Operasi Pemanjangan Penis yang Berujung Kematian

Operasi Pemanjangan Penis yang Berujung Kematian
Ilustrasi

Hasrat tak masuk akal para pria untuk meningkatkan "kejantanannya" dengan cara operasi atau pengobatan alternatif tak pernah surut dari masa ke masa.

Walau banyak kasus yang berakhir kegagalan, banyak pria tak jera. Yang terbaru, operasi yang dilakukan seorang pria di Swedia berakhir fatal.

Seorang pria berusia 30 tahun di Stockholm berambisi untuk meningkatkan ketebalan dan panjang alat kelaminnya menggunakan proses transfer lemak dari perut dipindahkan ke penisnya.

Pria itu adalah satu dari 8.4000 pria di seluruh dunia yang berusaha meningkatkan ketebalannya setiap tahun (statistik dalam waktu lama tidak tersedia karena sering dilakukan pada saat bersamaan, seperti dalam kasus ini, walaupun banyak dokter merekomendasikan untuk tidak melakukannya).

Deskripsi kasus yang dimuat dalamJournal of Forensic Sciences itu menjelaskan bahwa dokter bedah telah menyelesaikan tindakan operasi pemanjangan dan mulai melakukan pembesaran, dengan penyuntikan dua ons cairan dari sel lemak pasien. Namun tiba-tiba terjadi hal yang tidak beres.

Lemak bocor ke pembuluh darahnya dan mengalir ke paru-parunya, yang mengakibatkan emboli paru-paru serta membuat pembuluh darahnya pecah.

Pasien, yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung, akhirnya mengalami serangan jantung di meja operasi. Meski ada upaya dari dokter untuk melakukan (CPR) atau upaya pengembalian fungsi pernafasan dan fungsi sirkulasi, pria tersebut meninggal dua jam kemudian.

Kesimpulan dari studi tersebut mengatakan, "Ini adalah penjelasan kasus pertama, di mana prosedur pembesaran penis yang tampaknya sederhana dan aman dengan transfer lemak dapat  menyebabkan kematian mendadak pada seorang pemuda yang sehat."

Disebutkan bahwa operasi tersebut lebih beresiko karena menggabungkan dua prosedur.

Ahli Urologi Tobias Kohler, dari Mayo Clinic, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan kepada BuzzFeed Newsbahwa di antara alasan ahli bedah tidak merekomendasikan operasi semacam ini adalah karena tidak berguna.

"Selain hasilnya juga 'tak pernah bisa dipakai',  konsekuensinya pun mengerikan yakni bentuknya menjadi tidak jelas, bahkan bisa disfungsi ereksi permanen,” kata dia.

Sebuah tinjauan ilmiah tahun 2017 dalam Translational Andrology and Urology menunjukkan bahwa, “mayoritas pria yang mencari terapi pemanjangan penis memiliki ukuran penis normal, yang secara fungsional memadai."

Selain itu, kebanyakan pasien yang memilih operasi elektif ini menderita kelainan tubuh dismorfik dan tidak dapat secara jernih melihat tubuh mereka sudah ideal.

Halaman :

Berita Lainnya

Index