Dolar AS Kembali Bangkit

Dolar AS Kembali Bangkit
Ilustrasi

HARIANRIAU.CO JAKARTA- Dolar AS bangkit lagi setelah sempat tergelincir menyusul suramnya data ekonomi AS yang dirilis Senin (28/3/2016) kemarin.

“Dolar jatuh karena data itu membuat prospek kenaikan suku bunga bank sentral AS menjadi tak menentu, dan itu merupkan penurunan pertama dalam tujuh sesi terakhir,” ujar Bloomberg, Selasa (29/3/2016).

Bloomberg Dollar Spot Index yang mengukur kekuatan greenback terhadap 10 mata uang utama dunia, balik arah dengan naik 0,07% ke level 96,01 pada pagi ini setelah jatuh 0,4% pada penutupan perdagangan di AS Senin malam atau Selasa pagi WIB.

Sementara Bloomberg JPMorgan Asia Dollar Index yang mengukur kekuatan greenback terhadap delapan mata uang emerging market di Asia, juga naik 0,07% ke level 107,47.

Yen yang biasanya bergerak berlawanan dengan pergerakan saham-saham Jepang, naik 0,2% ke 113,2800/dolar AS di awal perdagangan, namun kemudian balik arah dengan melemah 0,15% ke 113,6200/dolar AS pada pukul 11:45 waktu Tokyo atau pukul 09:45 WIB.

Dolar Australia naik 0,27% ke 0,7565/dolar AS, euro merosot 0,04% ke 1,1192/dolar AS dan poundsterling melemah 0,11% ke 1,4238/dolar AS.

Dari delapan mata uang emerging market di Asia, tiga di antaranya, yakni baht Thailand, yuan China dan rupiah Indonesia, merosot 0,02%, 0,04% dan 0,12%.

Lima mata uang lainnya menguat dengan dipimpin ringgit Malaysia yang naik 0,4%, won yang menguat 0,3%, peso Filipina yang terapresiasi 0,14%, dolar Taiwan yang naik 0,13% dan rupee India yang naik 0,10%.

“Dolar benar-benar bukan taruhan terbaik bagi Anda saat ini,” kata Vassili Serebriakov, ahli strategi valuta asing di BNP Paribas SA, New York.

Menurutnya, mata uang ini sekarang sangat rentan karena jika suatu saat nilai mata uang ini menguat, namun kekhawatiran tentang devaluasi yuan China, pertumbuhan pasar negara berkembang dan pasar komoditas, dapat membuat mata uang ini berbalik melemah.

“Ini dapat menghentikan Fed dari keinginan menaikkan suku bunga acuan,” imbuhnya.

Data AS yang dirilis Senin menunjukkan tanda-tanda kelemahan ekonomi negara itu, karena belanja konsumen hampir tidak naik pada Februari dan inflasi menurun, sehingga Federal Reserve disarankan untuk tetap berhati-hati jika ingin menaikkan suku bunga acuan tahun ini.

Data pengeluaran pribadi menunjukkan indeks harga terkait dengan pembelian konsumen turun 0,1% pada Februari dibanding bulan sebelumnya. Indeks itu naik 1% pada periode yang sama pada 2015.

Data ini membuat tingkat keyakinan pasar bahwa Fed akan menaikkan suku bunga pada April atau Juni, turun dari 42% pada pekan lalu menjadi 38%.

Hari ini Ketua Fed Janet Yellen yang akan berbicara di sebuah acara yang diselenggarakan oleh Economic Club of New York. Pasar kini menantikan apakah sinyal sejumlah pejabat Fed bahwa suku bunga akan dinaikkan pada April, akan menjadi kenyataan. (Citraindonesia)

Halaman :

Berita Lainnya

Index