Bengkalis Abaikan Moratorium Eksplorasi Gambut

Bengkalis Abaikan Moratorium Eksplorasi Gambut

BENGKALIS - Peraturan Pemerintah  (PP) No. 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut atau dengan kata lain moratorium (penghentian,red) eksplorasi lahan gambut terkesan diabaikan di kabupaten Bengkalis. Diduga masih ada kelompok masyarakat dan pengusaha melakukan pembukaan lahan dibeberapa kecamatan di Negeri Junjungan.

Direktur Eksekutif Lingkaran Hijau Bengkalis (LHB) TunA riyul Fikri, Senin (24/04/2017) menyebutkan PP yang diteken pada 1 Desember 2016 tersebut memberlakukan moratorium pembukaan baru atau land clearing pada lahan gambut.

“Dalam PP tersebut Moratorium gambut jelas tidak boleh dilakukan dengan membuka lahan baru, dengan demikian tidak boleh ada izin baru. Apalagi jika itu gambut dalam,tapi sampai sekarang di Kabupaten Bengkalis pembukaan lahan baru diduga masih berlangsung,"kata Tun Ariyul Fikri.

Atas dugaan eksplorasi gambut itu harus ada ada kebijakan lebih lanjut setelah lahan tersebut dibedah, diverifikasi, dan di-overlay dengan peta Kesatuan Hidrologi Gambut yang akan dikeluarkan nanti. Apalagi jika ternyata lahan tersebut ada di kawasan fungsi lindung sudah tidak boleh dibuka lagi.

Disampaikan Tun Ariyul, PP yang memuat moratorium itu harus dihormati semua pihak, meskipun Pemkab Bengkalis sudah tidak berwenang masalah penerbitan perizinan dan rekomendasi sektor kehutanan, tapi sejauh ini tidak ada upaya melindungi lahan gambut dari perbuatan oknum tertentu dalam membuka lahan, khususnya perkebunan kelapa sawit yang terus marak di kecamatan Bukitbatu, Siak Kecil, Rupat, Rupat Utara, Mandau dan Pinggir.

"Kecuali untuk masyarakat adat tidak dikecualikan dalam PP tersebut. Pemerintah juga harus melindungi keberadaan masyarakat adat yang sejak dahulu sudah melakukan pembukaan lahan bercocok tanam dan berkebun diatas tanah ulayat mereka, dan hak atas eksplorasi tersebutlah yang mesti dilindungi, bukan pengusaha besar yang notabene para kapitalis di sektor kehutanan dan perkebunan,”terang alumni Politekhnik Bengkalis ini.

Ditambahkan, pemerintah juga harus meneruskan moratorium perizinan di hutan dan lahan gambut oleh aktivitas perkebunan, pertambangan, dan hutan tanaman industri (HTI) yang mengancam kelestarian lingkungan hidup. Artinya, moratorium tersebut benar-benar dilakukan pada wilayah yang terancam lingkungannya. Bukan pada wilayah yang sudah dilindungi oleh undang-undang (UU) atau aturan yang berlaku.

“Kawasan yang dimoratorium harus dimasukan ke rencana tata ruang wilayah (RTRW), sehingga kebijakan ini benar-benar berjalan sampai tingkat daerah. Percuma kalau dimoratorium, tapi tidak dimasukan RTRW. Sebab, perizinan dikeluarkan berdasarkan RTRW,dan itu harus dilakukan Pemkab bengkalis bersama Pemprov Riau,”ucap tun Airyul mengakhiri. (hlr)

Halaman :

Berita Lainnya

Index