah hulu perbatasan Sumatra Barat dan Riau diduga menjadi penyebab banjir dan longsor yang melanda daerah itu. Bahkan, banjir kian mudah melanda lantaran alih fungsi hutan menjadi sawit dan aksi pembalakan liar uang kembali marak.

"Tutupan area di kawasan hulu ini telah rusak. Jadi hujan tiap hari maka akan mudah terjadi banjir sebab akar-akar yang menjadi resapan dan cadangan air di kala kemarau sudah tidak ada lagi," ungkap Kepala Pusat Pengendalian Ekologi Regional (PPE) Sumatra, Amral Fery, Pekanbaru, Sabtu (4/3) seperti dilansir Media Indonesia.

Menurut Amral, areal tutupan hutan bagian hulu di ketinggian 300 meter dari permukaan laut (mdpl) seharusnya tidak dirambah dan dialihfungsikan menjadi kebun kelapa sawit. Namun, pada kenyataannya, kawasan hulu DAS Sungai Kampar dan sungai-sungai lainnya di Riau yang seluruhnya merupakan satu kesatuan berada di Sumbar kini telah rusak.

"Secara kasat mata, kita bisa tengok itu semua telah menjadi sawit. Telah berulang kali dilakukan reboisasi pun tetap tidak teratasi. Perlu tindakan secara bersama-sama dari semua. Pemerintah Riau dan Sumbar harus duduk bersama. Termasuk dari Kapolda dan aparat penegak hukum lainnya," ungkap Amral.


Selain kerusakan tutupan areal hulu, lanjutnya, Waduk PLTA Koto Panjang yang dulu dalam kajiannya juga berfungsi mengatasi banjir dan penampung air kini tidak bisa berfungsi optimal. Hal itu karena faktor kedangkalan yang terjadi dan telah hilangnya fungsi resapan dan cadangan air dari hutan alam yang telah berubah menjadi kebun sawit di sekitar areal itu.

"Padahal sudah berapa desa dikorbankan untuk membuat waduk tersebut. Karena itu, kembalikan lagi daerah tutupan hutan itu seperti semula," ujarnya.

Sementara itu, anggota DPRD Kampar, Arif Subayang, mengatakan, banjir di Kampar terjadi karena aksi perambahan dan pembalakan liar yang sangat marak di bagian hulu. Persisnya di kawasan Ampalu dan Limapuluh Kota, Sumbar.

"Dari temuan kami, banyak sawmil-sawmil liar yang beroperasi mengambil kayu dari hutan di hulu Sungai Subayang. Mereka warga Sumatra Barat yang sekarang mengambil kayu di wilayah kita (Riau)," ungkap Arif.

Dia menambahkan, sejauh ini pemerintah dan LSM lingkungan hidup selalu mengampanyekan penyelamatan hutan lindung yang mengakibatkan pembangunan bagi rakyat yang hidup di kawasan itu tersendat. Untuk menyambung ekonomi, ada masyarakat di sekitar hutan yang dulu bertanam karet kini beralih menjadi perambah.

"Keadaannya hampir sama antara Kampar Kiri Hulu dengan 13 Koto Kampar yang berbatasan dengan Pangkalan, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Kayu hutan yang besar-besar ditebangi dan selanjutnya diolah di sawmil-sawmil. Kita sangat menyayangkan aksi para cukong ini," ungkapnya.

Karena itu, lanjut Arif, apabila terjadi hujan deras terus menerus, kawasan itu menjadi longsor dan banjir. Perlu ada tindakan hukum yang tegas untuk menertibkan pelanggaran ini.

Halaman :

Berita Lainnya

Index