Menengok Kisah "Bung Kecil" Sutan Sjahrir Penggila Bola

Menengok Kisah
Sutan Sjahrir (berdiri ketiga dari kanan) saat masih menggilai sepakbola (Foto: Repro buku Rosihan Anwar "Sutan Sjahrir")

SEPAKBOLA acap menembus hati dan pikiran manusia manapun. Sepakbola yang banyak disepakati banyak pihak sebagai olahraga permainan terbaik di muka bumi, tidak hanya digemari masyarakat arus bawah, tapi juga tokoh kenamaan hingga negarawan.

Dalam sejarah negeri kita, hampir semua tokoh negarawan atau “Bapak Negara” kita menggandrungi sepakbola. Ya, termasuk dwitunggal Soekarno-(Mohammad) Hatta dan Sutan Sjahrir- tokoh pergerakan dan kemudian Perdana Menteri pertama Indonesia.

Menarik mengulas sisi lain tokoh terakhir yang disebutkan di atas tentang demam sepakbola. Sjahrir ternyata diketahui sudah “gila bola” sejak remaja di Kota Bandung, pasca-pindah dari Sumatera Barat pada 1926.

Di kota berjuluk Parijs van Java itu, Sjahrir melanjutkan pendidikannya Algemeene Middelbare School (AMS, setara Sekolah Menengah Atas/SMA) di Bandung Selatan, di mana Sjahrir sempat “numpang tinggal” di Jalan Pungkur.

Sebagaimana biografi Sjahrir yang dituliskan Rudolf Mrazek, Sjahrir yang punya postur kecil, sanggup memanfaatkan “kelebihannya” itu untuk merumput sebagai penyerang tengah yang gesit.

Tidak hanya gesit menggiring si kulit bundar, Sjahrir juga andal sebagai goal-getter bagi timnya. Sebuah karakter dan profil yang mirip dengan megabintang Lionel Messi, enggak sih?

Anyway, memang karier Sjahrir di arena sepakbola tidak begitu tenar dan tampil di klub profesional. Sekadar tampil level “tarkam” bersama klub Voetbalvereeniging Poengkoer dan kemudian LUNO (Laat U Niet Overwinnen).

Voetvalvereeniging Poengkoer merupakan perkumpulan tim yang hanya berisikan kawan-kawan Sjahrir yang tinggal di Jalan Pungkur dan sekitarnya. Sementara LUNO adalah klub sepakbola amatir bagi orang-orang Indo Belanda dan pribumi.

Saking cintanya pada sepakbola, Sjahrir dan para sahabatnya sampai harus mengais rezeki dengan jualan barang-barang kerajinan dan merchandise, demi bisa membiayai klub sepakbola mereka.

Hampir setiap pertandingan yang digelar, selalu dimenangkan tim yang diperkuat Sjahrir. Sikapnya yang tidak arogan dan mengedepankan sportivitas, membuahkan jalinan persahabatan baru dengan para anggota tim lawan, baik pribumi maupun para pemuda kulit putih.

Kegilaannya pada sepakbola nyaris luntur lantaran kesibukannya dalam pergerakan pemuda, hingga ditangkap dan diasingkan pemerintah Hindia Belanda ke Boven Digul. Setidaknya, dalam pengasingan di Bumi Cendrawasih itu, Sjahrir masih sempat bersentuhan dengan bola.

Ya, Sjahrir bersama Hatta dan para tahanan politik baru lainnya yang baru datang ke Boven Digul, sempat ditantang pertandingan bola dengan para tahanan lama. Meski diperkuat striker gesit seperti Sjahrir dan gelandang tangguh macam Hatta, tim mereka kalah 1-3 dari tim yang terdiri dari para tahanan lama Boven Digul. (okz)

Halaman :

Berita Lainnya

Index